Begini Tanggapan DJKI Terkait Kasus 'Open Mic Indonesia'
Terbaru

Begini Tanggapan DJKI Terkait Kasus 'Open Mic Indonesia'

DJKI menyebutkan permohonan merek Open Mic Indonesia dengan nomor permohonan J002013025009 diterima dengan pertimbangan karena secara keseluruhan merek memiliki daya pembeda.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Ia melanjutkan para komika seharusnya tidak perlu takut jika disomasi karena menggunakan kata open mic selama tidak mengikuti secara persis merek Open Mic Indonesia dengan logo yang telah terdaftar.

"Perlu digarisbawahi dan diluruskan, yang diberikan pelindungan oleh negara adalah kata Open Mic Indonesia dengan kombinasi unsur logo dan lukisan tersebut. Bukan kata open mic-nya saja. Di sini ada perbedaan interpretasi yang diklaim pemilik merek, sehingga melarang pihak lain untuk menggunakan kata open mic," jelas Agung.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, permohonan merek menggunakan kata-kata umum tidak diperbolehkan. Adapun kata umum terbagi dalam tiga kategori yaitu kata yang bersifat generik, deskriptif, dan tanda yang digunakan secara publik.

Kata bersifat generik menyebutkan jenis barang/jasa yang dimohonkan pendaftarannya, contohnya coffee shop untuk merek kafe; sugar untuk merek gula; atau perekat untuk merek lem. Sedangkan kata yang bersifat deskriptif contohnya kata-kata yang menerangkan kualitas, kuantitas, material pembuatan, dan lainnya.

"Contohnya produk minuman jus merek pineapple. Memang tidak merujuk jus tapi menggambarkan minumannya nanas karena menjelaskan ingredients," lanjut Agung.

Ada juga tanda-tanda yang digunakan oleh publik yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek, seperti salah satunya tanda tengkorak untuk menggambarkan bahan kimia berbahaya.

Berkaca dari kasus ini, Agung menyarankan agar para pemilik merek untuk menghindari kata-kata yang menjadi istilah umum yang digunakan oleh publik untuk mengidentifikasi suatu jenis barang atau kegiatan.

"Kata-kata yang bersifat umum, deskriptif, dan generik harus tetap menjadi publik domain. Tidak bisa dimiliki secara eksklusif oleh satu pihak untuk mengklaim kata-kata tersebut," katanya.

Sebelumnya, Ketua Perkumpulan Stand Up Indonesia Adjis Doaibu menjelaskan alasan gugatan pembatalan merek yang diajukan oleh pihaknya. Adjis menyampaikan bahwa gugatan ini bertujuan untuk mengembalikan merek ‘open mic’ menjadi milik publik.  Untuk upaya hukum gugatan pembatalan merek “Open Mic Indonesia” ini, Perkumpulan Stand Up Indonesia menunjuk Panji Prasetyo sebagai kuasa hukumnya.

“Hari ini, saya mewakili teman-teman komika se-Indonesia mendaftarkan gugatan pembatalan merek ‘Open Mic Indonesia’ yang telah mendapatkan sertifikat merek dari Ditjen Kekayaan Intelektual. Ini terpaksa kami lakukan karena istilah ‘open mic’ yang jelas-jelas istilah umum dalam dunia hiburan, telah dibajak dan dimonopoli oleh satu pihak saja dan kemudian menyebar somasi melarang pihak-pihak lain menyelenggarakan acara yang bertajuk ‘Open Mic’. Ini bukan saja lawakan yang sangat tidak lucu, tapi juga sangat mengganggu dan meresahkan para komika, penyelenggara acara, serta pemilik kafe dan restoran,” kata Adjis.

Tags:

Berita Terkait