“Kami akan melakukan pemeriksaan ke seluruh bank, terutama fokusnya kepada manajemen anti fraud yang ada di bank, khususnya dalam proses sistem pembayaran,” ujar Halim di kantornya, Jumat (16/5).
Terkait kejadian pembobolan dana nasabah pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Halim juga angkat bicara. Menurutnya, strategi penangan anti fraud yang ada di bank-bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada dasarnya sudah cukup baik. Namun, pembobolan yang terjadi beberapa waktu lalu di Bank Mandiri tersebut merupakan risiko yang bisa terjadi kapan saja.
“Saya kira dia (Bank Mandiri) sangat responsif. Mereka sebetulnya lengkap. Tetapi masalahnya ini, yang namanya fraud itu kan tidak bisa diduga kapan terjadinya, risiko itu selalu ada,” tuturnya.
Ia mengatakan, perlu ada penanganan ekstra terhadap aksi pembobolan dana nasabah seperti itu. Menurutnya, metode pembobolan dana nasabah akhir-akhir ini, sebelumnya sudah pernah terjadi. Misalnya seperti menaruh kamera kecil di Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
“Itu yang memang perlu dicari langkah-langkah (penanganan), supaya hal-hal seperti itu tidak terjadi lagi,” katanya.
Terpisah, Deputi Komisioner Manajemen Strategis I Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lucky F Hadibrata, mengatakan otoritas telah memanggil Bank Mandiri terkait pembobolan dana nasabah yang terjadi beberapa waktu lalu tersebut. Menurutnya, dari hasil pertemuan, Bank Mandiri bersedia untuk melaporkan tindaklanjut penanganan recovery dana-dana nasabah yang dibobol tersebut kepada OJK.
“Mereka akan terus melaporkan kepada OJK,” kata Lucky kepada wartawan di kantornya.
Ia mengatakan, pengembalian dana yang menyangkut perlindungan nasabah memang ditekankan OJK terhadap Bank Mandiri terkait kasus ini. Ke depan, Lucky berharap, Bank Mandiri dapat lebih ekstra dalam menerapkan sistem keamanannya. Menurutnya, sistem keamanan yang baik merupakan tembok awal dalam mencegah terjadinya pembobolan dana nasabah.
Tumbuh
Terkait jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan nasional, Lucky mengatakan, hingga minggu pertama bulan Mei 2014 mengalami pertumbuhan. Menurutnya, DPK perbankan nasional mencapai Rp3674 triliun atau tumbuh sebesar 12,92 persen secara year on year.
Tapi jika dibandingkan dengan kuartal IV 2013, besaran DPK mengalami penurunan. Lucky mengatakan, penurunan ini disebabkan adanya pembayaran pajak dan pencairan dana konstruksi dari rekening pemerintah. “Pembayaran pajak cukup besar juga menguras DPK,” katanya.
Sedangkan dari total penyaluran kredit hingga minggu pertama bulan Mei 2014 mencapai Rp3364 triliun atau tumbuh 18,92 persen secara year on year. Menurut Lucky, angka pertumbuhan ini melampaui angka pertumbuhan perbankan nasional yang diperkirakan OJK sebesar 15-17 persen.