BI Sambut Baik Pembatasan BBM Bersubsidi
Berita

BI Sambut Baik Pembatasan BBM Bersubsidi

Upaya ini diyakini tak akan mempengaruhi tingkat inflasi tahun 2014.

FAT
Bacaan 2 Menit
BI Sambut Baik Pembatasan BBM Bersubsidi
Hukumonline
Bank Indonesia (BI) menyambut baik rencana pemerintah yang membatasi kuota konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Gubernur BI Agus DW Martowardojo menilai, rencana pemerintah tersebut merupakan tindakan positif yang harus didukung.

"Saya melihat itu adalah bagian dari pemerintah untuk menjaga agar BBM bersubdisi alokasi kuotanya terpenuhi. Kita sambut baik inisiatif menjaga kuota itu," kata Agus di kantornya, Senin (4/8).

Ia berharap rekomendasi pemerintah yang membatasi kuota konsumsi BBM bersubsidi sebesar 46 juta kilo liter di tahun 2014 tersebut dapat tercapai. Menurutnya, dengan dibatasinya konsumsi BBM subsidi, terlebih untuk solar akan dapat memberikan peluang bagi pemerintah baru nantinya untuk menentukan berbagai macam kebijakan.

"Semoga ini bisa membuat isu pengelolaan BBM bersubsidi dan dapat berjalan dengan efektif," tuturnya.

Ia mengatakan, pembatasan BBM bersubsidi ini tak akan mempengaruhi tingkat inflasi pada tahun 2014, yakni tetap berada di angka 5,5 persen. Kecuali, ada kenaikan harga BBM bersubsidi, BI harus memperhitungkan kembali dampaknya kepada masyarakat.

"Memang kita belum perhitingkan apabila ada kenaikan harga BBM, tapi kalau pembatasan, kenaikan listrik, tantangan pengelolaan pangan itu sudah kita perhitungkan, sehingga inflasi akhir tahun akan tetap di bawah 5,5 persen," kata Agus.

Pembatasan BBM bersubsidi untuk tahun 2014 ini sesuai amanat UU No. 12 Tahun 2014 tentang APBN-P 2014. Melalui UU tersebut, pemerintah dan DPR bersepakat untuk memangkas kuota BBM subsidi dari  48 juta kilo liter menjadi 46 juta kilo liter. Untuk mendukung hal tersebut, BPH Migas telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 937/07/Ka BPH/2014 tanggal 24 Juli 2014, tentang pengendalian konsumsi BBM bersubsidi.

Dalam surat itu dijelaskan mengenai tata cara yang harus ditempuh sebagai langkah pengendalian konsumsi BBM bersubsidi. Pertama, peniadaan solar bersubsidi di Jakarta Pusat mulai 1 Agustus. Berikutnya, pembatasan waktu penjualan solar bersubsidi di seluruh SPBU di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali mulai  tanggal 4 Agustus 2014,akan dibatasi dari pukul 18.00 sampai dengan pukul 08.00 WIB.

Selanjutnya, mulai tanggal 4 Agustus 2014, alokasi solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan (SPBB/SPBN/SPDN/APMS) juga akan dipotong sebesar 20 persen dan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30GT. Lalu, terhitung mulai tanggal 6 Agustus 2014, penjualan premium di seluruh SPBU yang berlokasi di jalan tol ditiadakan.

Sebelumnya, DPR mengesahkan RUU tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2013 tentang APBN 2014 (RAPBNP 2014) menjadi UU. Dalam UU ini dewan dan pemerintah bersepakat untuk memangkas kuota konsumsi BBM bersubsidi dari 48 juta kilo liter menjadi 46 juta kilo liter.

Selain itu, terdapat perubahan indikator ekonomi makro dalam APBN-P 2014, yakni pertumbuhan ekonomi sebesar 5,5 persen. Laju inflasi 5,3 persen, nilai tukar rupiah Rp11.600 per dolar Amerika Serikat (AS) dan tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan sebesar 6 persen.

Sedangkan mengenai harga minyak mentah Indonesia rata-rata AS$105 per barel, lifting minyak rata-rata 818 ribu barel per hari dan lifting gas bumi rata-rata 1.224.000 barel setara minyak per hari. Berdasarkan asumsi dasar tersebut, maka pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp1.635,4 triliun atau lebih tinggi Rp37,7 triliun dari usulan pemerintah di RAPBN-P 2014.
Tags:

Berita Terkait