Begini Tanggapan Dua Ahli Soal Foto Editan Caleg DPD NTB
Berita

Begini Tanggapan Dua Ahli Soal Foto Editan Caleg DPD NTB

Ahli Pemohon menilai foto editan evi manipulatif, sedangkan ahli Pihak Terkait (Evi) menilai foto editan Evi tidak ada aturan yang melarang mengedit foto caleg.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

"Tidak boleh ada manipulasi maksudnya?" tanya Suhartoyo lagi.

 

"Persis," jawab Priyadi.

 

Tak aturan yang melarang

Sementara ahli yang dihadirkan Evi selaku Pihak Terkait, Juanda menilai tak ada aturan hukum yang melarang seseorang untuk mengedit foto. "Ditinjau dari aspek hukum, saya sebagai ahli membaca dan meneliti peraturan perundang-undangan tidak ada satu ketentuan yang melarang, apalagi mengedit foto sendiri,” kata Juanda.

 

Karena itu, Juanda menilai dalil permohonan ini tidak berdasar. Lagipula, tidak ada signifikansi dan keterkaitan antara mengedit foto menjadi cantik dengan perolehan suara seorang caleg. Dia juga menilai dalil Farouk yang menuding alasan para pemilih mencoblos Evi karena foto menarik (cantik) sulit dibuktikan. Sebab, satu alasan pemilih tidak bisa dikatakan mewakili ratusan ribu alasan pemilih lain untuk memilih Evi.

 

Jika demikian alasannya, kata Juanda, Majelis Hakim harus menghadirkan seluruh pemilih yang menggunakan hak suaranya untuk Evi dan meminta keterangan mereka satu per satu alasan mereka memilih caleg nomor urut 26 itu. "Kalau itu tidak bisa dilakukan, saya kira kita sudah masuk dalam proses penegakkan hukum yang sewenang-wenang," ujar Juanda.

 

Mengenai istilah "manipulatif" yang digunakan Farouk, Juanda berpendapat secara hukum tidak ada wewenang pihak manapun yang bisa menyimpulkan satu perbuatan bersifat manipulatif sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan tindakan itu manipulatif. "Kalau itu disebut manipulasi oleh seseorang, saya mengatakan itu asumsi," kata dia.

 

"Kalau ada keberatan terhadap persyaratan bakal calon secara hukum dalam UU No. 7 Tahun 2017 beserta Peraturan KPU itu sebenarnya bukan kewenangan MK, tapi ini saat proses penetapan calon tetap dan itu ada mekanisme hukumnya (gugat ke PTUN, red)."

 

Sebelumnya, Farouq dalam perkara Nomor 03-18/PHPU-DPD/XVII/2019 ini, salah satunya mempersoalkan foto calon Anggota DPD nomor urut 26 Evi Apita Maya di kertas surat suara sebagai hasil editan demi meraup suara terbanyak. Evi dianggap berbuat tidak jujur karena mengedit pasfotonya hingga wajahnya nampak lebih cantik dari aslinya. Baca Juga: Ketika Foto Editan Terlalu Cantik Jadi Dalil Sengketa Pileg

 

Tindakan Evi, menurut Pemohon telah mempengaruhi pilihan masyarakat NTB. Padahal, Evi dinilainya tidak maksimal dalam kampanye di daerah terpencil. Pengaruh foto editan itu membuat Evi lolos menjadi anggota DPD dengan suara terbanyak sebesar 283.932. Sedangkan Farouk hanya mengantongi 188.687 suara. Pemohon menuding Evi melanggar Pasal 65 ayat (1) huruf j Peraturan KPU RI Nomor 30 Tahun 2018. Intinya aturan ini mengenai penggunaan foto lama lebih dari 6 bulan.

 

Pemohon juga mempermasalahkan foto saingan lainnya yakni Lalu Suhaimi Ismy. Pemohon menyebut Suhaimi memakai foto lama yang sama saat dia maju dalam Pileg Anggota DPD periode 2014–2019. Tindakan ini  juga melanggar Pasal 65 ayat (1) huruf j Peraturan KPU RI Nomor 30 Tahun 2018. Pemohon pun menuding KPU melakukan tindakan yang salah karena menetapkan keduanya lolos menjadi peserta calon anggota DPD. Atas dasar ini, Pemohon meminta MK membatalkan keputusan KPU terkait penetapan daftar calon tetap perseorangan anggota DPD atas nama Evi Apita Maya dan Lalu Suhaimi Ismy.

Tags:

Berita Terkait