Beragam Kritik atas SKB Penanganan Radikalisme ASN
Utama

Beragam Kritik atas SKB Penanganan Radikalisme ASN

Mulai definisi radikalisme tidak kongkrit; berpotensi membungkam perlawanan rasional ASN terhadap praktik dan manifestasi korup para politisi; seolah meniadakan otoritas yang ada; hingga portal pengaduan ASN rentan fitnah dan dapat berujung sanksi tanpa memberi ruang bagi ASN memberi klarifikasi.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Haris melihat kritik ASN kerap muncul di berbagai ruang publik dan ini kemudian dibaca sebagai radikal oleh pemerintah. SKB ini juga berpotensi digunakan untuk membungkam perlawanan rasional ASN terhadap praktik dan manifestasi korup para politisi.

 

Dari sisi mekanisme, SKB ini bagi Haris seolah hendak meniadakan otoritas yang ada seperti Ombudsman RI, inspektorat jenderal di setiap kementerian/lembaga, dan Komisi ASN dengan cara membuat portal pengaduan dan bisa mengambil tindakan sepihak.

 

Menurut Haris, mekanisme pengaduan ini rentan fitnah dan dapat berujung sanksi. Sementara tidak ada ketentuan dalam SKB ini yang memberi ruang bagi ASN untuk memberi klarifikasi. “Ini seperti zaman ‘65, tuduhan yang membunuh kapasitas seseorang. Labeling! Situasi SKB ini ke depan menghancurkan bangunan rule of law dan konsep HAM yang diperjuangkan dalam konstitusi,” kritiknya.

 

Haris meminta pimpinan kementerian dan lembaga justru menunjukan kualitasnya untuk memastikan kesejahteraan serta keadilan bersama bagi para ASN. Menurutnya, para ASN harus diposisikan sebagai mitra, sehingga mereka memiliki sense of belonging bagi institusi dan programnya, bukan malah menakut-nakuti dengan label radikal seperti ini.

 

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menilai aturan seperti ini diperlukan karena ASN itu alat politik negara. Sebagai alat politik Negara, ASN harus menjalankan ideologi politik negara dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meski demikian, Beka mengingatkan agar pelaksanaan SKB ini jangan sampai represif dan tidak disalahgunakan. Meski SKB ini sifatnya mengatur internal, Beka mendorong masyarakat aktif mengawasi pelaksanaannya.

 

Beka berpendapat pelaksanaan SKB ini harus diawasi secara ketat, misalnya membuka ruang untuk kritik dan pengaduan atas dugaan penyalahgunaan praktik SKB ini. Jika ada ASN yang terjerat SKB ini, harus ada proses verifikasi dan klarifikasi dari ASN yang bersangkutan. Penjatuhan sanksi harus detail dan tidak rentan disalahgunakan.

 

“Jangan karena politik birokrasi, SKB ini disalahgunakan dan pelaksanaannya subjektif, jadinya like and dislike,” ujar Beka ketika dihubungi, Selasa (26/11/2019).

Tags:

Berita Terkait