Beragam Tantangan Menjadi Mediator di Usia Muda
Berita

Beragam Tantangan Menjadi Mediator di Usia Muda

Tingkat kedewasaan psikologis yang tinggi sangat dituntut untuk bergelut dalam profesi ini.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Wendy mencontohkan, ketika kedua belah pihak berperkara, terkadang ada satu pihak yang berada dalam posisi dominan dan posisi sebaliknya bagi pihak lainnya. Tidak seimbangnya posisi kedua belah pihak saat itu merupakan tanggungjawab mediator untuk dapat membangun suasana imbang tanpa adanya dominasi.

 

“Karena hanya dengan begitu mereka akan terbuka satu sama lain tanpa adanya intimidasi ataupun perasaan terintimidasi,” ujarnya.

 

Ketiga, mediator harus mampu membuat para pihak nyaman dengan dirinya. Keempat, skill reframing, yakni skill untuk menghadapi para pihak yang mengeluarkan kata-kata kasar saat bermediasi.

 

(Baca Juga: Ini Kasus-kasus Pidana yang Bisa Dimediasi di Indonesia)

 

Di situ, mediator bisa mengendalikan emosi pihak tersebut dengan mengubah pola bahasa yang digunakan untuk menenangkan pihak yang sedang marah. “Misalnya, dengan mengatakan ‘ibu pasti merasa kecewa ya bu?, jadi kedekatan emosional dengan klien itu akan muncul dengan sendirinya,” kata Wendy mencontohkan.

 

Yang perlu ditanamkan dalam diri seorang mediator, lanjut Wendy, permasalahan tak boleh dipandang dengan pendekatan subjek/orang, melainkan harus dilihat fokus pada objek persoalan. Apa yang dibawa oleh para pihak akan cenderung terfokus pada subjeknya (kesalahan orang lain), bukan akar persoalannya.

 

Di situlah peran penting mediator untuk mengubah pola pola sudut pandang itu, sehingga persoalan dapat terselesaikan secara objektif tanpa menyudutkan atau membiarkan salah satu pihak tersudutkan.

 

“Selain itu, kita juga dilatih membuat rangkuman, membangun empati, bagaimana menahan diri agar tidak memberi solusi kepada para pihak dan tetap pada jalur mediator sebagai fasilitator dalam proses musyawarah dalam mediasi,” kata Wendy.

Tags:

Berita Terkait