BI Godok Aturan Sukuk Jangka Pendek
Utama

BI Godok Aturan Sukuk Jangka Pendek

Untuk mengembangkan pasar sukuk di Indonesia, BI berjanji akan terus berkoordinasi dengan OJK.

FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Bank Indonesia (BI) tengah menggodok peraturan mengenai sukuk jangka pendek. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, digodoknya aturan ini lantaran pasar syariah di Indonesia masih sangat rendah.

"Pasar syariah masih tipis sekali volume pasarnya," kata Mirza di kantornya, Senin (4/8).

Misalnya saja, untuk sektor perbankan pasar syariah masih di bawah lima persen. Untuk itu, harus terus dikembankan potensi ekonomi syariah di Indonesia. Angka ini jauh di bawah Malaysia yang pasar syariahnya mencapai 25-30 persen dari ekonomi mereka.

Aturan ini, lanjut Mirza, sebagai bentuk mengembangkan instrumen syariah di Indonesia. Menurutnya, pemerintah Indonesia termasuk negara yang cukup progresif dalam memanfaatkan pasar syariah. Hal ini terbukti dengan adanya instrumen berupa sukuk ritel dan sukuk biasa.

Namun, kata Mirza, pasar obligasi korporasi untuk sukuk di Indonesia masih rendah. Hal ini pula yang harus dikembangkan baik oleh pemerintah maupun regulator. "Memang harus dikembangkan terus," katanya.

Selama ini, pasar sukuk di Indonesia selalu ada. Namun, lantaran instrumennya yang kurang, jadinya terlihat sedikit yang menggunakan pasar sukuk. Menurutnya, agar penggunaan sukuk banyak diminati masyarakat, maka peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga diperlukan. Atas dasar itu, ia berjanji BI akan terus berkoordinasi dengan OJK dalam rangka mengembangkan pasar sukuk di Indonesia.

"BI harus sama-sama dengan OJK terkait issuer dan instrumennya," tutur Mirza.

Sebelumnya, OJK dan Islamic Development Bank (DB) berencana memperkuat sektor keuangan syariah dan mikro. Rencana tersebut akan dituangkan ke dalam pembiayaan dan bantuan teknis dari IDB kepada pemerintah Indonesia melalui Member Country Partnership Strategy (MCPS) Indonesia tahun 2011-2014.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, pengembangan keuangan syariah perlu dilakukan secara integratif antara sektor perbankan, pasar modal, industri keuangan non bank dan keuangan mikro syariah. "Dalam kerangka itu, OJK dan IDB memiliki program dan kapabilitas untuk membantu penyusunan blueprint tersebut," katanya.

Menurut Muliaman, untuk mengembangkan sektor jasa keuangan syariah Indonesia, setidaknya terdapat tiga tantangan yang segera direspon oleh pelaku jasa keuangan. Pertama, perlu adanya kemampuan dalam membuka akses jasa keuangan syariah secara lebih luas.

Tantangan kedua, lanjut Muliaman, perlu adanya kemampuan dalam melayani potensi peningkatan kelas menengah di Indonesia. Sedangkan tantangan ketiga, perlu adanya kemampuan dalam meningkatkan kontribusi riil sektor keuangan syariah terhadap kebutuhan perekonomian Indonesia secara aktual.
Tags:

Berita Terkait