BI Bisa Memberikan Sanksi kepada Usaha Bukan Bank
Berita

BI Bisa Memberikan Sanksi kepada Usaha Bukan Bank

Jakarta, hukumonline. Mereka yang hobi meminjam utang ke luar negeri tidak bisa lengah dan lalai lagi. Bank Indonesia (BI) mewajibkan bank, perusahaan bukan bank, atau perseorangan untuk melaporkan setiap utang luar negerinya. Mereka yang telat melaporkan, akan dikenakan sanksi denda Rp100.000 per hari.

Bam/APr
Bacaan 2 Menit
BI Bisa Memberikan Sanksi kepada Usaha Bukan Bank
Hukumonline

Bank Indonesia (BI) mengingatkan kepada setiap pihak yang memiliki utang luar negeri untuk menyampaikan laporan setiap utang luar negerinya. Sanksi administratif sudah disiapkan untuk mereka yang terlambat melaporkannya.

Peringatan itu disampaikan Kepala Biro Gubernur BI Halim Alamsyah, dalam siaran pers yang ditandatanganinya pada 9 September 2000. "Bank, Badan Usaha Bukan Bank, dan perorangan yang mempunyai utang luar negeri wajib menyampaikan laporan setiap utang luar negerinya kepada BI secara berkala, lengkap, benar, dan tepat waktu sesuai yang ditetapkan oleh BI," ujar Halim.

Kewajiban untuk menyampaikan laporan utang luar negeri itu tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 2/22/PBI/2000 tanggal 2 Oktober 2000 tentang Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri. PBI ini diterbitkan sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang (UU) No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar.

UU Nomor 24 Tahun 1999 itu memberikan wewenang kepada BI untuk meminta keterangan dan data mengenai kegiatan lalu lintas devisa yang dilakukan oleh penduduk. Sebelumnya, kewajiban pelaporan utang luar negeri itu diatur dalam Keppres No. 56 Tahun 1998 tentang Kewajiban Melaporkan Utang Luar Negeri Swasta, yang telah dicabut melalui Keppres No. 137 Tahun 2000 tanggal 28 September 2000.

Upaya pengendalian moneter

Pelaporan utang luar negeri, menurut Halim, merupakan salah satu upaya BI untuk meningkatkan keberhasilan pengendalian moneter. Alasannya, ungkap Halim, utang luar negeri merupakan salah satu komponen penting dalam penyusunan statistik neraca pembayaran, pengelolaan cadangan devisa, dan perumusan kebijakan moneter.

Dalam ketentuan Pasal 1 butir 6 PBI Nomor 2/22/PBI/2000 itu, utang luar negeri adalah utang penduduk kepada bukan penduduk, dalam valuta asing dan atau rupiah, berdasarkan perjanjian kredit (loan agreement), surat berharga, atau berdasarkan perjanjian lainnya seperti utang dagang, kecuali kewajiban bank dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito berjangka milik bukan penduduk.

Jumlah dan jangka waktu utang luar negeri yang wajib dilaporkan kepada BI itu  diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI). Laporan utang luar negeri yang telah disampaikan kepada BI ini, berdasarkan ketentuan Pasal 3 PBI Nomor 2/22/PBI/2000, bersifat rahasia.

Sanksi administratif

Bank, Badan Usaha Bukan Bank, dan perorangan yang terlambat menyampaikan laporan utang luar negerinya, menurut ketentuan Pasal 7 ayat 1 PBI Nomor 2/22/PBI/2000, dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp.100.000,- untuk setiap satu hari keterlambatan. Sanksi administratif itu diatur lebih lanjut pada ketentuan ayat (2), (3), dan (4) pasal yang sama.

Berdasarkan Pasal 7 ayat (2), apabila sampai dengan 6 bulan terhitung sejak batas akhir penyampaian, laporan belum disampaikan, atau jika utang luar negeri itu tidak dilaporkan kepada BI, maka dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 10 dari setiap jumlah utang, ditambah denda keterlambatan per harinya.

Sementara itu, berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (4) sanksi administratif berupa denda sebesar Rp1 juta dapat dikenakan jika laporan utang luar negeri yang disampaikan tidak lengkap dan atau tidak benar.

Kewenangan BI memberikan sanksi

Kewenangan BI memberikan sanksi administratif, termasuk kepada Badan Usaha Bukan Bank dan perorangan, tentunya dapat mengundang pertanyaan. Layakkah kewenangan itu diberikan kepada BI?. Bukankah BI merupakan lembaga otoritas yang mengawasi jalannya aktivitas perbankan?

Akan tetapi, memang UU Nomor 24 Tahun 1999 telah memberikan wewenang untuk itu. Di dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU tersebut diatur BI berwenang menetapkan sanksi administratif terhadap penduduk yang tidak memberikan keterangan dan data mengenai lalu lintas devisa yang dilakukannya. Di dalam ayat (2) pasal yang sama diatur sanksi administratif itu berupa  teguran tertulis, denda, atau pencabutan/pembatalan izin usaha.

Sementara istilah "penduduk" yang digunakan Pasal 7 ayat (1) di atas, berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir ke-3 UU Nomor 24 Tahun 1999, adalah orang, badan hukum, atau badan lainnya, yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya satu tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri.

Artinya, ketentuan itu tidak memberikan kewenangan kepada BI untuk meminta keterangan dan data, serta memberikan sanksi, terbatas pada bank. BI juga dapat memberikan sanksi kepada perusahaan non-bank yang terlambat melapor.

Tags: