Berbagai Tantangan Pelaksanaan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia
Utama

Berbagai Tantangan Pelaksanaan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Indonesia

Seperti tingkat kepatuhan terhadap putusan arbitrase karena pihak yang kalah cenderung mengajukan gugatan ke pengadilan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Padahal mekanisme arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa salah satu tujuannya untuk memberi kemudahan kepada masyarakat terutama pelaku bisnis untuk menyelesaikan perselisihan secara efektif. Penyelesaian perselisihan di pengadilan relatif lama sehingga dinilai kurang efektif.

Selain itu ada pandangan dari kalangan praktisi yang menilai pengadilan tergolong mudah membatalkan putusan arbitrase. Menyikapi kritik itu Prof Takdir mengatakan kamar perdata MA melalui Surat Edaran Mahakamah Agung (SEMA) No.4 Tahun 2016 menyatakan jika perkara permohonan pembatalan putusan arbitrase ditolak maka tidak ada upaya hukum. Sebaliknya jika perkara itu dikabulkan pengadilan maka bisa dilakukan upaya hukum.

“Kebijakan yang diterbitkan MA ini demi penyelesaian sengketa bisnis yang sederhana, dan efisien melalui mekanisme arbitrase,” ujarnya.

Tantangan juga dihadapi dalam praktik mediasi, terutama di pengadilan. Prof Takdir, menghitung dari total perkara yang masuk hanya 5 persen yang ditangani melalui mekanisme mediasi. Presentase itu tergolong kecil dibandingkan negara lain seperti Australia yang mencapai 32 persen.

“Praktik mediasi di pengadilan dalam pelaksanaannya juga mengalami berbagai tantangan,” urainya.

Minimnya keinginan masyarakat untuk menggunakan mediasi karena dianggap menambah biaya penyelesaian perkara. Mengingat kebiasaan di masyarakat mediasi biasanya dilakukan oleh tokoh masyarakat, pemuka agama, dan lainnya yang selama ini bebas biaya. “Jadi salah satu tantangannya budaya masyarakat di Indonesia belum melihat mediator sebagai profesi yang layak untuk dihargai,” imbuhnya.

Hukumonline.com

Ketua Indonesian Academic and Practitioners Association of Arbitration & ADR, Prita Amalia. Foto: RES

Pada kesempatan yang sama Ketua Indonesian Academic and Practitioners Association of Arbitration & ADR (IAPAA-ADR) Prita Amalia, mengatakan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia semakin berkembang. Oleh karena itu kalangan akademisi dan praktisi membentuk wadah bersama yakni IAPAA-ADR.

“Organisasi ini untuk mengawal bagaimana perkembangan arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia,” ujar dosen FH Universitas Padjadjaran itu.

Wakil Dekan II FH UNPAD Maret Priyatna, menambahkan FH UNPAD menerapkan mata kuliah arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Mata kuliah itu masuk dalam kurikulum sejak 2018 dan berada di bawah naungan Departemen Hukum Bisnis, dan Transnasional FH UNPAD. Secara singkat arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa penting untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di masyarakat.

“Sehingga perkara yang ditangani pengadilan tidak terlalu banyak,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait