Berikan Hibah ke Mesir, Menkeu Izin ke Banggar
Berita

Berikan Hibah ke Mesir, Menkeu Izin ke Banggar

Agar ke depan tak jadi persoalan.

FAT
Bacaan 2 Menit
Suasana rapat antara Menteri Keuangan dengan Banggar DPR terkait pemberian dana hibah, Selasa (25/2). Foto: RES
Suasana rapat antara Menteri Keuangan dengan Banggar DPR terkait pemberian dana hibah, Selasa (25/2). Foto: RES
Pemerintah Indonesia berencana memberikan hibah AS$5,9 juta untuk pembangunan gedung asrama mahasiswa Indonesia di Universitas Al Azhar di Kairo Mesir dan pembangunan masjid di Washington DC, Amerika Serikat. Pemberian hibah ini dilakukan memperoleh persetujuan dari Badan Anggaran (Banggar) DPR.

"Dengan ini kita sepakati usulan pemerintah perihal pemberian hibah sebesar AS$5,9 juta tersebut," kata Ketua Banggar Ahmadi Noor Supit di Komplek Parlemen di Jakarta, Selasa (25/2).

Ahmadi mengatakan, pengajuan permohonan persetujuan pemberian hibah dari pemerintah ke DPR, lantaran hal ini belum termasuk dalam APBN 2014 yang pernah dibahas dewan dan pemerintah. Selain itu, pengajuan pemberian hibah ini perlu dilihat lagi aspek governance-nya agar ke depan tak ada persoalan.

"Biasanya setiap anggaran yang disepakati harus melalui proses pengajuan nota keuangan. Oleh karena itu, karena tidak termasuk dalam APBN 2014, makanya pemerintah mengajukan ini," katanya.

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, pengajuan persetujuan dana hibah ke DPR merupakan amanat dari Pasal 23 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Pasal 102 PP No. 45 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan APBN. "Makanya kami datang ke Banggar, untuk disetujui oleh DPR tentang hibah ini," katanya.

Dasar hukum lain adalah Keppres No. 8 Tahun 2014 dan Keppres No. 9 Tahun 2014 yang intinya mengenai pemberian bantuan kepada pemerintah atau lembaga asing. Untuk pembangunan gedung asrama mahasiswa Indonesia di Universitas AL Azhar sebesar AS$2,9 juta. Rencananya, akan dibangun enam gedung beserta satu dapur umum. Sedangkan pembangunan masjid di Indonesian Muslim Association in America (IMAAM) di Washington DC, sebesar AS$3 juta.

Anggota Banggar Dolfie OF Pailit mempertanyakan latar belakang pemberian hibah di kedua tempat tersebut. Menurutnya, mahasiswa Indonesia yang sekolah di luar negeri bukan hanya berada di Kairo saja, tapi di sejumlah negara lain juga banyak seperti Jerman, Cina hingga Australia.

Pertanyaan yang sama juga terkait pembangunan masjid. Menurutnya, di sejumlah negara lain juga banyak penduduk Indonesia yang beragam Islam yang bisa menerima bantuan dalam pembangunan masjid. “Apa nilai strategisnya, kenapa tidak di negara lain,” tanyanya.

Selain itu, Dolfie juga mempertanyakan anggaran hibah tersebut akan diambil dari alokasi yang mana. Menurutnya, tiap pos di APBN 2014 sudah ada peruntukannya masing-masing. “Seingat saya sudah ada peruntukannya, belanja lain-lain sudah ada peruntukannya. Apa tidak bisa di APBN perubahan?” tanyanya kembali.

Terkait pos anggaran, Chatib mengatakan, akan diambil dari pos anggaran kebutuhan mendesak. “Kalau disetujui, alokasinya akan diambil dari kebutuhan mendesak, hal ini sudah dibicarakan internal kami,” jawabnya.

Duta Besar Indonesia untuk Mesir, Nurfaizi Suhadi mengatakan, dipilihnya Universitas Al Azhar Kairo lantaran kampus tersebut sudah banyak mencetak lulusan mahasiswa Indonesia. Bahkan, mahasiswa Indonesia yang sekolah di Universitas Al azhar sejak puluhan tahun lalu sering memperoleh bantuan dari pemerintahan Mesir.

Bukan hanya itu, Mesir juga menjadi negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia. “Indonesia banyak menerima manfaat dari Al Azhar, tapi tahun sekitar Rp23,5 miliar bantuan dari Mesir diberikan kepada mahasiswa Indonesia, seperti sekolah gratis. Indonesia perlu berikan balas jasa,” ujar Nurfaizi.

Menurutnya, pemberian hibah ini juga bertujuan untuk meminimalisir munculnya mahasiswa Indonesia yang pahamnya berubah menjadi radikal. Alasannya karena Mesir merupakan negara yang moderat dan 1001 paham, sehingga jika mahasiswa Indonesia dibiarkan berada di luar asrama kampus, maka dikhawatirkan dapat menjadi teroris.


Bahkan, lanjut Nurfaizi, pengalaman dari terjadinya kerusuhan politik di negara Mesir beberapa waktu lalu, asrama menjadi jalan keluar untuk memudahkan evakuasi mahasiswa Indonesi yang berada di Mesir. Terlebih lagi, biaya evakuasi dalam kerusuhan tersebut sangat besar. “Kalau di dalam asrama aman dan mudah dievakuasi jika ada apa-apa. Sekali evakuasi biayanya Rp40 miliar,” katanya.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Nur Syam menambahkan, pengeboman World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat pada tahun 2011 lalu memicu anggapan bahwa Islam identik dengan teorisme. Atas adanya anggapan ini, pembangunan masjid di Wshington DC dapat membangun image di masyarakat dunia bahwa Islam Indonesia adalah Islam yang moderat.

“Beri penjelasan ke dunia bahwa Islam Indonesia tidak dipandang seperti yang selama ini. Kita akan memiliki nilai strategis, nilai luar biasa yang berpandangan Islam keras, tapi ternyata Islam Indonesia itu baik,” tutupnya.
Tags: