BI: Perbankan Indonesia Belum Didominasi Asing
Berita

BI: Perbankan Indonesia Belum Didominasi Asing

Bank asing diharap tak hanya melakukan pembiayaan konsumtif, tapi menyasar ke kredit produktif dan UMKM.

FAT
Bacaan 2 Menit
Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Mulya E Siregar. Foto: SGP
Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Mulya E Siregar. Foto: SGP

Bank Indonesia (BI) membantah adanya dominasi asing di perbankan nasional. Menurut Direktur Eksekutif Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) BI, Mulya E Siregar, peran asing di perbankan nasional masih di bawah 50 persen.

"Itu belum jadi dominasi bank asing di Indonesia," katanya dalam sebuah seminar di Jakarta, Kamis (25/4).

Mulya menjelaskan, dari total kredit pada perbankan nasional, baik mencakup kepemilikan kantor cabang bank asing maupun bank umum, dengan kepemilikan asing memiliki 33 persen. Sisanya, sebesar 67 persen masih didominasi lokal. Begitu juga untuk total Dana Pihak Ketiga (DPK), asing hanya memiliki 34 persen dan lokal memiliki 66 persen.

Untuk total aset sendiri, asing memiliki 37 persen serta lokal 63 persen. Sedangkan pada modal intinya, asing memiliki 42 persen dan lokal sebanyak 58 persen. Angka ini diambil per Desember 2012. "Kalau kita lihat dari angka-angka yang saya sampaikan, total kredit, DPK dan modal. Kalau itu dikatakan sebagai dominasi bank asing, ya belum lah," kata Mulya.

Menurutnya, untuk menjaga keseimbangan kepemilikan, BI telah mengeluarkan aturan mengenai kepemilikan bank-bank umum. Dalam aturan tersebut, BI berharap agar asing dapat memberikan kontribusinya bagi perekonomian nasional. Salah satu yang ditekankan adalah, pembiayaan yang dilakukan asing diharapkan tak hanya pada pembiayaan konsumtif semata, melainkan juga kepada peningkatan kredit produktif serta Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

"Di situlah kita menyampaikan pesan kepada bank asing. Maksudnya jangan melakukan pembiayaan yang konsumtif saja. Diharapkan bantu UMKM," tutur Mulya.

Ia mengatakan, peningkatan kredit produktif serta UMKM ini ditujukan pada seluruh bank melalui ketentuan multilicense serta kewajiban penyaluran kredit UMKM. Menurut Mulya, dengan bank asing turut menyasar pembiayaan di level UMKM, diharapkan dapat memperbaiki perekonomian Indonesia ke depannya.

"Dengan begitu diharapkan ke depan, kontribusi bank asing terhadap ekonomi indonesia semakin meningkat," katanya.

Di tempat yang sama, Direktur Hukum dan Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Robertus Bilitea menyarankan agar pembahasan RUU Perbankan oleh pemerintah dan DPR menyinggung kerentanan bank-bank asing terhadap krisis global. Alasannya untuk mengantisipasi terjadinya krisis global yang dapat berdampak pada kantor cabang bank asing yang berada di Indonesia.

"Saat ini bank-bank asing yang ada di Indonesia sangat rentan terhadap krisis global, jika bank induk di luar terkena masalah, maka sangat berdampak pada cabangnya. Sehingga kalau ada bank yang sakit di Inggris akan berpengaruh ke Indonesia," kata Robertus.

Menurutnya, perlunya pembahasan kerentanan ini dalam RUU Perbankan agar Indonesia memiliki payung hukum yang kuat jika ke depannya terjadi krisis global. Karena, aset kantor cabang bank asing yang ada di Indonesia dapat dengan mudah ditarik apabila di negara asalnya tengah terjadi krisis.

Saat ini, kata Robertus, Amerika Serikat dan inggris telah memberlakukan UU untuk mencegah dampak masalah induk terhadap kantor cabang. Ia khawatir, jika persoalan ini tak diantisipasi oleh Indonesia, ke depannya dapat mempengaruhi sistem perbankan jika terjadi krisis global. "Maka kita perlu tiru kedua negara ini, karena jika bank asing terguncang maka akan mempengaruhi sistem perbankan kita," katanya.

Ia menjelaskan, hingga per Februari 2013, LPS melalui tim likuidasi telah melakukan likuidasi terhadap 48 bank gagal yang dicabut izin usahanya. Dari seluruh bank tersebut, 47 di antaranya adalah BPR, dan satu bank umum. Dari total tersebut, kata Robertus, sebanyak 36 bank telah selesai proses likuidasinya. Menurutnya, ada dua cara likuidasi bank yang dilakukan LPS.

"Pertama, penncairan aset dan atau penagihan piutang kepada para debitur dengan pembayaran kewajiban bank kepada para kreditur dari hasil pencairan dan atau penagihan tersebut. Kedua, pengalihan aset dan kewajiban bank kepada pihak lain," tutup Robertus.

Tags:

Berita Terkait