Belajar dari Kasus Kristen Gray, Ini Hal Penting yang Harus Diperhatikan WNA
Berita

Belajar dari Kasus Kristen Gray, Ini Hal Penting yang Harus Diperhatikan WNA

Visa harus sesuai tujuan dan WNA harus mematuhi aturan termasuk protokol kesehatan.

Aji Prasetyo
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi warga negara asing (WNA). RES
Ilustrasi warga negara asing (WNA). RES

Kantor Wilayah Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Bali mendeportasi dua Warga Negara Asing (WNA) asal Amerika Serikat bernama Kristen Antoinette Gray dan temannya Saundra Michelle Alexander. Alasannya, kedua WNA ini menyalahgunakan visa kunjungan untuk keperluan berbisnis atau bekerja di Bali.

Selain itu, Kristen mengajak orang asing untuk pindah ke Bali pada masa pandemi COVID-19. Ia mengklaim bisa memberikan kemudahan masuk ke Bali melalui agen yang direkomendasikan juga ditawarkan biaya hidup di Bali yang murah, nyaman dan ramah bagi LGBTQ+ melalui akun twitternya @kristentootie.

“Selain di Twitter hal tersebut juga dimuat dalam e-book dengan harga AS$30 dan dilanjutkan dengan konsultasi seharga AS$50 selama 45 menit,” ujar Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Jamaruli Manihuruk, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Hukumonline.

Jamaruli mengatakan cuitan akun twitter @kristentootie yang mengajak WNA untuk pindah ke Bali saat Pandemi tentunya bertentangan dengan Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan COVID-19 Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional Dalam Masa Pandemi COVID-19 serta Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi Nomor: IMI-0103.GR.01.01 Tahun 2021 Tentang Pembatasan Sementara Masuknya Orang Asing ke Wilayah Indonesia Dalam Masa Pandemi COVID-19.

“Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar diduga WNA dimaksud telah menyebarkan informasi yang dianggap dapat meresahkan masyarakat,” terangnya. (Baca: Alasan Investasi dan Kawin Campur, Indonesia Buka Pelayanan Visa Bagi 8 Negara)

Setidaknya, ada dua Pasal yang dilanggar Kristen, pertama Pasal 75 ayat 1 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang menyatakan: “Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan”.

Pasal di atas dikenakan kepada Kristen karena telah menyebarkan informasi yang dianggap dapat meresahkan masyarakat, antara lain LGBTQF (queer friendly) dimana di Provinsi Bali memberikan kenyamanan dan tidak dipermasalahkan dan kemudahan akses masuk ke wilayah Indonesia pada masa pandemi.

Kemudian ia juga dikenakan Pasal 122 huruf a Undang-undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang berbunyi; “Setiap Orang Asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian Izin Tinggal yang diberikan kepadanya”.

“WNA dimaksud diduga melakukan kegiatan bisnis melalui penjualan e-book dan pemasangan tarif konsultasi wisata Bali,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Kemenkumham Bali Eko Budianto memperingatkan WNA yang tidak mematuhi protokol kesehatan bisa dideportasi. Eko menyatakan hal itu karena tidak sedikit para WNA yang sedang berada di Bali ternyata melanggar protokol kesehatan.

Sanksi tersebut dilakukan untuk memberikan shock therapy kepada WNA yang melanggar protokol kesehatan.

“Kaitannya dengan prokes itu jadi kami dilibatkan dalam satu tim prinsipnya kami dalam lingkup layer ke-2 jadi supporting unit jadi kita intinya kita yang dilanggar itu kan terkait dengan pelanggaran prokes ya untuk kesehatan bukan keimigrasiannya. Namun juga bagian dari shock therapy untuk tahap awal mungkin dari pihak satgas COVID itu prokes itu mereka menerapkan bayar denda kepada orang asing tersebut (yang melanggar prokes) kemudian datanya di rekap diberikan kepada kami salah satunya. Apabila kemudian mereka terjadi melakukan pengulangan lagi terhadap pelanggaran tersebut ya tidak menuntut kemungkinan mereka akan kita tindak kita deportasi gitu,” tuturnya.

Menurut Eko, WNA yang tidak menaati protokol kesehatan ini bisa dideportasi sesuai Pasal 75 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian. Eko mengatakan di dalam undang-undang tersebut bersifat umum bagi para WNA yang melanggar aturan perundang-undangan di Indonesia dapat dikenai sanksi karena ia tidak menaati perundang-undangan yang berlaku.

“Pada saat melanggar (protokol kesehatan) jelas mereka melanggar perundang-undangan itu dipulangkan, dideportasi juga bisa, cuma itu kan bagian dari shock therapy juga jadi tidak serta-merta kita,” sambungnya.

Lebih lanjut, Eko menerangkan sanksi yang diberikan kepada para yang melanggar protokol kesehatan untuk pertama kalinya akan diminta push up oleh Satgas COVID-19 hingga membayar denda. Mereka yang melanggar akan masuk catatan imigrasi. Apabila di kemudian hari melanggar kembali, pihak imigrasi akan menindak tegas dengan mendeportasi WNA tersebut.

Menurutnya, hingga kini Keimigrasian Kantor Wilayah Kemenkumham Bali belum mendeportasi WNA yang melanggar protokol kesehatan. Pihaknya terus melakukan pendataan WNA yang melanggar.

“Kalau saat ini yang dipulangkan karena melanggar prokes belum ada. Karena ini terus berjalan terus kami juga mencatat orang asing melanggar kita catat, nanti kalau kemudian ada pengulangan pelanggaran tersebut atau yang bersangkutan memaksakan bahwa dia tidak melanggar atau bagaimanapun baru kemudian kita yang maju,” jelasnya.

 

Tags:

Berita Terkait