BI Terbitkan Aturan Pelonggaran LTV/FTV dan Uang Muka Kredit
Berita

BI Terbitkan Aturan Pelonggaran LTV/FTV dan Uang Muka Kredit

Berbagai kebijakan yang dikeluarkan BI dan pemerintah diharapkan memberi kontribusi positif bagi perekonomian nasional.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Bank Indonesia (BI). Foto: RES
Bank Indonesia (BI). Foto: RES

Bank Indonesia (BI) menerbitkan ketentuan pelonggaran rasio Loan To Value (LTV) untuk kredit properti, rasio Financing to Value (FTV) untuk pembiayaan properti dan uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor.

Ketentuan yang berlaku efektif mulai 1 Maret hingga 31 Desember 2021, itu diatur melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 23/2/PBI/2021 tentang Perubahan Ketiga atas PBI No. 20/8/PBI/2018 tentang rasio LTV untuk kredit properti, rasio FTV untuk pembiayaan properti dan uang muka untuk kredit pembiayaan kendaraan bermotor.

“Penyesuaian kebijakan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian serta tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, dalam keterangannya yang dikutip Jumat (5/3).

Kebijakan makroprudensial yang bersifat akomodatif diperlukan untuk mendorong sektor perbankan menjalankan fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas, di antaranya melalui penyaluran Kredit/Pembiayaan Properti (KP/PP) dan penyaluran Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor (KKB/PKB). (Baca: Berlaku 1 Maret, Ini Daftar 21 Tipe Kendaraan Dapat Insentif PPnBM)

Selain itu, kata Erwin, kredit perbankan masih dalam proses pemulihan dan di tengah risiko kredit yang relatif masih terjaga. Sehingga KP/PP dan KKB/PKB perlu diakselerasi untuk mendukung pemulihan di sektor terkait yang pada akhirnya akan mendukung kinerja perekonomian nasional.

Adapun penerbitan ketentuan ini merupakan tindak lanjut keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Februari 2021 yang memutuskan untuk melonggarkan ketentuan Uang Muka KKB/PKB menjadi paling sedikit 0% untuk semua jenis kendaraaan bermotor baru.

Kemudian rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) KP/PP dilonggarkan menjadi paling tinggi 100% untuk semua jenis properti bagi bank yang memenuhi kriteria Non Performing Loan/Non Performing Financing tertentu, dan menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden.

Keputusan tersebut merupakan bagian langkah-langkah sinergi kebijakan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam paket kebijakan terpadu untuk peningkatan pembiayaan dunia usaha dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi.

Sementara, Indonesia Property Watch (IPW) menilai sejumlah insentif yang diberikan oleh pemerintah baru-baru ini akan mendongkrak sektor properti dan juga pembiayaan ke sektor tersebut.

"Harusnya dengan kebijakan ini sektor properti dapat meningkat 20 persen tahun ini dibandingkan 2020 lalu. Ini langkah luar biasa yang diambil pemerintah untuk menggerakkan ekonomi khususnya properti. Ini akan berdampak luar biasa terhadap peningkatan pasar properti," kata CEO IPW Ali Tranghanda seperti dilansir Antara.

Dengan insentif tersebut pembelian rumah tapak atau rumah susun/apartemen baru yang nilainya di bawah Rp2 miliar akan dibebaskan PPN dan pengurangan PPN untuk rumah Rp2 miliar hingga Rp5 miliar sebesar 50 persen.

Dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan BI dan pemerintah, lanjut Ali, pasar properti akan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional dan akan membantu para pengembang yang belakangan ikut terdampak karena pandemi.

"Konsumen harus melihat ini sebagai momen untuk membeli properti karena mungkin tidak akan ada lagi seperti ini dengan pembebasan PPN," ujar Ali.

Plt Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon LP Napitupulu mengatakan sinyal kuat pertumbuhan sektor properti akan berlanjut pada 2021. Menurutnya, sinyal itu sudah mulai terasa pada kuartal ketiga dan keempat 2020 lalu.

Pada periode akhir tahun lalu, Nixon menyebutkan permintaan KPR mulai merangkak naik sehingga tercatat lebih dari 122 ribu unit rumah terjual di masa pandemi.

Penjualan terbaik pada masa pandemi, lanjut Nixon, terjadi untuk rumah-rumah subsidi hingga kelas menengah dengan harga di bawah Rp500 juta. Bahkan, segmen tersebut mencatatkan kualitas kredit yang terjaga karena merupakan rumah pertama.

Adapun pada 2021 emiten bersandi saham BBTN tersebut optimistis kredit akan tumbuh di level 7 hingga 9 persen. "Kami melihat permintaan hunian pada kuartal akhir tumbuh jauh lebih baik, dan adanya insentif dari pemerintah ini membuat kami kian optimistis di 2021," ujar Nixon.

Tags:

Berita Terkait