Beragam Peristiwa HAM Sepanjang 2022
Kaleidoskop 2022

Beragam Peristiwa HAM Sepanjang 2022

Mulai dari pengepungan dan penangkapan warga desa Wadas yang menolak penambangan batu andesit, pembentukan tim PPHAM, hingga bebasnya terdakwa kasus pelanggaran HAM berat Paniai hingga persetujuan RUU KUHP menjadi UU.

Ady Thea DA
Bacaan 10 Menit

Tahun 2022 mencatatkan sejarah baru dalam proses penegakan hukum kasus pelanggaran HAM berat. Karena tahun ini aparat penegak hukum berhasil menggelar persidangan kasus pelanggaran HAM berat Paniai. Akhir Juli 2022 panitia seleksi calon hakim Ad Hoc Pengadilan HAM Tahun 2022 mengumumkan para calon yang lulus seleksi tahap akhir. Ada 8 calon hakim yang lolos dimana 4 hakim untuk pengadilan HAM tingkat pertama dan sisanya untuk pengadilan HAM tingkat banding.

Walau menyambut baik adanya proses hukum terhadap kasus pelanggaran HAM berat di tahun 2022, tapi kalangan masyarakat sipil menyoroti proses penyidikan yang dilakukan dalam perkara Paniai. Aparat dinilai tidak melibatkan keluarga korban, pendamping dan organisasi masyarakat sipil. Selain itu, hanya ada 1 tersangka yang ditetapkan dalam perkara tersebut. Kekhawatiran masyarakat sipil terhadap berjalannya proses persidangan yang tidak akan berjalan optimal itu akhirnya terbukti karena Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri Makasar membebaskan terdakwa pelanggaran HAM berat Paniai.

Tahun 2022 diperingati juga sebagai 38 tahun Indonesia meratifikasi konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan (Cedaw) melalui UU No.7 Tahun 1984 tertanggal 24 Juli 1984. Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan dalam rangka memperingati 38 tahun diratifikasinya Cedaw di Indonesia, Komnas Perempuan mengusung beberapa isu utama. Antara lain pengesahan UU No.12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang merupakan langkah maju mendorong penghapusan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.

“UU TPKS diharapkan dapat membenahi respon negara dalam memenuhi hak korban kekerasan seksual atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan,” ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani.

Lalu, kebijakan pemblokiran yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terhadap laman dan aplikasi yang belum melakukan pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) menuai sorotan publik. LBH Jakarta mencatat per 30 Juli 2022 Kominfo memblokir sedikitnya 8 laman dan aplikasi dengan lalu lintas tertinggi. Pemblokiran dilakukan dengan dalih tidak terdaftar resmi PSE Lingkup Privat sebagaimana Permenkominfo No.5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat.

Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menilai pemblokiran itu sebagai otoritarianisme yang memanfaatkan kuasa digital dalam rangka mengendalikan teknologi sebagai alat melindungi kepentingan (digital authoritarianism). Pemblokiran itu berdampak serius terhadap HAM, terutama hak untuk berkomunikasi serta memperoleh informasi, hak atas kebebasan berekspresi dan hak atas privasi.

“Permenkominfo No.5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat tidak memiliki legitimasi yang sesuai standar dan mekanisme pembatasan HAM,” kata Arif, Senin (1/8/2022) lalu.

Tags:

Berita Terkait