Penerapan UU No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) belum berjalan maksimal. Sebab, dari hasil pantauan Tim Pengawas Tenaga Kerja Indonesia (Timwas TKI) banyak temuan dengan beragam macam persoalan dalam penempatan dan perlindungan pekerja migran di luar negeri. Karena itu, pemerintah diminta segera mengatasi berbagai persoalan yang dialami pekerja migran tersebut.
Permintaan ini disampaikan Ketua DPR Bambang Soesatyo di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (13/12). Karena itu, Timwas TKI memberikan sejumlah rekomendasi yang mesti diperhatikan dan dilaksanakan pemerintah. Diantaranya, mendorong pemerintah agar sesegera mungkin membentuk Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana dari UU PPMI.
“Aturan pelaksana itu menjadi kunci dalam penerapan UU PPMI (yang bisa mengatasi permasalahan yang terjadi,” ujar Bambang.
Ketua Timwas TKI Fahri Hamzah mengatakan ada empat hal hasil temuan tim. Pertama, perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI) secara umum seperti diatur UU PPMI belum terlaksana dengan baik. Masih banyak pekerja migran Indonesia yang tersandung masalah. Seperti, lemahnya kontrak kerja, ketidakjelasan sistem penggajian, minimnya perlindungan dalam beribadah, dan overcharging biaya penempatan.
Kedua, belum adanya peraturan pelaksana UU PPMI. Ketiadaan aturan pelaksana mengakibatkan minimnya koordinasi antar pemangku kepentingan dalam penanganan pekerja migran Indonesia yang bermasalah. Kemudian overlapping pelayanan dalam layanan terpadu satu atap, minimnya pembentukan Balai Latihan Kerja (BLK). “Dan masalah pendataan calon pekerja migran Indonesia,” ujar Fahri.
Ketiga, pembentukan layanan terpadu satu atap merupakan amanat UU 18/2017. Perintah pembentukan pelayanan terpadu satu atap diatur Pasal 38 UU PPMI. Persoalannya, kata Fahri, pembentukan layanan terpadu satu atap masih terkendala. Antara lain, terbatasnya jumlah sumber daya manusia dan anggaran pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan layanan terpadu satu atap ini.
Pasal 38 UU PPMI
|