Beragam Kesan Mendalam atas Wafatnya Mochtar Kusumaatmadja
Utama

Beragam Kesan Mendalam atas Wafatnya Mochtar Kusumaatmadja

Mochtar Kusumaatmadja layak diangkat menjadi Pahlawan Nasional karena jasa dan pengabdiannya yang luar biasa. Dia adalah akademisi, intelektual, teknokrat, dan diplomat yang telah menyumbangkan sesuatu yang sangat berarti bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit
Mochtar Kusumaatmadja. Foto: Hol
Mochtar Kusumaatmadja. Foto: Hol

Prof Mochtar Kusumaatmadja wafat pada Minggu (6/6/2021) kemarin sekitar pukul 09.00 WIB di RS Siloam Jakarta, dalam usia 92 tahun. Pada hari yang sama, ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, sekitar pukul 16.00 WIB. Wafatnya mantan Menteri Kehakiman, Menteri Luar Negeri era Orde Baru, mantan Dekan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (FH Unpad) sekaligus founding partner Kantor Hukum Mochtar, Karuwin, Komar (MKK) ini meninggalkan kesan mendalam bagi sejumlah tokoh hukum mengenang jasa almarhum.   

Pakar Hukum Tata Negara yang juga mantan Menteri Kehakiman Prof Yusril Ihza Mahendra menuliskan beberapa kesan-kesan mendalam dalam akun twitternya untuk mengenang jasa Prof Mochtar bagi bangsa ini. Yusril mengenang sosok Alm Mochtar sebagai orang yang ramah dan baik hati. “Ketika saya menjadi Menteri Kehakiman dan HAM, beliau beberapa kali datang ke Departemen Kehakiman di Kuningan. Beliau datang bersilaturrahmi sambil memberi banyak nasehat kepada saya yang yunior,” tulis Yusril dalam akun Twitternya.

Yusril mengakui semasa mahasiswa pernah mengikuti kuliah di FH UI dan membaca banyak buku-buku Mochtar yang sangat inspiratif. “Keahlian almarhum dalam hukum internasional, lebih khusus lagi hukum laut, sangat luar biasa. Gagasan wawasan Nusantara adalah gagasan beliau yang luar biasa,” kenang Yusril. (Baca Juga: Mantan Menlu Hingga Pendiri Kantor Hukum MKK, Mochtar Kusumaatmadja Tutup Usia)

Dia ingat betul ketika menjadi Menteri Kehakiman dan Menlu beliau gigih memperjuangkan gagasan wawasan Nusantara itu di forum internasional, sehingga akhirnya menjadi spirit pengaturan UN Convention of the Law of the Sea (UNCLOS). Dengan UNCLOS negara kita diakui dunia sebagai negara kepulauan.

“Laut antara dua pulau adalah teritori kita berapapun jaraknya. Pengaturan tentang Zona Ekonomi Ekslusif 200 mil memperluas kewenangan kita di laut. Utang budi bangsa kita kepada Pak Mochtar dan juga pendahulu beliau Ir H Djuanda mengenai masalah ini tak akan terbayar selamanya,” sebut Yusril.

Setelah wafat, kata Yusril, sangat layak Prof Mochtar diangkat menjadi Pahlawan Nasional karena jasa dan pengabdiannya yang luar biasa. Beliau adalah akademisi, intelektual, teknokrat, dan diplomat yang telah menyumbangkan sesuatu yang sangat berarti bagi kemajuan bangsa kita.

“Saya sangat banyak belajar kepada guru saya Prof Mochtar Kusumaatmadja. Sebagai pejabat negara, Pak Mochtar tetap berpikir dan bekerja dilandasi semangat akademik dan intelektual yang tinggi. Dengan begitu, pejabat tak asal bicara dan mengambil keputusan asal-asalan.”

Selamat jalan Pak Mochtar. “Saya tak kan pernah lupa kebaikan Pak Mochtar kepada saya. Semoga amal kebajikan Pak Mochtar diterima Allah SWT dan diampuni segala kekhilafannya. Allahummaghfirlahu warhamhu wa'afihi wa'fu 'anhu,” tutupnya. 

The living legend

Guru Besar Hukum Internasional FH UI Prof Hikmahanto Juwana menerangkan Prof Mochtar lulus Meester in de Rechten (Sarjana Hukum plus) dari Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan UI pada tahun 1955. Karir Mochtar Kusumaatmadja muda melejit ketika diminta pemerintah untuk mengembangkan konsep negara kepulauan (archipelagic states) yang pada tahun 1957 yang dideklarasikan Perdana Menteri Djuanda. 

“Semenjak itu beliau aktif menghadiri berbagai konferensi hukum laut untuk meyakinkan banyak pakar dan perwakilan negara atas konsep negara kepulauan,” ujar Prof Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya yang diterima Hukumonline.  

Perjuangan beliau membuahkan hasil dengan diterimanya konsep negara kepulauan (archipelagic states) dalam Konvensi Hukum Laut 1982. Dia menilai Prof Mochtar di masanya dikenal sebagai the living legend untuk berbagai konsep dalam Konvensi Hukum Laut 1982. Selain sebagai akademisi, Mochtar juga pernah menduduki birokrasi Universitas dengan menduduki jabatan puncak sebagai Rektor Universitas Padjadjaran.  

“Beliau pun mendirikan sebuah firma hukum yang sangat prestisius dengan rekan-rekannya dengan nama Mochtar, Karuwin, dan Komar (MKK),” kata Hikmahanto.

Pada masa pemerintahan Soeharto, Prof Mochtar dipercaya menjadi Menteri Kehakiman untuk satu periode (1973-1978). Kemudian dipercaya untuk menjadi Menteri Luar Negeri untuk dua periode (1978-1988). “Saat menjadi Menteri Luar Negeri beliau sangat piawai dan sangat disegani oleh banyak negara dan tokoh pemerintahan.” 

Pasca menjadi Menlu, Prof Mochtar dipercaya sebagai anggota International Law Commission Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertugas merumuskan norma-norma dalam hukum internasional. Ia juga dipercaya untuk menjadi Ketua Komisi Perbatasan Iraq dan Kuwait. Bahkan Prof Mochtar dipercaya oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Ketua Konsorsium Ilmu Hukum.

“Saya sendiri pernah menjadi mentee (orang yang dibimbing) Prof Mochtar selama 1 tahun lebih saat baru selesai program strata 2 di Jepang. Beliau banyak memberi nasihat kepada saya tidak saja untuk menjadi akademisi yang mumpuni dan berintegritas, tetapi juga dalam menjalani kehidupan,” tulisnya.  

“Prof Mochtar berpesan pada saya untuk benar-benar memanfaatkan hidup yang hanya sekali dengan membuat rencana. Beliau membagi rencana kehidupan menjadi 5 fase,” lanjutnya.  

Fase pertama, hingga usia 25 tahun yaitu mendapatkan pendidikan yang terbaik dan setinggi-tingginya sesuai kemampuan. Fase kedua, fase menunjukkan kepada banyak pihak bahwa seseorang mampu untuk mengerjakan berbagai tugas yang diberikan, bahkan dengan hasil yang di luar ekspektasi pemberi kerja. 

“Dua fase ini penting untuk memasuki fase ketiga yaitu seseorang harus membangun jaringan ke berbagai pihak untuk dikenal. Di tiga fase ini beliau berpesan untuk tidak memikirkan uang. Uang penting namun bukan tujuan.”  

Fase keempat, saat manusia menginjak usia 40 yaitu fase cash in program. Di fase ini seseorang akan mendapat hasil finansial karena memiliki pendidikan, kemampuan untuk mengerjakan tugas serta jaringan yang luas. “Beliau mengatakan tanpa perlu dikejar, uang justru yang akan mengejar kita,” kata dia.  

Fase kelima, fase untuk memikirkan generasi mendatang. Beliau berpesan jangan pernah kita selfish memikirkan diri sendiri tanpa melakukan regenerasi seolah tanpa kita dunia akan runtuh. “Dalam fase terakhir dalam kehidupan beliau, saya menghayati betul nasihat beliau dan melaksanakannya. Saya bersyukur Prof Mochtar merupakan salah satu guru besar yang menjadikan saya seperti saat ini,” kenangnya.

“Hari ini saya kehilangan sosok yang saya kagumi dan menjadi panutan. Saya mendoakan agar Prof Mochtar dibukakan surga firdaus oleh Allah SWT seraya selalu berjanji untuk meneruskan nasihat beliau ke generasi muda.”

Pegiat Hukum Mas Achmad Santosa merasa kehilangan dan menyampaikan duka yang mendalam atas meninggal Mochtar Kusumaatmadja. “Selamat jalan tokoh hukum laut internasional kita, birokrat jujur, diplomat, dan ilmuwan hukum kawakan,” ujar Mas Achmad Santosa dalam pesan singkatnya kepada Hukumonline(Baca Juga: MKK dan Sentuhan Pertama Advokat Asing di Indonesia)

Dia mengingatkan laut Indonesia seluas 6,4 juta Km2 termasuk Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) karena diakuinya Deklarasi Djuanda 1957 dalam UNCLOS yang mengakui konsep “negara kepulauan (archipelagic state)”. Sebab, Ordonansi yang dibuat Pemerintah Belanda tahun 1939 menetapkan pulau-pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya. Setiap pulau hanya mempunyai laut sejauh 3 mil dari garis pantai, sehingga ordonansi ini membatasi laut teritorial Indonesia.    

“Pak Mochtar tidak lama setelah menyelesaikan studi LL.M di FH Universitas Yale dengan predikat cumlaude di tahun 1956, kembali ke RI membantu Perdana Menteri Djuanda untuk mengkonsep deklarasi ini,” kata dia.

Lalu, di setiap forum internasional diperjuangkan oleh Indonesia antara lain oleh Mochtar Kusumaatmadja. Baru pada tahun 1982 diakui konsep Djuanda ini dalam UNCLOS (COP III) di Jenewa. “Pengakuan konsep ini kemenangan luar biasa lewat pemikiran intelektual nasionalistik yang kuat dari Djuanda dan Mochtar Kusumaatmadja, menjadikan Indonesia sebagai negara maritim dan one of the world largest ocean nations," kata pria yang akrab disapa Ota ini. 

Menurutnya, dengan adanya konsep archipelagic state ini, ZEE bisa diukur dari garis archipelagic baseline. Archipelagic State ini tercantum dalam Part IV UNCLOS, Pasal 46-54. Indonesia saat ini memiliki kedaulatan (sovereignty) atas 6,4 juta Km2 laut teritorial termasuk ZEE. "Kalau tidak ada archipelagic baseline, ZEE kita tidak akan seluas seperti sekarang ini. "Selamat jalan Pak Mochtar, istirahatlah dengan tenang,” kata CEO Indonesia Ocean Justice Initiative ini.

Tags:

Berita Terkait