Berharap MK Mempertahankan Konstitusionalitas Sistem Proporsional Terbuka
Terbaru

Berharap MK Mempertahankan Konstitusionalitas Sistem Proporsional Terbuka

MK diminta tidak mengabulkan pengujian sejumlah pasal dalam UU Pemilu terkait konstitusionalitas sistem proporsional terbuka dalam pemilu.

Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Sementara, Pasal 420 huruf d UU Pemilu menyebutkan, “Nilai terbanyak pertama mendapat kursi pertama, nilai terbanyak kedua mendapat kursi kedua, nilai terbanyak ketiga mendapat kursi ketiga, dan seterusnya sampai jumlah kursi di daerah pemilihan habis terbagi”. Pasal 420 mengatur tata cara konversi suara menjadi kursi partai politik di satu daerah pemilihan dengan metode Sainte Lague.

Yakni, suara sah yang diperoleh setiap partai dibagi dengan bilangan ganjil mulai dari 1, 3, 5, 7 dan seterusnya. Perhitungan tersebut menjadi cara dalam menentukan apakah partai politik berhak mendapatkan alokasi kursi parlemen dan berapa jumlah kursi yang berhak diperoleh. Oleh karena itu, tentu berhak atau tidaknya partai politik mendapatkan kursi parlemen didasarkan pada nilai terbanyak hasil suara sah partai politik yang telah dibagi dengan angka 1, 3, 5, 7 dan seterusnya. “Bukan didasarkan pada nomor urut partai politik,” kata dia.

Bagi politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, para pemohon mengalami lompatan logika, terburu-buru, tidak cermat, tidak memahami alur pemilu hingga mengalami kekacauan pemahaman dari substansi aturan pembagian kursi kepada partai politik yang tiba-tiba lompat kepada siapa calon yang berhak menempati kursi tersebut. Menurutnya, menghapus Pasal 420 huruf d bakal menyebabkan kebuntuan dan kekacauan pemilu. Sebab, tak lagi ada aturan yang menjadi pedoman bagaimana membagi kursi parlemen kepada partai politik peserta pemilu di suatu daerah pemilihan.

“Dengan demikian, jika MK mengabulkan petitum para penggugat terhadap Pasal 420 huruf (c) dan (d), maka Pemilu 2024 mendatang tidak bisa menghasilkan kursi parlemen bagi semua partai politik peserta pemilu. Kacau, kan?”

Tapi, Lukman yakin sembilan hakim konstitusi memahami secara komprehensif seluruh petitum yang diajukan para pemohon dan akibat apa yang akan ditimbulkan bagi pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang bila dikabulkan. Oleh karena itu, MK diharapkan tak mengabulkan permohonan pemohon dalam petitumnya sebagian atau seluruhnya.

“Saya haqqul yakin, MK tidak akan mengabulkan sebagian atau keseluruhan dari petitum yang diajukan para pemohon. Dengan demikian, pelaksanaan Pemilu 2024 tetap akan menggunakan sistem proporsional terbuka,” katanya.

Seperti diketahui, ada empat orang dan dua kader partai politik menjadi pemohon perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 di MK. Mereka adalah Demas Brian Wicaksono (pengurus Partai PDI Perjuangan (PDI-P)), Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Para Pemohon mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) hutuf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini disampaikan Sururudin selaku kuasa hukum dalam sidang perdana perkara tersebut pada Rabu (23/11/2022) lalu.

Tags:

Berita Terkait