BI Pantau Perkembangan Kredit Properti
Berita

BI Pantau Perkembangan Kredit Properti

BI yakin derasnya perkembangan kredit properti di Indonesia jauh dari ancaman bubble.

FAT
Bacaan 2 Menit
BI Pantau Perkembangan Kredit Properti
Hukumonline

Bank Indonesia (BI) menyatakan terus memantau perkembangan harga dan kredit properti. Menurut Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo, pertumbuhan kredit properti rumah kelas 70 meter persegi masih relatif tinggi.

"BI pantau terus perkembangan sektor properti, harganya maupun kreditnya," katanya Jumat, (26/4).

Meski pertumbuhan kredit untuk rumah kelas 70 meter persegi menurun dibanding Desember 2012 yang berada di level 47 persen, kata Perry, saat ini tercatat masih relatif yakni 42 persen. Salah satu pemantauan yang dilakukan BI dengan mempublikasikan hasil survei harga properti residensial atau rumah tinggal.

Menurutnya, di berbagai kota di Indonesia terjadi variasi perkembangan kredit. Misalnya, pertumbuhan kredit properti di Provinsi DKI Jakarta mencapai 31 persen, kemudian Banten 66 persen, Jawa Barat 42 persen dan Bali 64 persen. Selain itu, pertumbuhan kredit di Sulawesi Selatan sebesar 53 persen, Sumatera Selatan 70 persen dan Kalimantan Timur 54 persen.

Sebagaimana diketahui, BI menyatakan tengah memperluas penerapan kebijakan Loan To Value (LTV) properti. Terlebih mengenai apakah harus ada LTV untuk first home maupun second home. Tapi hingga kini belum ada kesepakatan mengenai LTV tersebut. Sejumlah alasan menjadi perhitungan BI seperti kadar risiko properti Indonesia yang berbeda dengan negara lain. Salah satunya adalah karena terdapat pembatasan investor asing.

Direktur Eksekutif Departemen Hubungan Masyarakat BI Difi A Johansyah mengatakan, meski perkembangan kredit properti di Indonesia relatif tinggi, tapi masih jauh dari ancaman penggelembungan harga (bubble). Alasannya karena, ketersediaan properti di Indonesia masih kurang meski kebutuhan propertinya tinggi.

"Backlog (kebutuhan properti, red) 13 juta sampai 15 juta. Suplai per tahun satu juta sampai 1,5 juta," katanya.

Ia mengatakan, BI telah memperoleh hasil survey Emerging Trends in Real Estate @Asia Pacific 2013 yang dilakukan oleh Urband Land Institute, New York, Amerika Serikat. Dari hasil survey tersebut, dikatakan bahwa Jakarta merupakan salah satu kota yang paling diminati dan menarik sebagai lokasi properti di Asia Pasifik.

Terlebih pada lahan industri. Posisi pertama ditempati oleh China. Sedangkan pada investasi lahan perkantoran, retail, dan apartemen, Indonesia menempati posisi pertama. Tercatat, Indonesia memiliki nilai properti hampir AS$189 miliar. Ini menempati peringkat ketujuh terhadap kontribusi nilai properti dunia, mendekati Brazil, Rusia, India dan China.

Sebelumnya, dalam laporan Indonesia Economic Quarterly 2013, Bank Dunia mengingatkan Indonesia untuk mewaspadai ancaman bubble dari sektor properti. Bank Dunia menyoroti kenaikan permintaan properti, khususnya untuk sektor apartemen, ritel, perkantoran, serta lahan industri.

Menurut Bank Dunia, terdapat dua faktor yang bisa memicu terjadinya bubble properti di Indonesia. Pertama, terdapatnya peningkatan harga jual apartemen yang naik 45 persen (year on year/yoy), ruang kantor yang naik sekitar 43 persen (yoy), dan sewa lahan industri yang naik di atas 22 persen (yoy). Faktor kedua terjadinya tingkat pertumbuhan kredit apartemen yang melaju kencang hingga mencapai 84 persen (yoy).

Untuk diketahui, setahun yang lalu BI mengeluarkan Surat Edaran No. 14/10/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor. Tujuan dibuatnya aturan ini untuk meningkatkan kehati-hatian bank dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), serta memperkuat ketahanan sektor keuangan.

Ruang lingkup KPR yang dimakud dalam SE BI ini meliputi kredit konsumsi kepemilikan rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen, namun tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko, dengan tipe bangunan lebih dari 70 meter persegi. LTV untuk KPR adalah maksimal 70 persen. Pengaturan mengenai LTV dikecualikan terhadap KPR dalam rangka pelaksanaan program perumahan pemerintah.

Untuk KKB, kendaraan roda dua minimal Down Payment (DP) sebesar 25 persen, kendaraan roda empat minimal DP 30 persen, dan kendaraan roda empat atau lebih untuk keperluan produktif minimal DP 20 persen. Penjelasan untuk keperluan produktf sesuai pengaturan SE BI adalah bila memenuhi salah satu syarat.

Salah satu syarat itu merupakan kendaraan angkutan orang atau barang yang memiliki izin yang dikeluarkan oleh pihak berwenang untuk melakukan kegiatan usaha tertentu. Atau diajukan oleh perorangan atau badan hukum yang memiliki izin usaha tertentu yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dan digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dari usaha yang dimiliki.

Tags:

Berita Terkait