Berhadapan dengan AS dalam Ekstradisi Hambali
Hikmahanto Juwana

Berhadapan dengan AS dalam Ekstradisi Hambali

Pekan lalu berbagai media massa melansir tertangkapnya Hambali oleh aparat kepolisian Thailand yang bekerjasama dengan aparat dari AS. Kini, Hambali dikabarkan telah berada di AS, di suatu tempat yang dirahasiakan.

Bacaan 2 Menit
Berhadapan dengan AS dalam Ekstradisi Hambali
Hukumonline

 

Alasan lain bisa juga bersifat ekonomi. Negara pengirim menggunakan uang kotor sebagai penyangga perekonomian mereka. Untuk itu, para koruptor dan pelaku tindak pidana ekonomi perlu mendapat perlindungan dari kejaran proses hukum negara yang meminta ekstradisi.

 

Alasan lain untuk menolak ekstradisi adalah orang yang diminta untuk diekstradisi sedang menghadapi proses hukum di negara pengirim.Dalam kasus Hambali, alasan terakhir inilah yang sangat mungkin digunakan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk menolak permintaan ekstradisi Indonesia.

 

Selain itu, pemerintah AS bisa saja tidak merasa nyaman (comfortable) bila Hambali diserahkan ke Indonesia. Lolosnya Al-Ghozi dari pengawasan aparat di Filipina akan dijadikan alasan, mengingat hal demikian bukannya tidak mungkin terjadi di Indonesia. Disamping itu, lemahnya penegakan hukum di Indonesia bisa pula dijadikan alasan.

 

Sikap masyarakat AS yang kurang peka terhadap perbedaan Indonesia sebagai negara mayoritas muslim dengan Hambali yang menggunakan simbol-simbol Islam, juga akan menjadi dasar keengganan untuk mengirim Hambali.

 

Di sisi lain, secara politik Indonesia tidak mempunyai sarana penekan terhadap AS agar pemerintah AS mau mengekstradisi Hambali. Keadaan ini berbeda bila AS yang meminta seseorang untuk diekstradisi dari Indonesia. Ketergantungan ekonomi Indonesia bisa menjadi sarana penekan.

Hubungan internasional tidak pernah dijalankan sepenuhnya atas dasar hukum. Politik dan ekonomilah yang menjadi panglima sehingga hanya negara yang kuat akan keluar sebagai pemenang.

 

Kenyataan bahwa Hambali berada di AS, ditambah dengan adanya keinginan AS untuk melakukan proses hukum terhadap Hambali, serta ketiadaan sarana penekan yang dimiliki oleh Indonesia terhadap AS, maka sulit bagi Indonesia untuk berharap Hambali dapat diekstradisi. Tapi, pragamatisme ini tentunya tidak berarti Indonesia harus berdiam diri.

 

Pemerintah bisa meminta tiga hal kepada AS. Pertama, AS wajib—bukan sekedar mengijinkan—untuk memberi akses kepada aparat hukum Indonesia dalam menggali informasi sehubungan dengan aksi teror yang telah terjadi dan mungkin akan terjadi di Indonesia.

 

Kedua, pemerintah AS harus melakukan proses hukum terhadap Hambali secara transparan sehingga publik Indonesia tidak digelapkan dengan ketiadaan informasi. Untuk kepentingan publik Indonesia, kasus Al-Faruq tidak boleh terulang.

 

Terakhir, apabila Hambali ternyata menurut hukum Indonesia masih sah menjadi warga negara Indonesia, AS harus membolehkan perwakilan Indonesia untuk memastikan hak-hak Hambali terpenuhi. Hal ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap Kedutaan Besar AS sewaktu William Nessen diproses hukum di Indonesia.

 

Harus diakui, diekstradisi atau tidaknya Hambali, tidak bergantung pada permintaan Indonesia, melainkan sangat tergantung pada kehendak AS. Saat ini, AS tidak berkehendak untuk mengekstradisi Hambali ke Indonesia. Namun bisa saja pada suatu ketika AS justru berkehendak untuk mengirim Hambali ke Indonesia.

 

Ini akan terjadi apabila dari proses pemeriksaan terhadap Hambali ternyata tidak terdapat cukup dasar bagi pengadilan AS untuk mengadili Hambali. Tanpa permintaan ekstradisi dari Indonesia-pun, Hambali akan diserahkan oleh AS. Bahkan, Indonesia akan didesak untuk menerima Hambali dan melakukan proses hukum. Ini untuk memastikan agar Hambali tidak terlepas dari jeratan hukum karena alasan prosedural.

 

Sayang, kenyataan pahit ini harus ditelan oleh Indonesia bersamaan dengan hari kemerdekaannya yang ke-58. Dirgahayu Republik Indonesia.

 

Di Indonesia berkembang wacana perlunya pemerintah meminta AS agar Hambali diekstradisi. Berbagai alasan dikemukan mengapa Hambali perlu dibawa ke Indonesia.

 

Ekstradisi bukanlan isu hukum semata. Unsur politik dan ekonomi sangat mewarnai masalah ekstradisi. Secara hukum, seseorang bisa saja diminta untuk diekstradisi. Hanya saja, dikirim atau tidaknya orang yang diminta untuk diekstradisi akan sangat bergantung pada negara pengirim.

 

Negara pengirim mempunyai banyak alasan untuk tidak mengirim orang yang diminta untuk diekstradisi. Alasan yang dikemukakan  bisa saja bersifat politis. Misalnya, negara  pengirim merasa perlu melindungi orang yang diminta, mengingat alasan orang tersebut menjalani proses hukum di negaranya adalah  karena perbedaan sikap politiknya dengan pemerintah.

Halaman Selanjutnya:
Tags: