BI Jamin Aturan LTV Lindungi Konsumen
Utama

BI Jamin Aturan LTV Lindungi Konsumen

Indonesia Property Watch berharap BI memahami kondisi pasar perumahan sebelum mengeluarkan aturan LTV.

FAT/ANT
Bacaan 2 Menit
Gubernur BI, Agus Martowardojo. Foto: SGP
Gubernur BI, Agus Martowardojo. Foto: SGP

Bank Indonesia (BI) memastikan aturan Loan To Value (LTV) terkait kepemilikan rumah dan apartemen akan melindungi konsumen. Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, perlindungan terhadap konsumen akan terlihat dari wajibnya penggunaan model inden bagi kredit kepemilikan yang pertama.

“Jadi ada aspek untuk menjaga kehati-hatian supaya kualitas kredit properti tetap baik, menjaga stabilitas sistem keuangan tapi yang utama menjaga konsumen supaya konsumen itu tetap terjaga,” kata Agus di Komplek Perkantoran BI di Jakarta, Jumat (20/9).

Agus menjelaskan, salah satu bentuk perlindungan yakni akan ada klausul yang menyatakan bahwa pengembang properti akan menyelesaikan pembangunan properti sesuai dengan yang diperjanjikan. Klausul ini termasuk bagi kredit pemilikan rumah (KPR) pertama dalam status inden.

Selain itu, dalam status inden ini akan ada kesempatan bagi konsumen untuk menandatangani kontrak kredit bahwa pencairannya harus sesuai dengan jadwal pembangunannya. Ia menilai tujuan penyusunan aturan ini untuk menjaga kredit di bidang properti tetap sehat, terjaga aspek kehati-hatiannya, menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi konsumen.

“Kemudian (dana konsumen, red) tidak dipakai untuk spekulasi yang nanti akan tidak sejalan kita dalam menjaga stabilitas sistem keuangan,” ujar Agus.

Aturan ini termasuk bagi tipe rumah baik yang di bawah 70 meter persegi atau yang di atasnya. Sedangkan bagi kepemilikan rumah yang kedua atau lebih, status inden tak berlaku. “Supaya konsumen sudah bisa lihat dan menempati rumahnya dan baru kredit daripada bank itu cair,” katanya.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Difi A Johansyah menambahkan, aturan pengetatan kebijakan bagi kredit properti ini akan keluar pekan depan, dan berlaku mulai akhir bulan September ini. Salah satu klausul yang diatur dalam beleid ini adalah uang muka atau down payment (DP) tak boleh dilakukan dengan cara kredit. Hal ini juga berlaku bagi penggunaan Kredit Tanpa Agunan (KTA).

Substansi aturan lainnya, lanjut Difi, terkait pencairan kredit fasilitas KPR oleh bank, baik bank umum maupun syariah. Menurutnya, pencairan hanya bisa dilakukan sesuai dengan perkembangan pembangunan properti tersebut. Maka dari itu, akan ada kewajiban bagi pengembang properti untuk melaporkan perkembangan pembangunan kepada bank.

Difi mengatakan, terkait perlindungan konsumen akan diatur secara rinci dalam Surat Edaran (SE) BI. Perlindungan diberikan khususnya bagi nasabah yang memiliki beban kredit dalam jangka panjang. Atas dasar itu, akan ada klausul yang menyatakan bahwa pengembang properti akan menyelesaikan pembangunan properti sesuai dengan yang diperjanjikan.

“Dengan aturan ini nantinya jangan sampai kredit rumah sudah dikucurkan oleh bank, tapi digunakan untuk membangun tempat lain oleh pengembang,” kata Difi.

Sebelumnya, lembaga pemerhati properti, Indonesia Property Watch (IPW) berharap BI dapat memahami kondisi pasar perumahan sebelum mengeluarkan aturan LTV. Direktur Eksekutif IPW Ali Tranghanda mengatakan, lebih dari 20 persen sampai 30 persen modal pengembang untuk membangun rumah berasal dari uang muka konsumen.

“Sebaiknya Bank Indonesia bisa lebih memahami kondisi lapangan pasar perumahan, dimana sebesar 20-30 persen modal pengembang untuk membangun rumah adalah dari uang muka konsumen,” kata Ali.

Ia menilai, rencana BI dalam mengetatkan KPR bagi rumah kedua atau lebih itu akan berdampak negatif dari sisi pasokan maupun permintaan pasar perumahan. Hal ini dikarenakan pengembang masih harus berhadapan dengan biaya tinggi dalam perencanaan termasuk biaya-biaya perizinan yang harus dikeluarkan. “Belum lagi uang-uang siluman yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi,” katanya.

Atas dasar itu, kata Ali, di tengah kondisi pasar yang terjadi, aturan LTV yang tengah digodok BI tak akan efektif. Malah semakin membuat bisnis perumahan lebih terpuruk. Ia berharap, BI tak terlalu cepat membuat aturan baik untuk tipe di bawah 70 meter persegi atau di atasnya tanpa sebelumnya memahami struktur pasar perumahan itu sendiri.

“Batasan luasan merupakan aturan yang seharusnya dihindari, karena dengan tipe rumah yang sama belum tentu memiliki harga rumah yang sama di setiap wilayah. Akan lebih baik bila aturan mengacu pada pembatasan harga rumah, termasuk untuk aturan yang membatasi KPR,” kata Ali.

Ketua Umum Real Estate Indonesia Setyo Maharso menilai rencana BI melarang KPR inden terhadap pembelian rumah kedua dan seterusnya kontraproduktif dengan melambatnya sektor properti akibat kondisi ekonomi yang tidak stabil. Apalagi jika dikaitkan dengan waktu berlakunya aturan tersebut.

“Waktunya kurang tepat (jika sesuai rencana diberlakukan akhir September). Mengingat tren pertumbuhan sektor properti diperkirakan juga mulai melambat akibat kondisi ekonomi kurang stabil, maka jika BI melakukan pengetatan untuk mengerem pertumbuhan properti malah kontraproduktif,” kata Setyo.

Tags:

Berita Terkait