Beragam Kebijakan dan Capaian MA Sepanjang Tahun 2020
Utama

Beragam Kebijakan dan Capaian MA Sepanjang Tahun 2020

Mulai menerbitkan SEMA terkait kondisi darurat akibat pandemi Covid-19 agar pelayanan publik tetap berjalan dan hasil pleno kamar 2020; menerbitkan lima Perma, penanganan perkara, hingga pengawasan dan penjatuhan sanksi aparatur peradilan.

Aida Mardatillah
Bacaan 8 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES

Sebagai bentuk akuntabilitas, Mahkamah Agung (MA) menggelar acara Refleksi Akhir Tahun 2020. Acara yang dihadiri seluruh pimpinan MA dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, MA menyampaikan kinerjanya sepanjang tahun 2020, mulai penanganan perkara, pengawasan hakim, kebijakan MA, hingga beberapa penghargaan yang diraihnya.  

Mengawali pidatonya, Ketua MA M. Syarifuddin mengatakan pandemi Covid-19 menjadi ujian sangat berat di masa kepemimpinan sebagai Ketua MA. Hampir setahun wabah pandemi Covid-19 telah memporakporandakan tatanan kehidupan manusia. Dua Hakim Agung yaitu Maruap Dohmatiga Pasaribu dan Prof Dudu Duswara Machmudin, serta Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah meninggal dunia setelah sebelumnya terkonfirmasi positif Covid-19.

Berdasarkan data yang diunggah pada situs corona.mahkamahagung.go.id, per tanggal 29 Desember 2020, jumlah aparatur peradilan yang dirawat di rumah sakit akibat terpapar Covid-19 sebanyak 213 orang; yang melakukan isolasi mandiri sebanyak 862 orang; yang telah dinyatakan sembuh sebanyak 402 orang; dan yang meninggal dunia sebanyak 15 orang.

Kita tentu prihatin, terlebih hakim dan aparatur peradilan yang meninggal dunia adalah putra-putra terbaik yang dimiliki MA dan badan peradilan di bawahnya. Kita tidak bisa melawan takdir Tuhan. Tetapi, kita wajib berikhtiar, berusaha mencegah agar korban tidak terus bertambah,” ujar M. Syarifuddin saat menyampaikan Refleksi Akhir Tahun MA Tahun 2020 di Gedung MA Jakarta, Rabu (30/12/2020). (Baca Juga: Sepanjang 2020, MA ‘Cetak’ Empat Kebjakan Terkait Penanganan Perkara)

Meski begitu, pandemi Covid-19 menjadi tantangan memaksimalkan kesiapan menyongsong era modernisasi peradilan melalui penerapan sistem peradilan elektronik. Sebab, peradilan elektronik menjadi solusi saat pandemi Covid-19. Sistem persidangan secara virtual dapat meminimalisasi pertemuan fisik antara aparatur peradilan dan para pencari keadilan.

“Pandemi Covid-19 menjadi ujian yang sangat berat di awal masa kepemimpinan saya sebagai Ketua MA (30 April 2020, red) sekaligus menjadi tantangan memaksimalkan kesiapan lembaga peradilan menyongsong era modernisasi. Sekarang saatnya membuktikan kepada publik bahwa lembaga peradilan siap dan mampu menerapkan sistem peradilan elektronik sebagai wujud peradilan modern,” kata M. Syarifuddin.  

Untuk itu, MA telah menerbitkan beberapa regulasi dalam rangka merespons kondisi darurat akibat pandemi Covid-19 untuk memastikan pelayanan publik tetap berjalan dengan baik dengan menerapkan standar protokol kesehatan yang ketat.  

  1. SEMA Nomor 1 Tahun 2020 sebagaimana telah empat kali diubah terakhir dengan SEMA Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Selama Masa Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Lingkungan MA dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya. SEMA ini mengatur mekanime pelayanan di masa pandemi Covid-19 dengan mengacu kepada Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 19 Tahun 2020 dengan menerapkan sistem pembagian pelaksanaan tugas melalui work from home (WFH) dan work from office (WFO).
  1. SEMA Nomor 6 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja di Lingkungan MA dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya Dalam Tatanan Normal Baru. SEMA tersebut mengatur tentang penyesuaian sistem kerja pada tatanan normal baru (new normal) dalam rangka menyesuaikan dengan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 58 Tahun 2020.
  1. SEMA Nomor 8 Tahun 2020 sebagaimana telah diubah dengan SEMA Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pengaturan Jam Kerja dalam Tatanan Normal Baru pada MA dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya untuk Wilayah Jabodetabek dan Wilayah dengan Status Zona Merah Covid-19. SEMA ini mengatur tentang pembagian jam kerja bagi yang berada di wilayah Zona Merah ke dalam dua shift yaitu masing-masing 50% dari jumlah total pegawai dan aparatur peradilan untuk menghindari kerumunan dan pertemuan fisik di kalangan pegawai dan aparatur peradilan dalam jumlah yang besar.

“Beberapa regulasi itu diterbitkan mengatur mekanisme pelaksanaan tugas dan pemberian layanan di masa pandemi Covid-19 sekaligus melindungi keselamatan aparatur peradilan dan para pencari keadilan yang sedang berproses di pengadilan sebagaimana asas Salus Populi Suprema Lex Esto, keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi,” lanjut Syarifuddin.

Selain itu, MA menerbitkan SEMA Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2020 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. SEMA ini merupakan hasil rumusan kamar terbaru pada tahun 2020 yang berisi tentang kesepakatan menyangkut permasalahan-permasalahan hukum baru dan revisi terhadap kesepakatan rapat pleno terdahulu berdasarkan kasus-kasus hukum terbaru.  

Mendukung terwujudnya Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) di lingkungan MA dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya, MA telah menerbitkan SEMA Nomor 7 Tahun 2020 tentang Larangan Pungutan Terkait Pelantikan dan Pembiayaan Kegiatan Dinas Lainnya. SEMA ini diharapkan tidak ada lagi pungutan-pungutan yang dapat memberatkan aparatur peradilan yang dilantik dan pembebanan biaya kepada Satker-Satker di daerah yang menjadi tempat tujuan kunjungan kedinasan.

Sepanjang 2020, MA telah menerbitkan regulasi dalam bentuk Perma sebagai berikut:

1. Perma Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  

Perma ini untuk mengurangi disparitas pemidanaan terhadap Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena disparitas dalam penjatuhan pidana terhadap perkara-perkara yang memiliki karakteristik permasalahan hukum yang sama, dapat menimbulkan ketidakadilan, sedangkan ruhnya keadilan adalah keseimbangan dan proporsionalitas.

Penting untuk digarisbawahi bahwa pedoman pemidanaan dalam Perma Nomor 1 Tahun 2020 tidak bertujuan untuk membatasi kemerdekaan dan kemandirian para hakim dalam menjatuhkan putusan karena kemerdekaan dan kemandirian merupakan prinsip utama dalam fungsi kekuasaan kehakiman.

Pedoman pemidanaan ini dibuat untuk membantu para hakim menentukan pemidanaan berdasarkan parameter-parameter yang wajib dipertimbangkan oleh hakim sebelum menjatuhkan putusan. Karena itu, pedoman pemidanaan ini sesungguhnya memberikan tuntunan kepada para hakim untuk lebih cermat dan komprehensif dalam membuat pertimbangan putusan.

2. Perma Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Pengadilan.  

Perma tersebut diterbitkan sebagai tindak lanjut dari kenaikan kelas pada beberapa pengadilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama.

3. Perma Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan MA dan Badan Peradilan yang berada di Bawahnya.

Perma tersebut merupakan tindak lanjut atas Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2020 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan MA dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya.

4. Perma Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik.

Perma tersebut merupakan implementasi dari agenda Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 yang mana pada periodisasi lima tahunan ketiga merupakan fase peradilan elektronik atau e-Court. Syarifuddin menerangkan sistem peradilan elektronik telah dimulai sejak tahun 2018 untuk perkara perdata, perkara perdata agama, perkara tata usaha militer, dan perkara tata usaha negara dengan penerbitan Perma Nomor 3 Tahun 2018. Kemudian disempurnakan dengan Perma Nomor 1 Tahun 2019 dengan memasukan fitur e-Litigasi.

Untuk mengantisipasi kondisi kedaruratan akibat Covid-19, MA melalui Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum mengeluarkan Surat Edaran Dirjen Badilum Nomor 379/DJU/PS.00/3/2020 tanggal 27 Maret 2020 yang mengizinkan persidangan perkara pidana dapat dilakukan secara jarak jauh atau teleconference.

Lalu, MA menandatangani kerja sama dengan Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan HAM tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference pada tanggal 13 April 2020 yang tujuannya memperlancar koordinasi terkait pelaksanaan persidangan perkara pidana secara teleconference. Pada 29 September 2020, MA menerbitkan Perma Nomor 4 Tahun 2020 yang sekaligus menjadi payung hukum pelaksanaan sidang perkara pidana, perkara pidana militer, dan perkara jinayat secara elektronik.

5. Perma Nomor 5 Tahun 2020 sebagaimana diubah dengan Perma Nomor 6 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Kemanan dalam Lingkungan Pengadilan.

Perma tersebut untuk mengatur tata tertib persidangan dan dalam rangka melindungi para hakim, aparatur peradilan dan para pencari keadilan yang berada di lingkungan pengadilan. Perma ini juga sebagai respons atas banyaknya tindakan penyerangan terhadap hakim dan aparatur peradilan dalam proses persidangan. Belakangan ini marak opini di media, Perma tersebut MA melarang pengambilan foto dan rekaman dalam proses persidangan.

“Mohon dicatat teman-teman jurnalis semua, tidak ada satu pun ketentuan yang menyebutkan pelarangan untuk pengambilan foto dan rekaman dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Yang benar pengaturan bagi yang akan mengambil foto atau rekaman saat berlangsungnya persidangan untuk meminta izin terlebih dulu kepada Hakim/Ketua Majelis yang menyidangkan perkaranya,” kata Syarifuddin.

MA tidak melarang untuk mengambil foto atau rekaman dalam persidangan yang terbuka untuk umum, sepanjang tidak mengganggu ketertiban dalam proses persidangan. Karena jika persidangan terganggu yang akan dirugikan adalah para pencari keadilan. “Saya pastikan sekali lagi, tidak ada pelarangan pengambilan foto dan rekaman, baik audio maupun visual di persidangan sepanjang bukan dalam perkara yang ditentukan undang-undang dilakukan secara tertutup dan senantiasa menjaga ketertiban di ruang sidang.”

Penanganan perkara dan pengawasan

Di bidang penanganan perkara, MA sampai dengan 30 Desember 2020 telah berhasil memutus perkara sebanyak 20.550 dari jumlah beban perkara tahun 2020 sebanyak 20.749 perkara atau sebesar 99,04%. Jumlah sisa perkara sampai dengan tanggal 30 Desember 2020 tercatat sebanyak 199 perkara, jumlah tersebut masih bisa berubah karena sampai dengan saat ini masih ada yang bersidang.

“Capaian ini menunjukan peningkatan kinerja penanganan perkara di MA yang luar biasa dalam suasana pandemi mekanisme kerja diatur sedemikian rupa, sehingga hanya 50% yang menjalankan tugas di kantor. Sedangkan jumlah Hakim Agung terus berkurang, khususnya Hakim Agung pada Kamar Pidana, sebelumnya berjumlah 18 orang. Saat ini hanya tinggal 11 orang, sementara jumlah perkara yang masuk (tahun 2020) ke MA meningkat 6% dari perkara yang masuk di tahun 2019 yang berjumlah 19.369 perkara,” paparnya.  

Jumlah sisa perkara tahun 2020 tersebut merupakan rekor baru dalam jumlah sisa perkara terkecil sepanjang sejarah berdirinya MA, melampaui jumlah sisa perkara tahun lalu yaitu sebanyak 217 perkara. “Atas capaian dan prestasi yang luar biasa tersebut, saya menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada segenap Pimpinan, Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc serta semua pihak yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan perkara.”

Di bidang pengawasan dan penegakan disiplin aparatur selama tahun 2020, Badan Pengawasan MA telah menerima pengaduan sebanyak 3.512 pengaduan. Dari jumlah itu, sebanyak 1.684 telah selesai diproses, sedangkan sisanya sebanyak 1.828 pengaduan masih dalam proses penanganan. Sepanjang tahun 2020, MA bersama-sama dengan Komisi Yudisial telah menggelar sidang Majelis Kehormatam Hakim (MKH) sebanyak satu kali dengan hasil akhir hukuman disiplin berupa sanksi berat Hakim Non Palu selama 2 tahun.

Menyangkut surat rekomendasi penjatuhan sanksi disiplin yang berasal dari KY yang diajukan ke MA pada tahun 2020 berjumlah 52 rekomendasi, Sebanyak 11 rekomendasi telah ditindaklanjuti dengan penjatuhan sanksi. Sebanyak 41 rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti berdasarkan alasan 39 rekomendasi terkait dengan teknis yudisial dan 2 rekomendasi karena terlapor sudah lebih dulu dijatuhi sanksi oleh MA.

“Saya berharap kepada rekan-rekan jurnalis sebagai representasi publik untuk dapat berpartisipasi aktif mengawasi kinerja aparatur peradilan dengan tetap menjaga kehormatan dan kemandirian lembaga peradilan. Sebagai insan, sudah semestinya memiliki tanggung jawab untuk turut meluruskan isu-isu negatif terkait MA dan Badan Peradilan di Bawahnya dengan pemberitaan yang akurat, proporsional, dan akuntabel,” harapnya.  

Namun demikian, jumlah dan jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan kepada hakim dan aparatur peradilan termasuk rekomendasi dari Komisi Yudisial dalam periode tahun 2020 sebanyak 161 hukuman disiplin yang terdiri dari hukuman berat, hukuman sedang, dan hukuman ringan dengan rincian sebagai berikut:

• Hakim dan Hakim Ad Hoc sebanyak 97 sanksi yang terdiri dari 9 sanksi berat, 20 sanksi sedang, dan 68 sanksi ringan.

• Pejabat teknis yang terdiri dari Panitera, Panitera Muda, Panitera Pengganti, Juru Sita dan Juru Sita Pengganti sebanyak 43 sanksi yang terdiri dari 10 sanksi berat, 4 sanksi sedang, dan 29 sanksi ringan.

• Pejabat struktural dan pejabat kesekretariatan sebanyak 8 sanksi yang terdiri dari 1 sanksi berat, 2 sanksi sedang, dan 5 sanksi ringan.

• Staf dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) sebanyak 13 sanksi yang terdiri dari 10 sanksi berat, 1 sanksi sedang, dan 2 sanksi ringan.

Tags:

Berita Terkait