Belajar dari Polemik Putusan MK
Kolom

Belajar dari Polemik Putusan MK

Jelas terlihat, salah paham terhadap putusan merupakan episentrum persoalan. Fatal akibatnya.

Bacaan 2 Menit

 

Pertama, orang yang kurang paham, kurang lengkap, atau bahkan sama sekali belum membaca utuh putusan MK. Orang cenderung cukup membaca amar putusan, dilengkapi membaca cuplikan putusan MK di berita online, lalu merasa paham, lantas berani membuat pernyataan ke hadapan publik. Pembacaan putusan secara parsial rentan menghasilkan kekurangtepatan memahami putusan MK. Nyatanya, ini yang yang terjadi.

 

Kedua, orang yang termakan pemberitaan yang memicu tafsir atau kesan keliru. Sebagai contoh, ada berita diberi judul, “4 Hakim Konstitusi Setujui Zina dan LGBT Dipidana”. Apa yang terpikir di pikiran publik? Jika MK hakimnya ada 9, lalu 4 di antaranya setujui zina dan LGBT dipidana, maka 5 hakim tentu menolak. Kalau mayoritas hakim konstitusi menolak, maka MK menolak zina dan LGBT dipidana. Artinya pula, MK melegalkan zina dan LGBT. Setelahnya, mereka ramai-ramai mengecam MK dan putusannya. Padahal, substansi dan arah putusan MK tak begitu.

 

Ada satu lagi sebenarnya, yakni orang yang sejak awal perkara masuk sudah berpendapat bahwa MK harus mengabulkan permohonan Pemohon. Ketika MK memutus lain dari pendapatnya, ia akan terus katakan: pendapatnya yang benar dan MK salah. Ini terbukti, dalam sebuah talkshow di salah satu stasiun TV, seorang dosen mengecam keras putusan MK. Rupanya ia salah satu ahli yang dihadirkan Pemohon di persidangan MK dalam perkara tersebut. Menjadi sangat jelas, kecamannya bermotif kekecewaan karena pendapatnya tak dipilih MK.

 

Mencegah Salah Paham

Dari orang dengan 2  masalah di atas, mari renungkan 3 pesan Confusius. Tiga pesan ini berlaku bukan terbatas pada putusan ini, melainkan semua putusan MK. Agar tak ada lagi salah paham, maka pertama, lihatlah (baca) dulu putusan MK dengan jeli dan hati-hati.

 

Baca pertimbangan hukum yang melahirkan amar putusan, sehingga utuh memahaminya. Ketahui juga hakikat keberadaan MK dan putusannya dalam tata negara kita.  Setelah semua jelas, bolehlah kemudian membuat reaksi, baik dengan lisan, tulisan, atau dengan jempol di-gadget masing-masing.

 

Kedua, bila mendengar, harus mendengar dengan jelas. Seusai putusan diucapkan pada 14 Desember 2017, tepatnya berakhir pukul 12.26 WIB, beragam kabar mengemuka. Banyak yang hanya mendengar kabar lisan bahwa MK menolak permohonan Pemohon, lalu sontak berteriak: MK melegalkan Zina dan LGBT, MK melanggar hukum Tuhan, MK tidak Pancasilais.

 

Orang berbudi tak demikian, melainkan tabayyun dulu. Cari kejelasan tentang sesuatu hingga benderang. Jangan bersikap sampai jelas benar berita yang didengarnya. Ber-tabayyun-lah sehingga bahaya yang dapat menimpa pihak tertentu dapat dicegah. Sudah banyak contoh, tatkala berita didengar tapi tak diricek, melahirkan kesalahpahaman berakibat fatal.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait