Belasan Advokat Asing dari Berbagai Negara Ikuti Ujian Kode Etik
Berita

Belasan Advokat Asing dari Berbagai Negara Ikuti Ujian Kode Etik

Para advokat asing yang mengikuti ujian kode etik ini dinilai telah memenuhi kualifikasi untuk menjadi peserta.

CR-20
Bacaan 2 Menit
Suasana ujian advokat asing yang diselenggarakan PERADI. Foto: RES
Suasana ujian advokat asing yang diselenggarakan PERADI. Foto: RES
Sebelas advokat yang berasal dari Australia, Belanda, Cina, Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia, mengikuti ujian kode etik yang digelar Perhimpuan Advokat Indonesia (Peradi). Ujian advokat asing itu mengambil tempat di Sekretariat Nasional PERADI yang dipimpin oleh Fauzie Yusuf Hasibuan di Grand Slipi Tower, Jakarta, kemarin. 
Menurut Wakil Ketua Bidang Pengawasan dan Rekomendasi Advokat Asing PERADI, Nixon Sipahutar, para advokat asing yang mengikuti ujian kode etik ini telah memenuhi kualifikasi untuk menjadi peserta. 
“Memiliki gelar sarjana hukum dari negaranya, telah memiliki lisensi untuk menjadi advokat dari negara masing-masing, kantor hukum tempatnya bekerja di Indonesia sudah memiliki izin, dan advokat asing yang bersangkutan telah memiliki perjanjian kerja dengan kantor hukum di Indonesia,” ujar Nixon.
Keberadaan konsultan hukum asing di Indonesia memang tidak bisa dinafikan, pasalnya menurut Nixon, kadang pemerintah dan perusahaan Indonesia sendiri yang justru mencari dan lebih percaya pada kemampuan konsultan hukum asing. 
“Di situlah kadang masalahnya, kemampuan advokat Indonesia sebenarnya bisa disetarakan dengan konsultan hukum asing, tetapi orang Indonesia sendiri terkadang yang tidak memberikan kesempatan,” ujar Nixon.
Namun menurut Nixon, “advokat Indonesia tidak perlu khawatir, karena UU Advokat sudah memberikan fairness, advokat asing hanya bisa memberikan konsultasi, tidak bisa berpraktik acara disini.”
Sebelum para advokat menempuh ujian, PERADI telah memberikan pelatihan materi pada Senin (22/8). Pelatihan yang diberikan mencakup fungsi dan peranan organisasi advokat di Indonesia serta kode etik yang berlaku bagi praktisi hukum di Indonesia.
Materi pelatihan, kemudian menjadi bahan yang diujikan dalam ujian kode etik bagi advokat asing. Sedangkan materi mengenai praktik litigasi di Indonesia tidak diberikan karena berdasarkan Pasal 23 UU No. 18 Tahun 2003, tentang Advokat, advokat asing dilarang beracara di sidang pengadilan, berpraktik, dan membuka kantor jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia. 
Kantor advokat di Indonesia, hanya dapat mempekerjakan advokat asing sebagai karyawan atau tenaga ahli dalam bidang hukum asing dari Negara yang bersangkutan.
Dalam Pasal 24 UU 18/2003, advokat asing di Indonesia juga harus mematuhi kode etik yang berlaku di Indonesia. Usai ujian dilaksanakan, Hukumonline berhasil mewawancarai salah satu peserta ujian kode etik PERADI asal Australia.
Sang advokat yang meminta agar identitas lengkapnya tidak diungkap menilai ujian yang diikutinya cukup menantang. Terutama yang menyangkut kode etik.
“Beberapa pertanyaan mudah, namun beberapa pertanyaan cukup sulit dijawab, terutama pertanyaan esai yang tidak bisa dijawab secara hitam putih. Namun saya berusaha sebaik mungkin,” ujarnya.
Advokat asal Australia ini juga menjelaskan bahwa ia mengikuti ujian selain lantaran diwajibkan tempatnya bekerja, pelatihan dan ujian ini juga merupakan kesempatan yang baik baginya untuk mengenal dan mempelajari kode etik yang berlaku di Indonesia.
Bagi advokat asing yang telah lulus ujian kode etik, Dewan Pimpinan Nasional PERADI akan memberikan Surat Bukti Kelulusan Ujian Kode Etik. Bukti kelulusan tersebut akan menjadi dasar pertimbangan PERADI untuk mengeluarkan Surat Rekomendasi untuk advokat asing yang bersangkutan dan akan diberikan kepada Menteri Hukum dan HAM. 
Atas dasar rekomendasi yang diberikan oleh PERADI, Kementerian Hukum dan HAM akan menembuskan surat ke Kementerian Tenaga Kerja untuk menerbitkan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) bagi advokat asing yang bersangkutan untuk dapat bekerja di Indonesia.
Lebih lanjut, Sekretaris Bidang Pengawasan dan Rekomendasi Advokat Asing PERADI, Riri Purbasari Dewi menerangkan dengan dilaksanakannya ujian kode etik bagi advokat asing maka akan memberikan kejelasan bagi keberadaan konsultan hukum asing di Indonesia. 
Tidak hanya untuk bekerja, konsultasi hukum asing juga diwajibkan memberikan penularan pengetahuan kepada praktisi hukum di Indonesia, hal ini menurut Riri, merupakan sebuah simbiosis mutualisme. “Jadi semangatnya bukan untuk bersaing atau berkompetisi, tetapi antara advokat asing dan advokat lokal diharapkan bisa bermitra dan bekerja sama,” ujar Riri.
Tags:

Berita Terkait