Berlaku Awal 2017, BI: Bank Domestik Mampu Penuhi Hedging
Berita

Berlaku Awal 2017, BI: Bank Domestik Mampu Penuhi Hedging

Alasannya karena relaksasi hedging bagi korporasi dan perbankan dalam negeri telah mulai diterapkan.

ANT/Fathan Qorib
Bacaan 2 Menit
Gubernur BI Agus Martowardojo. Foto: SGP
Gubernur BI Agus Martowardojo. Foto: SGP
Bank Indonesia (BI) meyakini perbankan domestik dapat memenuhi permintaan lindung nilai atau hedging korporasi di Indonesia, seiring pemberlakuan wajib hedging di dalam negeri sejak awal 2017. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, BI sejak 2014 sudah menelurkan sejumlah aturan untuk mengawal transisi, agar pemenuhan hedging korporasi dapat dilakukan sepenuhnya oleh bank domestik.

Misalnya, relaksasi hedging dengan diperbolehkannya transaksi call spread mulai Agustus 2016 yang dapat meringankan biaya hedging kepada korporasi. Sebelum ada ketentuan call spread, banyak korporasi memilih lindung nilai dengan produk call spread di luar negeri, karena biaya hedging lebih murah.

"Sudah ada kejelasan tentang bagaimana melakukan beberapa transaksi derivatif, call spread, itu akan membuat dalam negeri lebih siap," ujar Agus di Jakarta, Senin (19/9). (Baca Juga: Sambut Permen BUMN, BI Terbitkan Aturan Hedging)

Ia yakin, ketentuan call spread tersebut dapat membuat pasar hedging lebih kompetitif. Meski begitu, Agus menambahkan, saat pemberlakuan kewajiban hedging oleh bank domestik di awal 2017 nanti, BI masih memperbolehkan bank domestik bekerja sama dengan bank asing untuk memfasilitasi hedging.

"Mungkin di awal perbankan dalam negeri daam menyiapkan fasilitas, harus bekerja sama dengan asing dan itu tidak apa-apa. Namun, setelah itu di dalam negeri akan lebih siap kapabilitasnya," ujarnya.

Menurut data Bank Indonesia, jumlah perusahaan yang melaporkan Kegiatan Penerapan Prinsip Kehati-hatian (KPPK) atau hedging selama kuartal pertama tahun ini cukup besar. Jumlahnya mencapai 2.372 atau 93 persen dari total 2.540 perusahaan yang memiliki utang luar negeri (ULN) yang seharusnya melapor. Selain jumlah perusahaan yang banyak, nilai hedging juga meningkat menjadi AS$6,61 miliar per kuartal I 2016, dibanding periode sama tahun lalu sebesar AS$4,41 miliar.

Pokok-Pokok Pengaturan
Pada awal September lalu, BI menerbitkanPeraturan Bank Indonesia Nomor 18/18/PBI/2016 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Domestik. Melalui aturan itu,BI mewajibkan transaksi hedging dilakukan dengan bank-bank Tanah Air mulai awal 2017. (Baca Juga: Disepakati, Kerugian Hedging BUMN Bukan Kerugian Negara)

Aturan itu menyebutkan bahwa transaksi spot dan transaksi derivatif yang standar (plain vanilla) yang dilakukan bank dengan nasabah di atas jumlah tertentu (threshold) wajib memiliki underlying transaksi. Untuk transaksi spot sebesar AS$25 ribu atau ekuivalennya per bulan per nasabah. Sedangkan transaksi derivatif yang standar sebesar AS$100 ribuatau ekuivalennya per bulan per nasabah.

Selain itu, PBI juga mengatur mengenai transaksi structured product valuta asing terhadap rupiah berupa call spread option yang dapat digunakan sebagai instrumen hedging tapi wajib memiliki underlying transaksi. Jika bank melakukan transaksi structured product valuta asing terhadap rupiah berupa call spread option, bank wajib memenuhi prinsip kehati-hatian, termasuk mitigasi risiko.

Nominal transaksi structured product valuta asing terhadap rupiah berupa call spread option tidak melebihi nominal underlying transaksi. Untuk transaksi forward sebesar AS$5000 atau ekuivalennya per bulan per nasabah. Sedangkan transaksi option sebesar AS$1000 atau ekuivalennya per bulan per nasabah.

PBI ini berlaku sejak diundangkan, yakni pada 7 September 2016 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
Tags:

Berita Terkait