Belum Menjawab Berbagai Masalah
Undang-Undang Energi

Belum Menjawab Berbagai Masalah

Undang-Undang ini lahir setelah adanya berbagai undang-undang energi sektoral.

Ycb
Bacaan 2 Menit

 

Koordinator Jaringan Tambang (Jatam) Siti Maimunah tak heran jika lahirnya UU ini bakal tumpang tindih dengan UU energi sektoral lainnya. Itu bukan hal yang baru. Yang lebih penting, lanjut Mai, peraturan energi yang ada kudu menjawab tiga problem. Yakni, keselamatan warga, keamanan produktivitas bidang lainnya, serta keberlanjutan kekayaan alam.

 

Alvin yang dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) ini menolak jika UU Energi bakal bertabrakan dengan UU lainnya. Tidak bersilangan karena UU Energi hanya mengatur garis besar kebijakan. Secara rinci akan diatur oleh masing-masing ketentuan.

 

Justru argumen Alvin tak nyambung dengan pandangan Kurtubi. Dengan lahirnya UU ini, Kurtubi meminta pemerintah mencabut semua UU sektoral. Tak mungkin sebuah UU memayungi sejumlah UU lainnya karena derajat peraturannya selevel.

 

Daerah juga harus menanggung subsidi

UU Energi ini juga mengatur pemerintah daerah juga ikut menomboki subsidi energi (Pasal 7). kurtubi menanggapi minor klausul tersebut. Sudah rumusnya subsidi dibahas terpusat oleh Pemerintah dan DPR dalam perumusan APBN.

 

Menurut Kurtubi, keterlibatan daerah menyangga subsidi bakal menimbulkan kesimpangsiuran baru. Misalnya mobil dari Jawa Timur beli BBM di pom bensin Jawa Tengah. Apakah mau membeli bensin dengan harga yang berbeda? Mengingat juga kemampuan tiap daerah tidak sama? cecar Kurtubi. Kurtubi menjelaskan, mekanisme subsidi seharusnya tetap diatur secara terpusat supaya adil dalam menentukan harga energi -BBM, misalnya.

 

Mai, panggilan akrab Maimunah, senada dengan Kurtubi. Menurut Mai, mekanisme pembagian jatah kewajiban subsidi antar Pemda sangat rumit. Kenyataannya, daerah penghasil energi justru kekurangan pasokan, ungkapnya dari balik telepon (18/7).

 

Mai memberi contoh Kalimantan Selatan. Daerah penghasil batubara ini justru hanya menikmati 2% produksi. Sekitar 70% diekspor ke 14 negara, sisanya mayoritas untuk Sumatra, Jawa, Bali. Baru  untuk Kalimantan sendiri.

Halaman Selanjutnya:
Tags: