Beragam Usul Mahkamah Agung Untuk Rancangan KUHAP
Terbaru

Beragam Usul Mahkamah Agung Untuk Rancangan KUHAP

Mulai dari pengaturan kewenangan penuntutan oleh jaksa, persidangan elektronik, korporasi sebagai subjek hukum, pemaafan hakim, dan keadilan restoratif.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Hakim Agung, Yanto saat membacakan naskah pidato Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial, Suharto, dalam seminar bertema 'Hukum Acara Pidana Nasional:Penguatan Akses Keadilan dalam Rangka Menyongsong Pemberlakuan KUHP Nasional', Kamis (5/9/2024). Foto: HFW
Hakim Agung, Yanto saat membacakan naskah pidato Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial, Suharto, dalam seminar bertema 'Hukum Acara Pidana Nasional:Penguatan Akses Keadilan dalam Rangka Menyongsong Pemberlakuan KUHP Nasional', Kamis (5/9/2024). Foto: HFW

Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) masih belum rampung. Waktu yang tersisa bagi pemerintah dan DPR untuk menuntaskan RUU KUHAP sangat sempit, sebab masa keanggotaan DPR periode 2019-2024 akan berakhir Oktober 2024.

Berbagai pihak telah menyampaikan masukan terhadap revisi KUHAP, termasuk Mahkamah Agung (MA). Hakim Agung Kamar Pidana MA, Yanto, mengatakan UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP selama ini menjadi pedoman penegakan hukum pidana selama 43 tahun. Dalam kurun waktu tersebut sudah banyak perkembangan hukum acara pidana yang belum diakomodasi dalam KUHAP.

Selama ini perkembangan hukum acara itu dimuat dalam berbagai UU yang sifatnya sektoral. Seperti UU No.5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Perppu No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi UU. Kemudian UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan lainnya.

Hukum acara yang diatur antara lain soal penyadapan dalam UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dan diversi dalam UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Pengaturan hukum acara dalam UU sektoral itu menimbulkan kesan sistem peradilan pidana belum diatur secara holistik dan komprehensif. Perkembangan hukum acara pidana itu sepatutnya diatur dalam RUU KUHAP.

Baca juga:

Yanto menyebut beragam usulan MA terhadap substansi yang diatur dalam RUU KUHAP antara lain mempertegas pengaturan penuntutan yang menjadi kewenangan jaksa. Perlu disesuaikan dengan UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau yang disebut KUHP Nasional. Beleid itu menggeser paradigma hukum pidana dari sebelumnya bersifat retributif menjadi restoratif.

Ketika pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu, lingkungan pengadilan dituntut melakukan terobosan agar proses peradilan tak terhenti. KUHAP absen mengatur perihal pelaksanaan persidangan yang dilakukan secara daring. Alhasil MA menerbitkan Peraturan (Perma) No.4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.

Tags:

Berita Terkait