Berharap RUU Larangan Minuman Beralkohol Bisa Diproses Lebih Lanjut
Berita

Berharap RUU Larangan Minuman Beralkohol Bisa Diproses Lebih Lanjut

Perdebatan soal perlu atau tidaknya RUU Larangan Minuman Beralkohol bagi masyarakat perlu dilihat dari beragam aspek.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol) hingga kini belum mendapatkan kejelasan status pembahasan antara DPR dan pemerintah. Nampaknya, para pengusulnya harus mampu menyakinkan sejumlah fraksi partai lain agar memberikan persetujuan terhadap RUU Larangan Minuman Beralkohol, sehingga RUU Minol dapat disahkan menjadi usul insiatif DPR.

Salah satu pengusul RUU Larangan Minol, Muhammad Nasir Djamil mengatakan usulan terhadap RUU tersebut sejak 2013 silam. Berlanjut hingga 2015, namun kelanjutan pembahasan RUU tersebut mandek. Alasannya, terdapat perbedaan pandangan sikap dari sejumlah fraksi partai di DPR. Dia pun memaklumi adanya perbedaan pandangan fraksi lainnya terhadap RUU tersebut.

“Kita juga tidak saling menyalahkan, tidak saling memojokkan, tidak saling menyudutkan terkait gagalnya RUU ini disahkan dalam periode 5 tahun yang lalu,” ujar Nasir Djamil dalam diskusi bertajuk “Pro Kontra RUU Minol”, Selasa (24/11/2020). (Baca Juga: Catatan Ormas Keagamaan atas RUU Larangan Minuman Beralkohol)

Nah, saat ini semangat yang sama untuk meloloskan RUU ini dalam Prolegnas 2021 kembali bergulir. Melalui naskah akademik dan draf RUU yang disusun oleh sejumlah pengusul seperti Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP), F-PKS, dan satu orang anggota dewan dari Fraksi Gerindra mulai.

Sudah dua kali rapat digelar di ruang Baleg DPR dan terdapat dua catatan dari Baleg. Pertama, terkait dengan tujuan, kejelasan dari RUU Larangan Minol. Kedua, soal apakah RUU tersebut nantinya dapat diterapkan atau diaplikasi disejumlah daerah mengingat judul RUU mengunakan frasa “larangan”.

Para pengusul telah meminta agar Baleg membantu menyempurnakan naskah akademik dan draf RUU. Menurutnya, Baleg prinsipnya bakal berupaya membantu. Dia memastikan RUU tersebut berupaya mengatur peredaran dan penyalahgunaan minuman beralkohol. “Jadi, sebenarnya fokus ke pengendalian dan penyalahgunaannya,” ujarnya.

Dia membandingkan dengan narkoba yang diperuntukan bagi kepentingan medis. Menjadi salah, ketika narkotika disalahgunakan penggunaannya. Karena itu, penggunaan narkotika atau narkoba yang tidak sesuai peruntukannnya dapat dipidana. ”Yang kita atur pengendaliannya dalam mengkonsumsi minuman beralkohol itu, dan penyalahgunaan dalam peredaran minuman beralkohol agar tidak menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban di masyarakat,” ujarnya.

Anggota Komisi II DPR ini melanjutkan, soal teknis dalam RUU tersebut dapat didiskusikan lebih lanjut. Sebab RUU tersebut dalam tahap penyempurnaan setelah menggelar rapat dengan Baleg pekan lalu. Dia optimis RUU Larangan Minuman Beralkohol dapat diproses ke tahap-tahap berikutnya.

Menurutnya, permasalahan dalam RUU tersebut tak hanya mengatur aspek kesehatan, ketertiban dan keamanan, tapi juga soal ketenagakerjaan, perpajakan, dan dampak psikologis dari rancangan aturan tersebut. “Kami tidak ingin mengulangi kegagalan. Kami berusaha agar RUU ini bisa diterima ya dengan Kebhinneka Tunggal Ika ini. RUU ini di samping untuk mengakomodir kepentingan daerah yang telah membuat Perda terkait minuman beralkohol, juga ingin menjaga soal keamanan ketertiban.”

Melihat beragam aspek

Sementara Antropolog Universitas Indonesia, Raymond Michael menilai perdebatan soal perlu tidaknya RUU Larangan Minuman Beralkohol bagi masyarakat perlu dilihat dari beragam aspek. Namun, bila melihat rumusan naskah akademik maupun draf lama sudah tak relevan. Dia mengusulkan harus ada naskah akademik dan draf RUU yang baru. “Karena naskah akademik yang lama itu sudah gugur. Jadi kalau mau RUU baru, rancangan baru maka bikin naskah akademik yang baru dengan data-data,” kata dia.

Dia menilai berdasarkan data kesehatan, tak ada kematian dengan mengkonsumsi minuman beralkohol. Lain cerita bila mengkonsumsi minuman beralkohol hasil oplosan. Sebab, minuman alkohol oplosan sejatinya adalah racun. Dia meminta para pengusul RUU Larangan Minol mengumpulkan data secara holistik terlebih dahulu.

“Jadi mohon teman-teman anggota dewan jangan terburu-buru, kajilah lebih serius, lebih ilmiah, dari kedokteran juga cek alkohol berapa persen orang itu bisa dikatakan masuk dalam kondisi terpengaruh atau hilang kontrol terhadap pikiran dan fisiknya,” saran dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengingatkan seluruh alat kelengkapan DPR perlu mendalami usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol sesuai kapasitas masing-masing. Dasco berpandangan, walaupun aturan produksi minuman beralkohol sudah ada, namun pengusul dari anggota Baleg DPR mungkin ingin memperkuat lagi aturan tersebut, misalnya mengenai minuman impor agar dapat melindungi masyarakat.

“Sebenarnya kalau aturan terutama di daerah-daerah yang produksi (minuman beralkohol, red) itu kan sudah ada. Tapi ini yang menyangkut minuman impor, dan lain-lain, mungkin dirasa oleh pengusul belum kuat untuk melindungi masyarakat. Tapi nanti kita sama-sama lihat, karena hal seperti ini memang harus dikaji lebih dalam,” ujar Dasco kepada wartawan di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Jumat (13/11/2020) seperti dikutip Antara.

Dasco mengimbau pers agar tidak terlalu berlebihan menanggapi dinamika yang berkembang di masyarakat. Sebab, semua masukan ataupun penolakan dari masyarakat tentu akan menjadi perhatian Badan Legislasi DPR. Hal itu nantinya akan menentukan RUU Minuman Beralkohol bisa dimasukkan lagi ke program legislasi nasional atau tidak. "Kita lihat nanti sejauh mana. Apakah ini nanti bisa dimasukkan lagi ke prolegnas atau tidak," kata politisi Partai Gerindra ini.

Dasco mengakui RUU Minuman Beralkohol dulu pernah dibahas DPR periode sebelumnya, tapi baru tahap pembahasan. DPR periode sekarang, kata Dasco, RUU itu dimulai ulang lagi pembahasannya. Saat ini, kata dia, Baleg DPR masih tahap mendengar penjelasan pengusul (Fraksi PPP, Fraksi PKS, dan anggota Fraksi Gerindra). Setelah itu, Baleg DPR akan mengkaji lagi usulan ini. Sebelum menyerahkan ke pimpinan DPR untuk memutuskan, apakah RUU Larangan Minuman Beralkohol akan dibahas lebih lanjut atau tidak.

“Untuk periode yang sekarang, itu masih dalam tahap pemberian penjelasan dari pengusul ke Baleg. Jadi, dinamika yang berkembang di masyarakat, saya pikir tidak perlu berlebihan. Justru, ini dinamika dalam pembahasan RUU di DPR. Di mana penolakan ataupun masukan akan menjadi perhatian dari Baleg untuk lebih mencermati pembahasan dari usulan dari pengusul tersebut,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait