BI Keluarkan Surat Edaran Anti Fraud
Utama

BI Keluarkan Surat Edaran Anti Fraud

Bank wajib menyampaikan strategi anti fraud paling lambat enam bulan setelah berlakunya edaran ini.

M Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
BI terbitkan SE anti fraud. Foto: Sgp
BI terbitkan SE anti fraud. Foto: Sgp

Bank Indonesia (BI) mengeluarkan Surat Edaran (SE) No 13/28/DPNP tanggal 9 Desember 2011, mengenai Penerapan Strategi Anti Fraud bagi Bank Umum sebagai upaya mencegah kasus-kasus penyelewengan di perbankan yang merugikan nasabah. Latar belakang pengaturan ini sebagai bagian penguatan sistem pengendalian internal bank dan sebagai pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

 

Kepala Biro Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI Irwan Lubis berharap SE ini bisa mengarahkan bank dalam melakukan pengendalian fraud melalui upaya-upaya yang tidak hanya ditujukan untuk pencegahan, namun juga untuk mendeteksi dan melakukan investigasi serta memperbaiki sistem sebagai bagian dari strategi yang bersifat integral dalam mengendalikan fraud.

 

Pokok-pokok pengaturan dalam SE ini antara lain, bank wajib memiliki dan menerapkan strategi anti fraud yang disesuaikan dengan lingkungan internal dan eksternal, kompleksitas kegiatan usaha, potensi, jenis, dan risiko fraud serta didukung sumber daya yang memadai. “Strategi anti fraud merupakan bagian dari kebijakan strategis yang penerapannya diwujudkan dalam sistem pengendalian fraud,” katanya.

 

Menurut Irwan, bank yang telah memiliki strategi anti fraud, namun belum memenuhi acuan minimum, wajib menyesuaikan dan menyempurnakan strategi anti fraud yang telah dimiliki. Dalam rangka mengendalikan risiko terjadinya fraud, bank perlu menerapkan manajemen risiko dengan penguatan pada beberapa aspek, setidaknya mencakup pengawasan aktif manajemen, struktur organisasi dan pertanggungjawaban, serta pengendalian dan pemantauan.

 

Dijelaskan Irwan, strategi anti fraud yang dalam penerapannya berupa sistem pengendalian fraud, memiliki empat pilar yaitu pencegahan, deteksi, investigasi, pelaporan, dan sanksi serta pemantauan, evaluasi, dan tindak lanjut.

 

Bank wajib menyampaikan strategi anti fraud paling lambat enam bulan setelah berlakunya SE ini. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dikenakan sanksi administratif sesuai PBI No 5/8/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.

 

Seperti diketahui, fraud sering diartikan sebagai perbuatan curang yang dilakukan dengan berbagai cara licik dan bersifat menipu serta sering tidak disadari oleh korban yang dirugikan. Di bidang perbankan, dapat diartikan sebagai tindakan sengaja melanggar ketentuan internal (sistem dan prosedur) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku demi kepentingan pribadi atau pihak lain yang berpotensi merugikan bank, baik material maupun moril.

 

Mantan Direktur Investigasi dan Mediasi Perbankan BI Purwantari Budiman mengatakan unsur-unsur fraud antara lain adanya hal yang tidak terduga (surprise), pencurian (theft), tipu daya (trickery), licik (cunning), penyembunyian (concealment), dan pengubahan (conversion).

 

Menurut Purwantari, dari sisi pribadi, gaya hidup mewah menjadi motivasi terjadinya fraud. Menurutnya, tuntutan kebutuhan gaya hidup seperti ini mendorong pelaku melakukan pembobolan. Dana nasabah yang seharusnya diolah dengan baik, malah digunakan untuk kepentingan pribadi.

 

“Karena gaya hidup yang tinggi dan ingin hidup mewah, oknum pegawai bank banyak yang terpaksa melakukan perbuatan sengaja melanggar ketentuan internal dan peraturan perundang-undangan,” ujarnya dalam acara refreshing program wartawan bidang keuangan dan perbankan di Kampus Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), beberapa waktu lalu.

 

Purwantari mencontohkan kasus pembobolan rekening nasabah Citibank oleh Malinda Dee. Dia mengatakan, dengan kewenangan yang dimiliki dan tuntutan gaya hidup yang mewah, Malinda dengan mudah memindahkan uang nasabah ke rekeningnya. Dalam kasus ini, lanjutnya, Malinda mencuri dana nasabah dengan memanfaatkan kepercayaan dari nasabahnya.

 

Malinda Dee didakwa atas dugaan pencucian uang dan penggelapan dan kasusnya kini di sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Polisi menjeratnya dengan Pasal 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 dan Pasal 149 UU Nomor 10 Tahun 1998 dengan ancaman minimal 15 tahun penjara.

 

Selain gaya hidup mewah,  motivasi terjadinya fraud dikarenakan masalah utang tagihan yang menumpuk. Hal ini umumnya dilakukan oleh perusahaan. Kemudian, keserakahan dan ketergantungan narkoba menjadi motivasi berikutnya.

 

Dijelaskan Purwantari, ada beberapa aktifitas rawan fraud, antara lain aktivitas pendanaan. Dalam hal ini, pegawai menarik dana dari rekening nasabah dengan memanfaatkan kepercayaan nasabah. Pejabat bank dan petugas customer service menerima titipan penyetoran deposito (door to door) dan diterbitkan bilyet deposito, namun tercatat dalam pembukuan bank. Uang setoran digunakan untuk kepentingan pribadi.

 

Kemudian, menyetujui pencairan deposito prime customer tanpa didiukung dengan bilyet asli. Setelah deposito dicairkan ternyata pencairan dilakukan oleh pihak lain yang mengetahui tentang deposito tersebut. Lalu, memberikan fee, bonus, cash gift kepada deposan perorangan yang tidak didukung dengan administrasi secara jelas. “Memberikan fee, bonus, cash gift, kepada deposan instansi pemerintah yang diberikan kepada pribadi pejabat instansi yang bersanngkutan,” tambahnya.

 

Aktivitas berikutnya yang rawan fraud adalah perkreditan, yakni memberikan kredit fiktif atau agunan fiktif, antara lain dengan memanfaatkan berkas kredit yang lunas. Kemudian, aktivitas accounting. Unit accounting melakukan perubahan parameter bunga sehingga biaya dana meningkat dan dipindahkan ke rekening tabungan yang bersangkutan.

Tags: