Belajar dari Kasus PT SNP Berimbas Pencabutan Izin Akuntan Publik
Berita

Belajar dari Kasus PT SNP Berimbas Pencabutan Izin Akuntan Publik

Akibat manipulasi hasil audit PT SNP berupa opini WTP, sebanyak 14 bank menderita kerugian hingga triliunan rupiah.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Belajar dari Kasus PT SNP Berimbas Pencabutan Izin Akuntan Publik
Hukumonline

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja menjatuhkan sanksi administrasi kepada Akuntan Publik Marlinna, Akuntan Publik Merliyana Syamsul, dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Satrio, Bing, Eny dan Rekan terkait pemeriksaan kasus piutang fiktif PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP). Sanksi administrasi tersebut berupa pembatalan pendaftaran izin kepada para AP dan KAP yang mengaudit laporan keuangan SNP.

 

Pembatalan pendaftaran bagi KAP Satrio, Bing, Eny dan Rekan berlaku efektif setelah menyelesaikan audit Laporan Keuangan Tahunan Audit (LKTA) 2018 pada klien yang masih memiliki kontrak dan dilarang menambah klien baru. Sedangkan sanksi pembatalan pendaftaran bagi AP Marlinna dan AP Merliyana Syamsul berlaku pada 1 Oktober 2018.

 

“Pengenaan sanksi terhadap AP dan KAP dimaksud hanya berlaku (khusus) di sektor perbankan, pasar modal, dan IKNB,” kata Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik OJK, Anto Prabowo, Senin (1/10/2018).

 

Penjatuhan sanksi tersebut diberikan kepada kedua AP dan KAP karena kekeliruan mengaudit laporan keuangan tahunan SNP yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). WTP merupakan peringkat tertinggi dalam istilah laporan keuangan yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki permasalahan dalam pengelolaan finansial (keuangan).

 

Padahal, berdasarkan hasil pemeriksaan OJK, SNP terindikasi telah menyajikan laporan keuangan yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya yang berakibat merugikan banyak pihak. Berdasarkan keterangan Badan Reserse Kriminal Polri, SNP menggunakan laporan keuangan tidak wajar tersebut untuk mengajukan pinjaman pada 14 perbankan dengan total nilai Rp 14 triliun. Baca Juga: Sanksi Pidana untuk Cegah Akuntan Curang

 

Atas kejadian ini, OJK menilai kedua AP Marlinna dan AP Merliyana Syamsul melakukan pelanggaran berat yang melanggar Peraturan OJK 13/POJK.03/2017 tentang Penggunaan Jasa Akuntan Publik dan KAP. Menurut OJK, terdapat tiga pertimbangan yang menyatakan terjadinya pelanggaran oleh kedua AP tersebut.

 

Pertama, kedua AP telah memberikan opini yang tidak mencerminkan kondisi perusahaan sebenarnya. Kedua, akibat ketidaksesuaian opini laporan keuangan tersebut menimbulkan kerugian industri jasa keuangan dan masyarakat. Ketiga, pelanggaran ini menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap industri jasa keuangan.

 

“Pengenaan sanksi terhadap AP dan KAP mengingat LKTA yang telah diaudit tersebut digunakan SNP untuk mendapat kredit dari perbankan dan menerbitkan MTN (mutual term notes/surat utang jangka menengah) yang berpotensi gagal bayar atau kredit bermasalah,” kata Anto.

 

Rekayasa laporan keuangan merupakan salah satu modus yang sering dilakukan korporasi untuk kepentingan bisnisnya. Larangan melakukan manipulasi terhadap audit keuangan yang dilakukan AP tertera dalam UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Pasal 30 UU 5/2011 menyebutkan AP dilarang memanipulasi, membantu melakukan manipulasi, dan/atau memalsukan data yang berkaitan dengan jasa diberikan.

 

Menanggapi kasus ini, Dewan Pengawas Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), M Achsin mengatakan sanksi yang dijatuhkan OJK terhadap Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik sudah mempertimbangkan berbagai aspek. Menurutnya, apabila terdapat pelanggaran audit laporan keuangan SNP tersebut sudah sewajarnya sanksi diberikan kepada AP dan KAP.

 

Achsin menilai para AP dan KAP diduga melakukan kesalahan dan tidak mendalam dalam mengaudit yang kemudian menghasilkan opini keliru pada laporan keuangan SNP. “Kalau saya amati kasus SNP, si akuntan publiknya melakukan pengujian tidak pas. Pengujian itu menghasilkan statement dari akuntan publik dengan opini WTP yang artinya semua angka dalam laporan keuangan itu fair. Namun setelah ditelusuri OJK ternyata itu (hasil audit laporan keuangan) tidak benar,” kata Achsin.

 

Kesalahan audit tersebut sehubungan dengan daftar piutang SNP yang dijadikan jaminan kredit pada perbankan. Ternyata, daftar piutang SNP tersebut berstatus fiktif, sehingga perusahaan tidak bisa melakukan penagihan untuk melunasi pinjaman bank. Achsin mempertanyakan skeptisme auditor memeriksa laporan keuangan kliennya dan lamanya kerja sama antara KAP dengan kliennya justru mengurangi ketajaman hasil pemeriksaan laporan keuangan.

 

“KAP dengan kliennya (SNP) sudah 8 tahun diperiksa, sehingga antara auditor dan klien ada kedekatan psikologis yang mengurangi skeptisme auditor. Ada kelengahan di auditornya. Jadinya auditornya percaya-percaya saja sama kliennya,” kata Achsin.

 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Ikatan Akuntan Indonesia, Elly Zarni Husin menyoroti  kekhawatiran kualitas laporan keuangan yang disusun pihak yang tidak mengerti standar akuntansi keuangan dan kode etik yang harus dimiliki akuntan profesional. Padahal, laporan keuangan berguna bagi penggunanya untuk mengambil keputusan ekonomi.

 

Dia meminta agar OJK segera mengatur penanggung jawab atau penyusun laporan keuangan entitas di bawah pengawasan OJK yang diwajibkan memiliki sertifikat Chartered Accountan (CA). Sertifikasi ini diperlukan untuk memberikan standardisasi dalam pengauditan laporan keuangan.

 

Elly melanjutkan asosiasi profesi dan regulator juga perlu mengatasi rendahnya literasi keuangan masyarakat mengenai pihak yang harus bertanggung jawab dalam penyusunan laporan keuangan. Menurutnya, penyusunan dan penyajian laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen perusahaan.

 

“Sementara Kantor Akuntan Publik (KAP) bertugas dan bertanggung jawab mengaudit laporan keuangan perusahaan dan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan, dalam semua hal yang material sesuai Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia,” tutur Elly.  

 

Selain OJK, Kementerian Keuangan melalui lembaga Pusat Pembinaan Profesi Kemenkeu (PPPK) juga mengindikasikan terjadinya pelanggaran terhadap standar profesi dalam audit yang dilakukan para akuntan publik terhadap laporan keuangan SNP pada tahun buku 2012-2016.  

 

Dari hasil pemeriksaan PPPK terhadap KAP dan dua akuntan publik tersebut disimpulkan bahwa Akuntan Publik Marlinna dan Merliyana Syamsul belum sepenuhnya mematuhi Standar Audit-Standar Profesional Akuntan Publik dalam pelaksanaan audit umum atas laporan keuangan SNP Finance. 

 

Selain itu, sistem pengendalian mutu yang dimiliki KAP mengandung kelemahan karena belum dapat melakukan pencegahan yang tepat atas ancaman kedekatan berupa keterkaitan yang cukup lama antara personel senior (manajer tim audit) dalam perikatan audit pada klien yang sama untuk periode yang cukup lama. Kementerian Keuangan menilai bahwa hal tersebut berdampak pada berkurangnya skeptisisme profesional.   

 

Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, Menteri Keuangan mengenakan sanksi administratif kepada Akuntan Publik Marlinna dan Akuntan Publik Merliyana Syamsul berupa pembatasan pemberian jasa audit terhadap entitas jasa keuangan selama satu tahun berlaku tanggal 16 September 2018 hingga 15 September 2019.

 

Sementara KAP Satrio Bing Eny dan Rekan dikenakan sanksi berupa rekomendasi untuk membuat kebijakan dan prosedur dalam sistem pengendalian mutu KAP terkait ancaman kedekatan anggota tim perikatan senior sebagaimana disebutkan di atas.  KAP juga diwajibkan  mengimplementasikan kebijakan dan prosedur dimaksud dan melaporkan pelaksanaannya paling lambat 2 Februari 2019.

Tags:

Berita Terkait