Bencana Ekologi di Indonesia Makin Dekat
Berita

Bencana Ekologi di Indonesia Makin Dekat

Penerapan sistem ekonomi kapitalistik sebab utama ancaman tersebut.

Inu
Bacaan 2 Menit

 

Lembaga itu mencatat, saat ini 42,96 juta hektare (ha) setara 21 persen dari total luas daratan Indonesia telah negara izinkan untuk kegiatan eksplorasi pertambangan. Lalu, untuk perkebunan kelapa sawit, dari rencana 26.710.800 ha telah terealisasi 9.091.277 ha. Alih fungsi ekosistem rawa gambut seluas 3.145.182 ha. Bahkan, sungai-sungai kecil telah diubah menjadi areal kebun sawit dan ditimbun oleh aktivitas korporasi hingga tidak berfungsi.

 

Tercatat, kerusakan hutan bertambah seiring lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) No.2 Tahun 2008 tentang Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Pembangunan Diluar Kegiatan Kehutanan.

 

Sedangkan catatan mengenai konflik akibat pengelolaan hutan terus berlangsung karena pemukiman dan desa-desa definitif diklaim masuk dalam kawasan hutan. Data penggiat lingkungan hidup, ada 19.420 desa dari 32 provinsi, dan desa yang ada dalam kawasan hutan lindung sebanyak 6,243 desa, di dalam hutan konservasi 2.270 desa. Kemudian, desa di dalam hutan produksi terbatas sebanyak 12.211, lalu di dalam Hutan Produksi Konservasi (HPK) ada 3.838.

 

Catatan Walhi, pada 2009 setidaknya ada 127 kasus konflik terkait kehutanan. Jika diurai, sebanyak 38 konflik perkebunan dan konflik pertambangan mencapai 120. Tahun berikutnya, atau 2010, konflik kehutanan mencapai 79 kasus dan terkait perkebunan sawit mencapai 170 kasus.

 

Kemudian, korban dalam dua tahun terakhir terkait konflik perkebunan dan kehutanan mencapai 12 orang meninggal. Sebanyak 21 orang luka tembak dan 69 orang warga desa ditahan sebagai buntut konflik.

 

Walhi menyatakan, konflik makin meningkat tajam seiring dengan terjadinya ketimpangan tajam dalam struktur peguasaan sumber-sumber agraria. Ditengarai karena lahirnya UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasalnya, UU ini menyatakan penguasaan lahan dalam bentuk HGU selama 95 tahun, sedangkan UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria hanya 30 tahun. Hak Guna Bangunan dari 20 tahun menjadi 80 tahun lalu hak pakai dari 10 tahun menjadi 70 tahun.

 

Rekan Berry, Haliza Halim menyatakan akibat penerapan sistem ekonomi kapitalistik menimbulkan tiga hal. Pertama, maraknya pelanggaran HAM dan sulit ditangani. Kemudian, munculnya utang luar negeri, dan ketiga adanya korupsi.

 

Kesemuanya, jika tak ditangani pemerintah secara cepat, dikhawatirkan akan berujung pada bencana ekologis. Solusi dari itu, lanjut Haliza, pemerintah seharusnya menerapkan sistem ekonomi seperti diamanatkan Pasal 33 UU Dasar 1945. “Walhi mendesak pemerintah menerapkan sistem ekonomi berdasarkan konstitusi,” tandasnya.

Tags: