Belajar dari Kasus Dino Patti Djalal, Ini Jerat Pidana Pemalsu Sertifikat Tanah
Berita

Belajar dari Kasus Dino Patti Djalal, Ini Jerat Pidana Pemalsu Sertifikat Tanah

Pemerintah menyatakan serius memberantas praktik mafia tanah dengan menargetkan pada 2025 seluruh tanah sudah terdaftar dan dapat mengurangi sengketa dan kejahatan oleh para mafia tanah.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Kasus pemalsuan sertifikat tanah baru-baru menjadi perhatian publik sehubungan dengan laporan mantan Wakil Menteri Luar Negeri Dino Patti Djalal. Dalam kasus tersebut, Dino melaporkan pada kepolisian karena ada kejahatan pemalsuan sertifikat tanah milik orang tua Dino yang kemudian sertifikat aslinya telah digadaikan. Sehingga, sertifikat tanah milik orang tua Dino tersebut telah berganti nama kepemilikan. Saat ini, laporan tersebut masih dalam proses pemeriksaan kepolisian.

Dino membeberkan tiga bukti yang menunjukkan bahwa seseorang bernama Fredy Kusnadi diduga terlibat dalam kasus penggelapan sertifikat tanah milik ibundanya. Dino menuding sindikat mafia tanah menggelapkan sertifikat tanah ibundanya tersebut.

Dino menuturkan, bukti pertama yang dimilikinya, yakni rekaman pengakuan yang saat ini telah ditangkap polisi dan berstatus tersangka. Bukti kedua yang disampaikan Dino, yakni bukti transfer uang. Uang tersebut diduga merupakan bagian dari hasil penggadaian sertifikat rumah milik ibunya di suatu koperasi. Sedangkan bukti ketiga yakni adanya sebuah rumah yang sertifikatnya diduga telah beralih nama ke nama.

Dino menegaskan dirinya akan terus menyelidiki kasus ini. Menurut dia, kesalahan terbesar para sindikat mafia tanah tersebut adalah menjadikan ibundanya yang telah berumur 84 tahun sebagai korban. "Saya sebagai putra beliau akan melawan mereka dengan segala kemampuan yang saya miliki. Saya tidak takut kepada siapapun dan saya akan memastikan bahwa semua pelaku sindikat ini akan terungkap dan Insya Allah akan tertangkap," kata dia seperti dikutip dari Antara, Senin (15/2).

Dino mengatakan sudah waktunya para dalang sindikat tanah tertangkap karena selama ini dirinya tidak pernah melihat ada dalang mafia tanah yang diciduk pihak kepolisian. "Inilah yang diharapkan masyarakat," ucap Dino. (Baca Juga: Konsumen Perlu Tahu! Ini 6 Jenis Biaya di Balik Pembelian Rumah)

Penting diketahui, sertifikat tanah merupakan salah satu dokumen aset yang memiliki nilai ekonomi. Pemalsuan dokumen tersebut dapat dikenakan sanksi pidana bagi pelakunya. Ketentuan tersebut tercantum pada Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana. 

Pasal 263 KUHP menyatakan sebagai berikut; 1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun. 2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Ketentuan sanksi lain tercantum dalam Pasal 264 dan 266 KUHP. Pasal 264 ayat (1) menyatakan, Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap: 1. akta-akta otentik; 2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum; 3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai: 4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; 5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan;

Ayat (2) menyatakan, diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Sedangkan Pasal 266 ayat (1) menyebutkan, barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya, sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.

Respons Kementerian ATR/BPN

Diketahui, terungkapnya kasus penggelapan sertifikat tanah milik ibu Dino Patti Djalal berawal ketika pada Januari 2021. Saat itu, ada kuasa hukum dari seseorang datang ke rumah Yurmisnawita untuk memproses balik nama Sertifikat Hak Milik No. 8516 di Cilandak Barat milik Yurmisnawita menjadi milik dari klien kuasa hukum tersebut. Padahal, Yurmisnawita tidak pernah menjual rumah tersebut, tetapi pada 2019, rumah tersebut sempat akan dijual kepada orang lain.  Saat itu, orang tersebut menghubungi Yurmisnawita dengan membawa calon pembeli.

Yurmisnawita menolak karena pemilik asli rumah, Zurni Hasyim Djalal tidak mau menjualnya. Zurni Hasyim Djalal adalah pemilik tanah dan bangunan berupa rumah di Cilandak Barat berdasarkan SHM no. 8516 atas nama Yurmisnawita. Dino lalu menyampaikan ke publik perihal ibunya yang menjadi korban kasus penggelapan sertifikat tanah.

"Agar publik waspada, satu lagi rumah keluarga saya dijarah komplotan pencuri sertifikat rumah. Tahu-tahu sertifikat rumah milik ibu saya telah beralih nama di BPN padahal tidak ada AJB (akte jual beli), tidak ada transaksi, bahkan tidak ada pertemuan apapun dengan ibu saya," kata Dino melalui akun media sosial Twitter, Selasa (9/2).

Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan serius untuk memberantas praktik mafia tanah. Lembaga tersebut menarget pada 2025 seluruh tanah sudah terdaftar dan dapat mengurangi sengketa dan kejahatan oleh para mafia tanah. Menteri ATR/Kepala BPN, Sofyan A. Djalil mengungkapkan jika yang terjadi pada kasus Dino Patti Djalal adalah akibat ulah mafia tanah.

"Dari segi hukum tanah, administrasi hukum tanah keliatannya semua oke. Semua persyaratan ada, ada AJB, pengecekan di cek ke kantor BPN ada, sehingga BPN tidak mengetahui bahwa akte jual beli itu adalah orang yang tidak berhak karena menurut berita yang kita dengar terjadi karena pemalsuan KTP," ujar Sofyan A. Djalil dalam konferensi pers mengenai kasus tanah Dino Patti Djalal, Kamis, (11/2).

Lebih lanjut, Menteri ATR/Kepala BPN mengatakan untuk mengatasi hal tersebut akan memperbaiki sistem pertanahan, yaitu bertransformasi digital. "Oleh sebab itu, kita mau memperbaiki sistem nanti semua data kita akan elektronikan kalau ada orang datang langsung dengan sistem elektronik namun itu masih perlu uji coba," katanya.

Direktur Jenderal (Dirjen) Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, R.B Agus Widjayanto mendukung tindakan Dino Patti Djalal untuk melaporkan masalahnya kepada Kepolisian karena masalah ini termasuk tindak pidana murni pemalsuan dan penggelapan hak.

"Jika memang terbukti di pengadilan bahwa beliau adalah figur dan ada pemalsuan dalam akta jual beli, maka ATR BPN dapat membatalkan pendaftaran melalui akta jual belinya. Dan status tanah pada fungsinya dapat kembali menjadi sertifikat atas nama pemilik semula," ungkapnya.

Kementerian ATR/BPN telah bekerja sama dengan Kepolisian dalam memberantas mafia tanah. "Kementerian ATR/BPN tidak dalam kapasitas untuk melakukan penyidikan dan penyelidikan kasus pidana seperti ini. Namun kami bekerja sama dengan kepolisian. Kami telah membentuk tim pelaksana untuk pencegahan dan penyelesaian kejahatan pertanahan," kata R.B Agus Widjayanto.

Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT), Suyus Windayana menuturkan bahwa dokumen-dokumen analog sangat rawan sekali untuk dilakukan pemalsuan jadi ke depan dengan sistem elektronik akan lebih aman.

“Ke depan bahwa memang hal-hal yang kita pikirkan untuk melakukan kegiatan elektronik ini adalah untuk melindungi orang-orang yang seperti Dino Patti Djalal, untuk melindungi semua masyarakat. Jadi semua transaksi kedepan memang harus dibuktikan dengan informasi lain yang tidak ada di dalam fisik misalnya sidik jari dan lain-lain,” tuturnya.

Tags:

Berita Terkait