Belum Ada Efek Jera di Sukamiskin
Utama

Belum Ada Efek Jera di Sukamiskin

KPK juga menemukan berbagai fasilitas mewah mulai dari AC, kulkas, kitchen set, dispenser, kamar mandi dengan shower, toilet duduk hingga water heater.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampak kecewa karena kinerja mereka dalam menjebloskan koruptor ke penjara ternyata dinodai oleh oknum Lembaga Pemasyarakatan. Salah satu tujuan pemidanaan termasuk kasus korupsi yaitu memberikan efek jera bagi para pelaku.

 

Tetapi tujuan ini tampaknya sulit terealisasi sebab nyatanya KPK menangkap Kalapas Sukamiskin Wahid Husein. Ia diduga memperjualbelikan fasilitas kamar serta izin berobat kepada sejumlah terpidana sehingga mereka dapat keluar masuk lapas dengan mudah serta terkait hak-hak warga binaan di Lapas yang disalahgunakan dan menjadi bisnis oknum di Lapas.

 

Dalam konferensi pers, KPK memutar rekaman video di sel Fahmi Darmawansyah yang ternyata mempunyai fasilitas mewah, seperti tempat tidur, AC, dapur, kitchen set, dispenser, kamar mandi dengan shower, toilet duduk hingga water heater. Fasilitas ini seharusnya tidak ada dalam ruangan sel.

 

Belum lagi KPK juga menemukan sejumlah penyimpangan dan perlakukan diskriminatif yang diberikan kepada sejumlah pihak karena menyetor sejumlah uang. Fasilitas itu antara lain kepemilikan alat komunikasi (handphone), jam besuk narapidana yang lebih lama, fasilitas tambahan dalam sel/kamar napi hingga dimungkinkannya menjalankan bisnis dari dalam Lapas.

 

"KPK berharap apa yang kami temukan tersebut menjadi titik awal perbaikan sistem permasyarakatan, mulai dari pembinaan, pengamanan dan pembimbingan narapidana di lapaslapas di seluruh Indonesia ke depannya, khususnya di Lapas Sukamiskin ini," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di kantornya, Sabtu (21/7).

 

Menurut Syarif, KPK telah melakukan penyelidikan sejak April 2018 setelah mendapatkan informasi dari masyarakat. Ia pun menjelaskan kronologi dari penangkapan ini yang dimulai pada Jumat 20 Juli 2018.

 

Pada hari itu tim KPK mengamankan Wahid selaku Kepala Lapas Sukamiskin dan istrinya di kediamannya di Bojongsoang, Bandung sekitar pukul 22.15 WIB. Dari rumahnya tim juga mengamankan dua unit mobil yaitu 1 unit Mitsubishi Triton Exceed warna hitam dan 1 unit Mitsubihi Pajero Sport Dakkar warna hitam.

 

"Selain mobil, tim juga mengamankan uang sebesar Rp20,505 juta dan US$410. Dua mobil tersebut kemudian langsung dibawa ke Gedung KPK, sedangkan Wahud dan istri dibawa oleh tim ke Lapas Sukamiskin," kata Syarif.

 

Secara paralel, tim lainnya mengamankan Hendry Saputra, Staf Wahid di kediamannya di Rancasari, Bandung Timur. Dari tangannya, tim mengamankan uang Rp27,255 juta. Ia juga kemudian juga dibawa tim ke Lapas Sukamiskin.

 

Di Lapas Sukamiskin, tim memasuki dua sel narapidana, atas nama Fahmi Darmawansyah (FD) terpidana kasus dugaan korupsi di Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI serta Andri Rahmat (AR) yang merupakan terpidana kasus pidana umum yang sedang menjalani tugas sebagai Tahanan Pendamping (Tamping).

 

"Dari sel FD, tim mengamankan uang, Rp139,3 juta dan sejumlah catatan sumber uang. Dari sel AR, tim mengamankan uang Rp92,96 juta dan US$ 1.000. Di sel AR, tim juga mengamankan dokumen pernbelian dan pengiriman mobil Mitsubishi Triton berikut sebuah kuncinya, tim juga menemukan sejumlah Hand Phone sebagai peralatan komunikasi," jelas Syarif.

 

Tim kemudian menuju sel Iain atas nama Charles Jones Messang (terpidana korupsi anggaran di Ditjen P2KTrans Kemenakertrans tahun 2014), Fuad Amin (terpidana kasus suap pembangkit listrik dan TPPU) serta Tubagus Chaeri Wardana atau Wawan (terpidana kasus Alkes dan suap di MK). Tetapi KPK tidak menemukan mereka Fuad Amin dan Wawan di dalam sel masing-masing dan akhirnya dilakukan penyegelan.

 

Di tempat terpisah di Jakarta sekitar pukul 00.30, tim menuju ke kediaman Inneke Koesherawati yang merupakan isteri Fahmi di daerah Menteng. Ia kemudiam mengamankan yang bersangkutan sekitar pukul 01.00 dan selanjutnya dibawa ke kantor KPK untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.

 

"Diduga WH, Kalapas Sukamiskin menerima pemberian berupa uang dan dua mobil dalam jabatannya sebagai Kepala Lapas Sukamiskin sejak Maret 2018 terkait dengan pemberian fasilitas, izin Iuar biasa, dan Iainnya yang tidak seharusnya kepada narapidana tertentu," pungkas Syarif.

 

Pemberian tersebut, sambungnya berkaitan dengan fasilitas sel atau kamar yang dinikmati Fahmi dan kemudahan baginya untuk dapat keluar masuk tahanan. Penerimaan itu pun dilakukan melalui perantara yaitu Andri dan juga Hendy Saputra.

 

Dalam kegiatan ini KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana yaitu 2 unit mobil, Mitubishi Triton Exceed warna hitam dan Mitsubihi Pajero Sport Dakkar warna hitam. Kemudian ada juga uang dengan total Rp279,32 juta dan US$1.410, catatan-catatan penerimaan uang serta dokumen terkait pembelian dan pengiriman mobil.

 

Setelah melakukan pemeriksaan dan dilanjutkan gelar perkara dalam waktu 1x24 jam, disimpulkan adanya dugaan Tindak Pidana Korupsi menerima hadlah atau janji oleh Penyelenggara Negara dengan maksud supaya penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya. Perbuatan ini bertentangan dengan kewajibannya terkalt dengan pemberian fasilitas, pemberian perilinan ataupun pemberian lainnya di LP Kelas 1 Sukamiskin.

 

Setelah itu tim meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan 4 orang tersangka. Dua orang sebagai penerima yaitu Wahid Husein dan Hendry Saputra. Ia dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

Sedangkan dua orang tersangka lainnya yaitu Fahmi Darmawansyah dan Andri Rahmat sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 

KPK peringatkan dokter dan kemenkumham

Modus keluar tahanan dengan alasan berobat sebenarnya sudah menjadi perhatian KPK sebelum terjadinya tangkap tangan. Oleh karena itu lembaga antirasuah ini mengingatkan agar pihak rumah sakit, dokter atau tenaga kesehatan tetap menjaga profesionalitasnya dalam menjalankan profesi.

 

Jika ada Informasi narapidana yang menyalahgunakan fasilitas tersebut KPK menghimbau untuk segera melaporkannya. "Kami berharap, proses hukum terhadap oknum-oknum dokter atau tenaga kesehatan tidak perlu lagi terjadi karena ini merupakan profesi yang mulai untuk kemanusiaan, jangan sampai disalahgunakan untuk kepentingan koruptor atau pihak-pihak yang menjalani proses hukum dalam kasus korupsi," tegas Syarif.

 

Menurut Syarif, KPK tidak segan melakukan penindakan kepada tenaga medis yang dianggap melanggar hukum. Salah contohnya terjadi pada Dr. Bimanesh Sutarjo yang telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor karena terbukti menghalangi penyidikan dalam kasus korupsi e-KTP.

 

Tidak hanya itu, KPK juga mengingatkan agar Lembaga Pemasyarakatan bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya. Sebab Sistem Pemasyarakatan merupakan satu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana.

 

Pemasyarakatan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana adalah bagian integral dari tata peradilan terpadu (integrated criminaljustice system). Dalam penanganan kasus korupsi, praktek suap untuk mendapatkan fasilitas tertentu oleh narapidana tentu sangat merusak cita-cita bangsa ini dalam pemberantasan korupsi.

 

"Kita sulit bicara tentang efek jera dalam menangani korupsi, jika para narapidana kasus korupsi mendapat fasilitas yang berlebihan disel mereka dan dapat keluar masuk tahanan dengan cara membayar sejumlah uang," tegasnya.

 

Tidak cukup sampai situ, KPK juga menuntut keseriusan Kementerian Hukum dan HAM yang merupakan induk dari Lembaga Pemasyarakatan. Menurut Syarif, kementrian yang dipimpin Yasonna Hamongan Laoly sudah seharusnya melakukan perbaikan secara mendasar.

 

"Kita sudah tidak dapat hanya menyalahkan oknum saja dalam kasus ini, karena ketika KPK masuk ke Lapas Sukamiskin, tim KPK melihat sejumlah sel memiliki fasilitas-fasilitas berlebihan yang berbeda dengan standar sel lainnya," pinta Syarif.

 

Tarif sel

KPK menduga jika fasilitas ini tidak hanya diberikan kepada narapidana yang disebut dalam kasus ini aja, tetapi juga ada terpidana lainnya. Oleh karena itu pihaknya akan terus mendalami kasus ini termasuk adanya dugaan pihak lain yang terlibat.

 

Kemudian jika merujuk penyitaan yang dilakukan berupa dua unit mobil mewah dan uang ratusan juta, maka sebenarnya berapa harga yang harus dibayar terpidana untuk mendapat fasilitas tersebut? Apalagi bila melihat Wahid baru menjabat selama 4 bulan sebagai Kalapas Sukamiskin.

 

"Tarifnya lagi kita selidiki, sekitar Rp200-500 juta per kamar untuk mendapatkan fasilitas tertentu. Apakah fasilitas itu ada banyak di LP Sukamiskin? Kami masih akan mendalami dan memeriksa," jawab Syarif.

 

Posisi Kalapas yang baru menjabat beberapa bulan tapi sudah mendapatkan dua mobil mewah pun membuat kesal Syarif. "Yang bikin kesal kami, kalapas ini baru Maret 2018. 5 (harusnya 4) bulan, sudah dapat 2 mobil," terangnya.

 

Komisioner KPK lainnya Saut Situmorang menjelaskan bagaimana cara para tahanan inu mendapat fasilitas. Menurut mantan staf ahli BIN ini, kalau seorang yang sudah menempati ruangan dan ingin mendapatkan fasilitas tambahan maka bisa menghubungi kalapas.

 

Menurut Saut, para tahanan sebenarnya diperbolehkan menurut peraturan keluar dari ruang selnya dengan sejumlah alasan, seperti sakit, ataupun menjadi saksi pernikahan keluarga dekat. Hal ini didasarkan pada Pasal 52 PP Nomor 32 Tahun 1999.

 

"Yang di-abuse ini izin luar biasa. Katanya sakit, tapi dicek di rumah sakit tidak ada, di kamarnya juga tidak ada," tutur Saut merujuk tidak adanya Fuad Amin dan Wawan di selnya.

 

Pasal 52 PP Nomor 32 Tahun 1999

(1) Hak keperdataan lainnya dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi :

a.surat menyurat dengan keluarga dan sahabat-sahabatnya;

b. izin keluar LAPAS dalam hal-hal luar biasa.

(2) Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dapat mengirim surat keluar LAPAS dan

menerima surat dari luar LAPAS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.

(3) Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dapat diberi izin keluar LAPAS

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b.

(4) Izin ke luar LAPAS sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diberikan oleh Kepala

LAPAS.

Penjelasan Pasal 52

Ayat (1)

a.Yang dimaksud dengan "surat" dalam peraturan ini termasuk surat kawat, paket, dan barang-barang cetakan dan segala tulisan-tulisan serta barang-barang lain yang dapat digunakan untuk memberitakan apapun. Surat dimaksud tidak dapat langsung dikirim atau diterima oleh Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan melainkan harus lewat pemeriksaan atau pertimbangan petugas keamanan atau yang ditunjuk.

b.Yang dimaksud hal-hal luar biasa adalah yang sungguh-sungguh luar biasa sifatnya meliputi :

-meninggalnya/sakit keras ayah, ibu, anak, cucu, suami, istri, adik atau kakak kandung;

- menjadi wali atas pernikahan anaknya;

- membagi warisan.

Ayat (3)

Yang dimaksud diberi izin keluar LAPAS paling lama 24 jam dan tidak menginap.

 

Dirjen PAS minta maaf

Selang beberapa waktu usai KPK memberikan pernyataan resmi status tersangkan Kalapas Sukamiskin, Kementerian Kemenkumham melalui Ditjen PAS memberikan klarifikasi melalui konferensi pers. Kepada wartawan, mereka menyampaikan permohonan maaf atas kejadian ini.

 

"Dengan kejadian di Sukamiskin pastinya kami mohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia dan Pak Presiden dan Menteri. Ini masalah serius dan sejatinya secara pararel ada revitalisasi pemasyarakatan di tindak pidana," kata Dirjen PAS Sri Puguh Budi Utami.

 

Kejadian ini menurut Sri Puguh diluar dugaan pihaknya. Ia pun menghormati proses hukum yang dilakukan lembaga pimpinan Agus Rahardjo itu kepada salah satu pejabat strukturalnya.

 

Sri menyatakan usai adanya informasi penangkapan Kalapas, pihaknya melalui Kanwil Jawa Barat langsung melakukan pendalaman. Selain itu atas kejadian ini Kemenkumham terutama Ditjen PAS juga akan melakukan evaluasi. 

 

"Bapak menteri juga memerintahkan pada kami, mulai besok akan melakukan pembersihan fasilitas yang tidak sesuai standard seluruh kalapas. Ini sebenarnya sudah kami lakukan belakangan ini. Dari ditjen pas sudah turun lapangan, merevitalisasi pararel lapas sebagai bagian dari pemasyarakatan," jelasnya.

 

Sri Puguh juga akan memanggil seluruh Kalapas maupun Karutan untuk dilakukan evaluasi, ia berharap kejadian ini tidak lagi terulang di instansinya tersebut. Dirjen PAS perempuan pertama ini bahkan membuka kemungkinan untuk berkoordinasi dengan KPK terkait pemilihan Kalapas.

 

Keberadaan Wawan dan Fuad Amin

Dalam kegiatan ini, KPK juga memberikan catatan mengenai tidak adanya dua warga binaan di selnya yaitu Fuad Amin dan juga Wawan. Sekretaris Ditjen PAS Liberty Sitinjak pun memberi klarifikasi atas hal ini.

 

Untuk Fuad Amin Liberty menyatakan Fuad Amin menjalani rawat inap di Rumah Sakit Boromeus karena mengalami muntah darah. Ia pun mengaku mempunyai data serta dokumentasi mantan Bupati dan Ketua DPRD Bangkalan itu atas penyakit yang dideritanya.

 

Meskipun begitu pihaknya juga akan melakukan pendalaman mengenai izin kepada Fuad Amin. "Kami akan mendalami terkait surat izin keluar, malam ini akan berkordinasi," imbuhnya.

 

Sedangkan berkaitan dengan Wawan ia menyatakan yang bersangkutan sudah ada di dalam selnya. Tidak adanya adik Ratu Atut Chosiyah ini ketika KPK mengunjungi ruang tahanan yang dihuni Wawan, kemungkinan karena yang bersangkutan berada di rumah sakit.

 

"Perlu diketahui keberadaan kami tadi di sana hanya sekitar 3-4 jam. Bahwa yang bersangkutan tadi kan saya sudah bertemu langsung. Begitu saya sampai di Sukamiskin, kan ada dia di sana," terangnya.

 

Sedangkan mengenai adanya dugaan plesiran yang dilakukan Wawan menurut Liberty belum ada indikasi kearah tersebut. "Sampai sekarang indikasi jalan-jalan belum kami temukan. Apakah sebenarnya ada kemungkinan dia jalan-jalan, kalau tadi kan hanya 3 sampai 4 jam. Malam ini tim inspektorat akan mendalami lagi temuan yang sudah kami dapatkan tadi sore tadi," terangnya.

 

Tags:

Berita Terkait