​​​​​​​Benang Merah 12 Putusan Mahkamah Agung Terpilih Tahun 2017
Landmark Decisions MA 2017

​​​​​​​Benang Merah 12 Putusan Mahkamah Agung Terpilih Tahun 2017

Sepanjang tahun 2017, Mahkamah Agung memutuskan 12.289 perkara tingkat kasasi dan 4.048 perkara tingkat peninjauan kembali.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

‘Setiap hakim bercita-cita mencapai puncak tertinggi karier. Puncak tertinggi karier hakim adalah hakim agung. Namun hanya hakim yang profesional yang berpeluang menjadi hakim agung’ Kalimat ini datang dari Sunarto, Ketua Kamar Pengawasan Mahkamah Agung’ dalam diskusi ‘Sinergi dalam Mencari Sosok Ideal Hakim Agung Indonesia’ di Komisi Yudisial, Kamis (22/3) lalu.

 

Dari hakim profesional akan lahir putusan-putusan bermutu. Dan putusan bermutu itu tak harus datang dari seorang hakim agung. Seorang hakim yang benar-benar mempertimbangkan perkara menggunakan bukti, akal sehat, dan hati nurani, selalu berpeluang melahirkan suatu putusan yang berkualitas. Namun, putusan berkualitas tak mengandung arti bebas dari kritik orang lain. Dari kondisi itulah Sunarto menilai pertimbangan legal bukan satu-satunya ukuran. Kini, legitimasi masyarakat juga menentukan putusan.

 

Tentu saja, suatu putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sudah sah dan mempunyai kekuatan mengikat tanpa mendapat persetujuan masyarakat. Putusan adalah produk hakim, umumnya majelis, yang disusun setelah mempertimbangkan bukti dan fakta persidangan. Di tingkat Mahkamah Agung, hakim mempertimbangkan apakah hukum sudah diterapkan dengan benar atau belum. Jika judex facti tidak menerapkan hukum secara benar, ada peluang suatu putusan dikoreksi. Bahkan, putusan hakim tingkat kasasi pun sangat mungkin dikoreksi oleh majelis hakim tingkat peninjauan kembali.

 

Jumlah putusan yang dihasilkan Mahkamah Agung untuk semua lingkungan peradilan sepanjang tahun 2017 mencapai 12.289 perkara tingkat kasasi, dan 4.048 perkara tingkat peninjauan kembali (PK). Masih ada 1.207 perkara kasasi dan 167 PK yang belum diputus hingga memasuki tahun 2018. Jika dikalkulasi, 12 putusan terpilih itu hanya sedikit dari  total putusan kasasi dan PK yang dijatuhkan Mahkamah Agung pada tahun 2017. 

 

Dari putusan-putusan itulah dipilih 12 putusan terpilih atau landmark decisions. Dalam kamus Black’s Law Dictionary (2004: 895) landmark decisions diartikan sebagai ‘a judicial decision that significantly  changes existing law’. Suatu putusan masuk kategori landmark, jika putusan itu mengubah hukum yang ada secara signifikan.

 

Baca:

 

Ke-12 putusan dipublikasikan Mahkamah Agung bersamaan dengan Laporan Tahunan Tahun 2017, dan menjadi bagian dari laporan tersebut. Pilihan terhadap 12 putusan sudah melalui saringan dari masing-masing kamar di Mahkamah Agung dan disusun oleh sebuah tim bentukan Ketua Mahkamah Agung. Tim inilah yang bertugas menyusun narasi putusan yang bertujuan untuk pengembangan hukum.

 

Pengamat hukum yang juga akademisi Universitas Bina Nusantara, Shidarta, berpendapat tak sembarang putusan bisa langsung dikategorikan sebagai yurisprudensi apalagi landmark decisions. Putusan yang bagus harus sering diapresiasi dan hakim-hakim lain mengikuti dan mengutipnya sebagai landasan memutus perkara sejenis. Misalnya, putusan tentang perbuatan melawan hukum, yang dikenal Arrest Lindenbaum Cohen, terus menerus dikutip hakim dan ahli sehingga menjadi landmark decision sejak zaman Hindia Belanda hingga sekarang. Tabel 12 Putusan Terpilih MA Tahun 2017:

 

Masalah

Tautan Putusan

Ketenagakerjaan

Kedutaan Besar Asing Tunduk pada Hukum Ketenagakerjaan Indonesia.

Tanggung jawab pidana pengendali perseroan

Bukan Pengurus Perseroan Tak Berarti Lepas dari Jerat Hukum.

Kewenangan  mengajukan gugatan atas nama pemegang obligasi

Hati-Hati Membeli Obligasi Jika Tak Mau Rugi.

Titik taut putusan PTUN dengan perkara perdata

Dokter Wajib Jelaskan Risiko Tindakan Medis kepada Pasien.

Prinsip kehati-hatian dalam perbankan

Beginilah Risiko Menjadikan Surat Pernyataan Sebagai Jaminan.

Hak pihak ketiga yang berkepentingan dalam eksekusi lahan

Pengakuan Hakim atas Perlawanan Pihak Ketiga dalam Eksekusi.

Lembaga Fiktif Positif dalam lingkungan PTUN

Begini Cara Hakim Menambal Kelemahan Lembaga Fiktif Positif.

Pengajuan PK Kedua

Terbukti Novum Palsu, Bisa Menjadi Dasar Pengajuan PK Kedua.

Penggunaan mata uang rupiah

Jangan Asal Minta Ganti Rugi Pakai Dolar.

Status ‘pencurian’ atas harta bersama

Hilangnya Delik Pencurian di Karangsalam.

Wasiat

Wasiat Ayah yang Dibatalkan Hakim.

Pembongkaran bangunan

Hakim Kukuhkan Prinsip Umum Pembongkaran Bangunan.

Sumber: Diolah tim riset hukumonline.

 

Dari 12 putusan terpilih MA Tahun 2017, ada 7 putusan pada tingkat kasasi dan 5 putusan tingkat PK. Meskipun jumlahnya lebih sedikit dibanding kasasi, upaya hukum PK ternyata bisa saja berhasil dan kaidah hukum dalam pertimbangannya layak dikutip hakim lain. Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman memang menyatakan bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan PK oleh para pihak ke Mahkamah Agung jika ada hal-hal atau keadaan tertentu yang ditentukan undang-undang.

 

Pasal 263 ayat (2) KUHAP menjabarkan apa saja alasan mengajukan PK dalam perkara pidana. Pertama, jika terdapat keadaan baru (novum) yang menimbulkan dugaan kuat bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari semua tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan. Kedua, jika dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan sebagai putusan yang dinyatakan telah terbukti itu ternyata telah bertentangan satu sama lain. Ketiga, jika putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

 

Novum memang menjadi salah satu alasan untuk bisa mengajukan PK. Tetapi ada kalanya, novum yang diajukan tak lagi diperiksa otentikasinya atau keabsahannya sehingga keadilan bisa terganggu akibat putusan hakim. Meluruskan keadilan itu pula yang ditunjukkan dalam putusan Mahkamah Agung No. 154PK/TUN/2016 mengenai perkara pertanahan. Jika di kemudian hari terbukti novum yang dijadikan sebagai bukti baru di peradilan umum terbukti palsu, putusan peradilan umum itu dapat dijadikan dasar untuk mengajukan PK kedua.

 

Dalam perkara lain, putusan MA No. 175PK/TUN/2016, Mahkamah Agung melakukan penerobosan hukum secara signifikan terhadap upaya hukum atas permohonan fiktif positif. Seharusnya tidak ada upaya hukum atas putusan PTUN mengenai permohonan fiktif positif, tetapi dalam kasus ini majelis hakim PK mengabulkan PK demi apa yang disebut majelis sebagai corrective justice. Majelis menganggap keadilan korektif ini adalah sarana untuk mengoreksi putusan yang sudah final dan mengikat jika ternyata ada kekhilafan yang nyata judex facti.

 

Nilai-nilai keadilan itu pula yang ditunjukkan majelis ketika memutus sengketa wasiat dan ekonomi syariah. Dalam kasus wasiat, putusan MA No. 558K/Ag/2017, majelis menekankan pentingnya persetujuan ahli waris lain. Pewasiat tak bisa begitu saja menyerahkan pengurusan harta kepada satu orang ahli waris yang lebih disukai tanpa persetujuan ahli waris lain. Demikian pula dalam perjanjian akad musyarakah, putusan Mahkamah Agung No. 624K/Ag/2017 mengindikasikan bahwa nasabah tak selalu salah dalam akad. Bisa jadi, kekuranghati-hatian terjadi di pihak bank. Majelis membagi tanggung jawab para pihak secara adil atas resiko bisnis berdasarkan prinsip akad musyarakah.

 

Keadilan ditunjukkan majelis dalam perkara pidana ketika seorang mantan suami dituduh mencuri motor padahal kendaraan roda dua itu adalah harta bersama, dan dalam prosesnya motor itu menjadi bagian si suami. Hakim Mahkamah Agung dalam putusan No. 209 K/Pid/2016, menyatakan tuduhan itu tak berdasar dan terdakwa harus dilepaskan dari semua tuntutan hukum.

 

Baca juga:

 

Namun dalam beberapa kasus, Mahkamah Agung terkesan mengedepankan kepastian hukum. Misalnya dalam kasus pembongkaran bangunan, perlawanan terhadap eksekusi pengadilan, implikasi putusan PTUN terhadap perkara perdata, penggunaan mata uang rupiah dalam transaksi atau pembebanan kewajiban di Indonesia, dan kepastian siapa yang mewakili para pemegang obligasi di luar dan di dalam pengadilan. Kepastian penerapan Undang-Undang nasional bukan hanya tampak pada sikap dan dukungan majelis atas UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dalam putusan No. 158PK/Pdt/2016, tetapi juga terhadap UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam putusan Mahkamah Agung No. 376K/Pdt.Sus-PHI/2013. Putusan ini menegaskan Kedutaan Besar negara sahabat tunduk pada UU Ketenagakerjaan Indonesia.

 

Kepastian dan keadilan adalah dua dari tiga elemen dasar hukum yang seringkali berkelindan dalam pertimbangan majelis hakim. Sebagian orang percaya bahwa jika ada pertentangan antara keadilan dan kepastian hukum, maka keadilanlah yang harus dikedepankan.

Tags:

Berita Terkait