Begitu Mudahnya Penegakan Hukum Tergadai
Fokus

Begitu Mudahnya Penegakan Hukum Tergadai

Kasus Gayus H. Tambunan memperlihatkan betapa mudahnya aparat penegak hukum menggadaikan sumpah dan profesi mereka demi alasan uang. Hakim memegang kunci untuk mengungkap tabir kasus ini.

Nov
Bacaan 2 Menit

 

Lempar handuk

Begitu mulusnya Gayus ketika itu lolos dari jerat pidana, diduga tak lepas dari peran Haposan, Lambertus Palang Ama, Andi Kosasih, Sjahril Djohan, serta aparat penegak hukum yang menangani perkaranya. Mulai dari proses penyidikan, Gayus sudah tidak ditahan walaupun dijerat dengan pasal pencucian uang dan korupsi. Kemudian, meski uang Rp28 miliar dalam rekening Gayus telah diblokir, penyidik tidak melakukan penyitaan. Sehingga memudahkan Gayus untuk mendapatkan uangnya kembali tanpa harus menjalani proses persidangan. Selain tidak menyita uang Rp28 miliar dalam rekening Gayus, penyidik juga tidak menyita aset-aset berupa rumah dan uang Rp500 juta di dalam rekening Bank Mandiri Gayus.

 

Ternyata tidak dilakukannya upaya penyitaan dan penahanan terhadap Gayus tidak dilakukan secara cuma-cuma. Dua penyidik Direktorat II Eksus, yaitu Arafat dan Sri Sumartini diduga menerima suap dan/atau gratifikasi untuk tidak melakukan upaya-upaya hukum tersebut. Tengok saja, dalam dakwaan perkara Arafat, penuntut umum menyatakan Arafat yang dibantu oleh penyidik lainnya, yakni Sri Sumartini telah menerima sejumlah uang untuk tidak melakukan penyitaan dan penahanan terhadap Gayus. Selain itu, untuk menyiasati uang Rp28 miliar dalam rekening Gayus agar lepas dari jerat pidana, kedua penyidik ini telah membantu untuk merekayasa perkara Gayus.

 

Memang, awalnya, Haposan yang meminta seorang rekan advokatnya untuk membuat konsep surat perjanjian antara Gayus dan Andi Kosasih. Rekannya itu bernama Lambertus. Dalam kesaksiannya, Lambertus mengaku dimintai bantuan oleh Haposan untuk membuat konsep surat perjanjian terkait bisnis pengadaan tanah untuk membangun ruko di daerah Jakarta Utara. Dimana, kemudian perjanjian yang diminta untuk dibuat dengan tanggal mundur (backdate) itu –seolah-olah dibuat tanggal 26 Mei 2008- ditandatangani Gayus dan Andi Kosasih pada 1 September 2009. Dan untuk lebih meyakinkan lagi, Gayus dan Andi Kosasih diperiksa terkait dengan kerja sama ini.

 

Ketika Gayus diperiksa di Bareskrim terkait dengan perjanjian ini, pemeriksaan tiba-tiba dihentikan dan diminta Haposan untuk dilanjutkan di luar. Dan pemeriksaan di luar itu, menurut Arafat dan Haposan atas seizin Kanit III Pajak, Asuransi, dan Money Laundering Pambudi Pamungkas. Atas perintah itu, Arafat dan Sri Sumartini pada 1 September 2009 melanjutkan pemeriksaan di tempat yang sudah dipersiapkan oleh Haposan, yaitu di Hotel Manhattan. Kemudian, setelah pemeriksaan selesai dilakukan, Arafat dan Sri Sumartini menerima kembali menerima sejumlah uang. Selain itu, dilakukan juga pemeriksaan terhadap Andi Kosasih di tempat yang berbeda, yaitu di Hotel Kartika Candra. Dimana, di tempat itu dibuat pula enam kwitansi yang untuk meyakinkan adanya penyerahan uang dari Andi Kosasih kepada Gayus.

 

Meski penerimaan uang itu dibantah Arafat dan Sri Sumartini, Arafat mengaku tidak ditahan, disitanya aset, dan pemeriksaan di luar itu semua atas perintah atasan. Tidak mungkin dirinya yang hanya berpangkat Komisaris Polisi berani melakukan hal tersebut sendiri, tanap seizin atasan. Namun, Pambudi dan Edmond membantah mengetahui adanya pemeriksaan di luar Bareskrim. Menurut Pambudi, meski pemeriksaan di luar kantor Bareskrim itu diperbolehkan tapi dengan alasan-alasan tertentu, seperti kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan. Sementara, Edmond dengan tegas menganggap hal itu adalah suatu penyimpangan, karena pemeriksaan di luar kantor Bareskrim itu sangat dilarang, apalagi untuk tersangka yang dalam kondisi sehat wal’afiat.

 

Padahal, Arafat bersikukuh pemeriksaan di luar kantor Bareskrim itu atas seizin Pambudi. Sehingga, menjadi kekecewaan yang sangat besar bagi Arafat, karena Pambudi tidak mengakuinya di persidangan. Selain itu, Arafat juga dengan sangat yakin menyatakan telah membuat rekomendasi untuk melakukan penyitaan, tapi rekomendasi ini tidak diindahkan oleh atasan Arafat. Dengan demikian, Arafat tidak terima apabila semua kesalahan dilimpahkan kepadanya.

 

Selanjutnya, selain dianggap telah menerima suap atau gratifikasi dari Gayus, Arafat juga telah dianggap menerima suap atau gratifikasi dari sejumlah pihak yang berhubungan dengan perkara Gayus. Dua diantaranya adalah Alif Kuncoro dan Roberto Santonius. Untuk Alif Kuncoro, Arafat diduga menerima sebuah motor Harlay Davidson untuk tidak menetapkan Alif dan adiknya, Imam Cahyo Maliki sebagai tersangka. Meski Arafat membantah dengan menyatakan motor itu hanya dititipkan, Alif mengakui bahwa pemberian motor itu sebagai bentuk “deal” untuk tidak menetapkan dirinya dan adiknya sebagai tersangka. Alif mengaku dirinya dan adiknya sempat ingin ditetapkan sebagai tersangka karena telah terdeteksi adanya aliran dana yang masuk ke dalam rekening Gayus. Padahal, menurut Alif uang itu hanyalah transaksi jual beli mobil antara adiknya dengan Gayus

Tags:

Berita Terkait