BI akan Diberi Wewenang Menyidik
RUU Perbankan Syariah

BI akan Diberi Wewenang Menyidik

Beberapa pasal masih mengandung celah besar. Kewenangan menyatakan halal haram masih menjadi perdebatan.

Ycb
Bacaan 2 Menit

 

Saat ini perbankan syariah mampu menghimpun dana Rp26,7 triliun. Total segitu memang masih setahi kuku pangsa pasar perbankan. Masih 1,5-1,7 persen dari total aset perbankan, ujar Siti. Namun, pertumbuhan bank syariah ini mencapai 80 persen tiap tahun. Artinya, perkembangan bank syariah memang dinamis sehingga membutuhkan payung hukum tersendiri.

 

RUU ini sebenarnya disusun atas inisiatif kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada 5 Januari lalu, Ketua Agung Laksono mengirimkan draft ini kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sebulan kemudian, Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra (kala itu) meneruskan draft tersebut kepada Menteri Keuangan, Menteri Agama, serta Menteri Hukum dan HAM. Hingga kini, pemerintah –dan BI– masih  belum rampung merespon draft tersebut.

 

Hal yang penting, RUU ini bakal memperbesar peran BI. Konsultan bisnis syariah kondang Adiwarman Azwar Karim, dalam sebuah paper, menjelaskan BI akan memperoleh dua jenis kewenangan.

 

Pertama, bank sentral ini ketiban kewenangan mengatur perbankan syariah, yang selama ini diampu oleh Majelis Ulama Indonesia (Pasal 32-34). Kedua, Burhanuddin Abdullah cs juga punya wewenang penyidikan, yang selama ini ditukangi oleh kepolisian dan pegawai negeri sipil (Pasal 56-58). Bahkan, seorang Gubernur BI berhak mencekal komisaris, direksi, atau karyawan bank syariah yang dicurigai pergi ke luar negeri.

 

Kabar baik lainnya, RUU ini menghindarkan produk murabahah dari dua kali pengenaan pajak (double taxation). Sudah lama para bankir berpeci meributkan pajak berganda pada produk ini. Anggota DPR yang sedang membahas RUU Perpajakan pun sudah oke. Komisi XI (Bidang Keuangan, Anggaran, dan Perbankan) sudah memahaminya kok, ujar Siti. 

 

Meski demikian, Adiwarman, Presiden Direktur Karim Business Consulting ini mengingatkan bakal UU ini justru tidak lazim dengan umumnya praktek perbankan syariah dan standar internasional yang berlaku.

 

Siti memang menyadari hal itu. Namun, Tak semua standar internasional cocok dengan kondisi Indonesia, belanya. Walhasil, RUU ini sedikit banyak mengandung celah atau kontroversi. Berikut beberapa lubang tersebut:

Tags: