BI Berharap Kebijakan Jokowi-JK Pro Reformasi Ekonomi
Berita

BI Berharap Kebijakan Jokowi-JK Pro Reformasi Ekonomi

Untuk kebijakan di bidang energi, pemerintah mendatang harus mencari energi tambahan selain minyak.

FAT/ANT
Bacaan 2 Menit
Mirza Adityaswara (paling kiri). Foto: SGP
Mirza Adityaswara (paling kiri). Foto: SGP
Bank Indonesia (BI) menaruh harapan besar terhadap pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Terlebih lagi mengenai tingginya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, berharap kebijakan pemerintahan Jokowi-JK pro reformasi ekonomi.

"Pemerintah sekarang atau yang akan datang harus mengirimkan pesan dengan kebijakan yang pro terhadap reformasi ekonomi," kata Mirza di Jakarta, Jumat (10/10).

Riza mencontohkan, untuk kebijakan di bidang energi, pemerintah mendatang harus mencari energi tambahan selain minyak. Kebijakan lain bisa berupa pengurangan impor bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan membuat budget APBN yang sehat. Alokasi subsidi yang besar bisa dikurangi dan dipakai untuk infrastruktur untuk membenahi ekonomi yang produktif dan kemandirian pangan.

Menurutnya, kebijakan-kebijakan pro reformasi ekonomi seperti ini harus segera dikeluarkan oleh pemerintah agar capital inflow atau aliran modal bisa masuk ke indonesia. "Ekonomi harus dikelola dengan prudent supaya capital inflow tetap masuk ke Indonesia," kata Mirza.

Sebelumnya, BI menduga adanya sikap pelaku investor yang menunggu hasil penyusunan kabinet Jokowi-JK. Susunan kabinet Jokowi-JK dinilai menjadi salah satu faktor domestik penyumbang lemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Selain mengenai hasil penyusunan kabinet, kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara, pelaku investor juga menunggu program kerja pemerintahan ke depan termasuk kebijakan penyesuaian BBM bersubsidi.

Ekonom DR Nugroho SBM sepakat kebijakan subsidi BBM perlu diutamakan oleh Jokowi-JK setelah dilantik. "Momentum yang pas mengumumkan pengurangan subsidi harga BBM, ya setelah Jokowi-Kalla dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI," ujar dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Diponegoro (FE Undip) itu.

Pengurangan subsidi harga BBM, menurut dia, akan selalu menjadi isu panas bagi presiden terpilih karena kebijakan menaikkan harga BBM nyaris tidak bisa dihindari di tengah membengkaknya subsidi energi yang hampir mencapai Rp300 triliun pada 2014-2015.

Di sisi yang sama, dikemukakannya, peningkatan konsumsi BBM dalam negeri tidak diikuti dengan kenaikan jumlah produksi minyak domestik yang pada tahun ini hanya ditargetkan sekitar 870.000 barel per hari, sedangkan konsumsi BBM pada 2014 bakal mencapai 48 juta kilo liter.

Oleh karena itu, Nugroho menyatakan, tidak ada pilihan bagi presiden terpilih kecuali mengurangi subsidi harga BBM dengan cara menaikkan harga minyak.

Masalahnya, menurut dia, berapa besaran kenaikan harga BBM itu ditetapkan, agar di satu sisi mampu menekan subsidi harga BBM, dan di sisi lain tidak terlalu memberatkan masyarakat dan mengganggu perekonomian nasional. "Saya kira kenaikan harga Rp500 per liter cukup realistis," katanya.

Langkah lain yang harus dilakukan pada saat menaikkan harga BBM adalah mengoptimalkan fungsi Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Selain itu, Jokowi-JK juga harus mampu menutup semua celah adanya ulah spekukan yang berhasrat mengambil keuntungan di luar batas wajar dari kebijakan subsidi BBM.

"Ini bisa dilakukan dengan penegakan hukum kepada penimbun barang yang ingin meraup keuntungan," ujar Nugroho.
Tags:

Berita Terkait