Beragam Persoalan yang Sering Terjadi dalam Pengadaan Alutsista
Berita

Beragam Persoalan yang Sering Terjadi dalam Pengadaan Alutsista

Antara lain alutsista yang dibeli tidak sesuai kebutuhan dan di bawah standar, cenderung membeli alutsista bekas, minim mekanisme transfer of technology, dan ada keterlibatan pihak ketiga (broker). Modernisasi alutsista jangan berpatokan kuantitas, tapi kualitas.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

Tapi ternyata setelah dibeli ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan agar pesawat itu bisa beroperasi. Tahun 2015 pesawat itu gagal take off dan terbakar. Hasil evaluasi TNI AU menunjukan beberapa pesawat F-16 itu mengalami kerusakan. “Modernisasi alutsista jangan berpatokan kuantitas, tapi kualitas. Jangan terbuai dengan peralatan hibah. Keamanan dan keselamatan prajurit harus menjadi perhatian utama,” ujar Diandra mengingatkan.

Kepala CIDE-PGSD Universitas Paramadina, Anton Aliabbas, menghitung anggaran sektor pertahanan dalam satu dekade naik sampai 250 persen. Tapi sayangnya kenaikan itu tidak otomatis meningkatkan kualitas pengadaan alutsista karena belanja pegawai paling besar menyedot anggaran hingga 2/3.

Kenaikan belanja pegawai itu tidak serta merta menaikan kesejahteraan prajurit. Presentase anggaran untuk alutsista trennya turun dari 2017 sebesar 15,9 persen menjadi 9,23 persen tahun 2018. Persoalan lainnya, sulit mengukur penggunaan anggaran pertahanan. “Pemerintah sering tidak transparan dalam membeli alutsista, terutama yang harganya mahal,” kata dia.

Anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin mengingatkan pemerintah dan DPR sepakat untuk menetapkan kebijakan Minimum Essential Force (MEF) dimana fase pertama sudah dimulai sejak 2014. MEF ini dibentuk mengacu potensi ancaman dan bagaimana standar penangkalan ancaman tersebut. Kebijakan ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan anggaran negara. Dia mencatat tahun 2009 anggaran yang disiapkan Rp80 triliun, dan sampai 2024 diperkirakan tidak lebih dari Rp150 triliun. Segala kebijakan pertahanan pemerintah, terutama pengadaan alutsista harus sesuai dengan kebijakan MEF.

Mengacu data intelijen, politisi PDIP itu memaparkan dalam 25 tahun ke depan tidak ada perang terbuka. Ini kesempatan Indonesia untuk melengkapi alutsista, sehingga siap jika nanti ada potensi perang terbuka. Dia mencatat banyak kerja sama yang dilakukan untuk modernisasi alutsista. Misalnya, kerja sama PT PAL dengan Korea Selatan untuk membuat kapal selam, yang targetnya Indonesia memiliki 6 unit.

Begitu pula dengan tank jenis medium. ada kerja sama dengan Turki dan Korea Selatan. Paling penting dalam pengadaan alutsista harus mengikuti ketentuan sebagaimana diatur UU No.16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. “Jika kita mengikuti UU No.16 Tahun 2012 ke depan kita bisa memproduksi seluruh alutsista,” katanya.

Tags:

Berita Terkait