Belum Ada Urgensi Kebijakan Konversi Kompor Listrik
Terbaru

Belum Ada Urgensi Kebijakan Konversi Kompor Listrik

Karena belum tepat peruntukannya dan kesiapan instrumen pendukungnya pun belum matang.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah mewacanakan program konversi kompor elpiji beralih ke kompor listrik menuai polemik. Kendati belum diputuskan bakal ditempuh kebijakan tersebut, namun pemerintah diminta uji coba serta menyerap masukan dari kalangan masyarakat. Sebab, kondisi masyarakat satu daerah dengan lainnya memiliki perbedaan.

Dosen Hukum Administrasi dan Kebijakan Publik Fakultas Hukum (FH) Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan pemerintah sebelum menempuh kebijakan konversi elpiji ke kompor listrik perlu melakukan uji coba ke publik, serta membuktikan melalui kompor listrik bagi masyarakat dapat jauh lebih hemat ketimbang menggunakan kompor berbahan elpiji.

“Saya ingin melihat apakah menggunakan kompor gas lebih mahal dari listrik, artinya teori cost benefit,” ujarnya melalui keterangannya, Senin (26/9/2022).  

Dia mengaku turun ke lapangan sebagai upaya mengetahui masukan masyarakat. Hasilnya, kata Trubus, belum terdapat urgensi mengkonversi elpiji ke kompor listrik. Menurutnya, kebijakan yang diinginkan pemerintah dengan mengkonversi elpiji ke kompor listrik perlu dikritisi. Sebab, kebijakan pemerintah tersebut ternyata tidak tepat peruntukannya. “Artinya kebijakan konversi tidak ada urgensi,” lanjutnya.

Menurut pria yang juga pengamat di bidang kebijakan publik itu menilai pemerintah belum melakukan komunikasi dengan masyarakat kalangan menengah ke bawah atas rencana kebijakan tersebut. Masalah lainnya, infrastruktur pendukung dalam penerapan kebijakan konversi elpiji ke kompor listrik pun belum siap.

Padahal, dalam penerapan sebuah kebijakan berbagai instrumen infrastruktur perlu disiapkan secara matang. Seperti ketika kompor listrik mengalami kendala, perlu memiliki tempat service yang disiapkan di berbagai titik. Begitu pula mesti memodifikasi sesuai dengan daya listrik yang digunakan masing-masing masyarakat. Sebab, kemampuan setiap rumah tangga berbeda dalam penggunaan daya listrik. Selain itu, perlu kolaborasi dengan para pabrikan agar menjadi lebih sederhana. “Apalagi keluhan di masyarakat listrik sering mati.”

Pemerintah memang belum bakal memberlakukan konversi elpiji 3 kilogram menjadi kompor listrik induksi di 2022. Tapi bagi Trubus, kebijakan tersebut tak akan terwujud di masa sisa pemerintahan Presiden Joko Widodo- Maruf Amin. Dia beralasan setiap kebijakan tak mungkin diterapkan dalam jangka pendek.

Terpisah, Dosen Manajemen Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (FE UGM) Fahmy Radhi mengatakan penundaan rencana pemerintah menerapkan program konversi kompor elpiji 3 kilogram ke kompor listrik induksi tepat. Sebab, masih banyaknya persoalan teknis yang harus dibenahi. Seperti pengguna kompor listrik harus pelanggan di batas 1.300 volt ampere (VA), serta masalah pemadaman di berbagai daerah menjadi hambatan.

Bagi Fahmy, program konversi elpiji ke kompor listrik dapat tepat guna sepanjang tidak dimaksudkan sebagai alih beban dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) ke masyarakat.  Dia menilai program tersebut tak bakal cukup mengkonversi penggunaan elpiji 3 kg. Karenanya, dia menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan bauran energi lain untuk mengkonversi elpiji 3 kg.

“Perlu dikembangkan bauran energi terdiri gasifikasi batu bara menjadi gas tabung, jaringan gas, kompor listrik LPG non-subsidi,” ujarnya.

Belum siap

Sementara Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyoroti dari aspek ketidaksiapan pemerintah dalam menjalankan program konversi elpiji 3 kg kompor listrik. Tapi bila keekonomian sepanjang masih menggunakan tarif subsidi, kompor induksi cenderung lebih ekonomis bila dibandingkan dengan kompor berbahan bakar elpiji. “Penundaan ini menurut saya karena faktor dari persiapan,” kata dia.

Dia menerangkan dari aspek perhitungan secara ekonomi program konversi. Menurutnya, bila masyarakat menggunakan elpiji berkapasitas 3 kg dengan harga eceran Rp20 ribu per tabung dan membutuhkan tiga tabung, maka pengeluaran ditaksir Rp60 ribu dalam satu bulan. Sementara dengan menggunakan kompor listrik induksi, pemakaian dalam satu bulan minimal 60 kwh. Sementara per kwh dengan menggunakan tarif 900 VA subsidi Rp605 per kwh.

“Sebulan harus membayar Rp37,8 ribu. Tapi semua tergantung pemakaian ya. Sama seperti tarif listrik ke depannya,” kata dia.  

Baginya, penundaan kebijakan tersebut bakal membuat beban PLN kian berat. Sebab, PLN mesti menanggung kelebihan beban suplai produksi listrik. Penyebabnya, mega proyek pembangkit listrik 35 giga watt dalam periode 2015-2019 yang berujung kelebihan kapasitas listrik, sehingga PLN menanggung beban enam hingga tujuh giga watt. Konsekuensinya, PLN mesti mengeluarkan anggaran lebih.

“Harapan kemarin adalah dengan adanya konversi, maka bisa meningkatkan konsumsi listrik,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto berpendapat kebijakan konversi kompor elpiji 3 kg ke kompor induksi listrik belum diputuskan oleh pemerintah. Namun, Airlangga memastikan kebijakan konversi elpiji ke kompor listrik tidak akan diberlakukan pada tahun anggaran 2022.

Ketua Umum Partai Golkar itu menilai anggaran terkait program tersebut belum dibicarakan dan memerlukan persetujuan DPR terlebih dahulu. Sementara, pemerintah hanya melakukan uji coba di dua kota yakni Solo dan Bali. Setidaknya, sebanyak 20ribu unit kompor induksi listrik diberikan oleh pemerintah secara cuma-cuma kepada masyarakat dari total rencana 300ribu kompor induksi listrik. Adapun hasil dari uji coba akan dilakukan evaluasi dan perbaikan.

“Pemerintah akan menghitung dengan cermat segala biaya dan risiko, memperhatikan kepentingan masyarakat, serta mensosialisasikan kepada masyarakat sebelum program diberlakukan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait