BI Perluas Cakupan Swap Lindung Nilai
Berita

BI Perluas Cakupan Swap Lindung Nilai

Bertujuan untuk memperkuat pendalaman pasar rupiah dan valas.

FAT
Bacaan 2 Menit
BI Perluas Cakupan Swap Lindung Nilai
Hukumonline

Bank Indonesia (BI) berencana memperluas cakupan swap lindung nilai jangka panjang dan menengah antara bank dengan BI. Bukan hanya perluas cakupan swap lindung nilai, BI juga akan mengimplementasikan mini Master Repo Agreement antar sejumlah bank. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A Johansyah mengatakan, rencana ini bertujuan untuk memperkuat pendalaman pasar rupiah dan valas.

"Tujuannya untuk perbanyak instrumen pasar valas di dalam negeri," katanya, Kamis (12/12).

Sayangnya, Difi belum tahu berapa lama jangka panjang dan menengah swap lindung nilai tersebut. Namun, tenor yang selama ini disediakan adalah satu, tiga dan enam bulan. Menurutnya, swap lindung nilai jangka panjang dan menengah tenornya akan lebih lama dari yang sudah berlaku.

"Tenor selama ini ada 1, 3, 6 bulan. Medium long term lebih panjang dari yang sekarang," kata Difi.

Selama ini, lanjut Difi, banyak valas yang ditempatkan di luar negeri. Dengan kedua cara tersebut BI percaya bahwa eksportir akan membawa valasnya ke dalam negeri dan menaruhnya di bank dalam negeri. Menurutnya, jika tak ada instrumen seperti ini, kemungkinan valas ditempatkan di luar negeri sangat besar.

"Untuk valas seperti ini, fasilitas swap, kita kenalkan tenor yang lebih panjang," kata Difi.

Setidaknya, lanjut Difi, kedua cara tersebut bisa memberikan dua kepastian. Pertama, valas akan berada di dalam negeri. Kedua, kekhawatiran eksportir mengenai ketiadaan valas di dalam negeri bisa sirna.

"Selama ini eksportir ragu kalau dilepas valas takut akan tidak dapat valas lagi," katanya.

Menurut Difi, kedua cara tersebut akan semakin menghilangkan keraguan dari eksportir mengenai keberadaan valas di dalam negeri. Bahkan cara-cara itu berpotensi untuk menarik valas yang ada di luar negeri dan masuknya valas melalui Devisa Hasil Ekspor (DHE).

Sejalan dengan itu, BI terus mewaspadai kecenderungan terjadinya pergeseran pola ekonomi global. Difi mengatakan, pergeseran tersebut ditandai dengan melambatnya ekonomi negara-negara berkembang dan menguatnya ekonomi negara maju serta perkiraan berakhirnya siklus peningkatan komoditas dunia.

"Bank Indonesia terus mencermati kecenderungan pergeseran pola perkembangan ekonomi global," kata Difi.

Bukan hanya itu, lanjut Difi, BI juga mewaspadai rencana tappering-off The Fed dengan memperkuat respon kebijakan yang telah ditempuh selama ini. Menurutnya, pergeseran pola ekonomi dan keuangan global tersebut dapat memberi tekanan kepada kinerja sektor eksternal ekonomi Indonesia, baik melalui jalur perdagangan maupun jalur finansial.

Atas dasar itu, BI menilai ekonomo global pada November 2013 cenderung membaik sesuai perkiraan sebelumnya. Meskipun begitu, menurut Difi, ada beberapa ketidakpastian yang perlu terus mendapat perhatian.

"Perekonomian negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang mengindikasikan perkembangan yang positif. Perbaikan juga ditunjukkan oleh indikator ekonomi negara-negara emerging markets, seperti China dan India," katanya.

Atas dasar itu pula, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan BI Rate pada level 7,50 persen dengan suku bunga lending facility dan suku bunga deposit facility tetap pada level 7,50 persen dan 5,75 persen.

"Kebijakan tersebut dinilai konsisten dengan upaya mengarahkan inflasi menuju 4,5±1 persen pada 2014 serta mengendalikan defisit transaksi berjalan menurun ke tingkat yang lebih sehat dan berkesinambungan," kata Difi.

Pengamat Perbankan Paul Sutaryono menilai, bahwa kenaikan BI Rate bukanlah satu-satunya cara untuk menekan defisit neraca transaksi berjalan. Menurutnya, keputusan BI untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya sudah sejalan dengan dinamika indikator makro ekonomi yang berkembang belakangan ini.

"Sudah barang tentu itu keputusan BI yang tepat dengan melihat aneka indikator yang mendukung," tutup Paul.

Tags:

Berita Terkait