Proses persidangan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 telah berakhir. Masing-masing pihak telah menyampaikan kesimpulan dan tambahan bukti kepada Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (16/4/2024) kemarin. Ketua Tim Hukum Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01 Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ari Yusuf Amir, menyebut inti kesimpulan antara lain mendalilkan telah terjadi pengkhianatan dan pelanggaran konstitusi serta asas bebas, jujur dan adil.
Berbagai ahli yang hadir dalam persidangan sangat jelas dan profesional menyebut peristiwa sebagaimana didalilkan dalam permohonan bisa dipertanggungjawabkan untuk dipertimbangkan Majelis MK. Dia mengaku puas terhadap proses pemeriksaan persidangan karena hakim konstitusi serius menangani perkara ini. Padahal, di awal ada keraguan proses persidangan ini akan fokus soal hasil, bukan substansi. Tapi dalam persidangan ternyata Mahkamah menggali substansi dan kualitas pemilu.
“Kami puas dengan proses persidangan ini dan tinggal ujungnya kita menanti hasilnya. Kami optimis dan yakin permohonan dikabulkan,” kata Ari Yusuf Amir di hadapan awak media di gedung MK, Selasa (16/2024) kemarin.
Baca Juga:
- Ini Amicus Curiae 303 Akademisi untuk Sengketa Pilpres di MK
- Tim Pengacara Prabowo-Gibran Sebut ‘Gugatan’ Paslon 01 dan 03 Cacat Formil
Anggota tim hukum Anies-Muhaimin lainnya, Heru Widodo, mengatakan dalam kesimpulan itu tim ikut melampirkan 35 bukti tambahan antara lain tentang pelanggaran persyaratan calon, penyalahgunaan bansos, netralitas kepala desa, dan persoalan IT. “Semua kami sertakan menjadi bagian tak terpisahkan dari kesimpulan yang kami sampaikan,” ujarnya.
Ketua Tim Hukum Capres-Cawapres nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Moch Mahfud MD, Todung Mulya Lubis, menyebutkan dalam kesimpulan memuat berbagai hal antara lain terjadi pelanggaran etika yang terjadi dengan kasat mata dimulai dari terbitnya Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023. Mengutip pernyataan salah satu ahli yang hadir di persidangan, Romo Franz Magnis Suseno, menyebut jelas proses pencalonan Gibran Rakabuming melanggar etik kategori berat.
Pelanggaran berikutnya nepotisme. Todung mengingatkan hukum positif yang berlaku di Indonesia melarang nepotisme. Tindakan yang dilakukan Presiden Joko Widodo mendorong anak dan menantunya sebagai bagian nepotisme, membangun dinasti kekuasaan yang secara jelas melanggar etika. Terjadi pula abuse of power yang terkoordinir dan terus terjadi di berbagai tempat. Terakhir, terjadi pelanggaran prosedural pemilu.