Begini Standar Berpakaian Lawyer di Firma Hukum
Utama

Begini Standar Berpakaian Lawyer di Firma Hukum

Meski tidak ada seragam khusus atau ketentuan tertulis mengenai cara berpakaian advokat-advokatnya, mayoritas cenderung mengikuti ‘aturan’ berpakaian ala advokat pada umumnya untuk bekerja yaitu dengan memakai pakaian rapih dan formal.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Wimbanu Widyatmoko, Talita Priscilla Sirait, Lintang Kusuma Sari. Foto Kolase: Istimewa
Wimbanu Widyatmoko, Talita Priscilla Sirait, Lintang Kusuma Sari. Foto Kolase: Istimewa

Pentingnya menjaga penampilan bagi kalangan advokat seolah sudah menjadi keharusan. Semboyan “dress like a lawyer” muncul bukan tanpa alasan lantaran profesi advokat umumnya dilandasi rasa kepercayaan dan kesan positif dari klien. Kesan positif bisa diperoleh, salah satunya dari cara berpakaian.

“Kalau kita lihat tahun 1980-an trennya lebih ke negara barat. Mungkin karena dari segi fashion-nya dan karena kliennya juga kebanyakan asing. Jadi kebiasaan mengenakan jas, dasi, itu semacam pakem pada tahun 80-an, 90-an. Tapi kalau kita lihat pada tahun 2000-an tren itu mulai agak berubah. Mulai lebih santai,” kata Senior Partner Hadiputranto, Hadinoto & Partners (HHP) Law Firm, a member firm of Baker McKenzie in Indonesia, Wimbanu Widyatmoko melalui sambungan telepon, Selasa (24/5/2022).

Perubahan tersebut terjadi seiring mulai berubahnya tren yang berlaku bagi sejumlah klien, seperti misalnya perusahaan startup yang lebih mengenakai pakaian santai. Ia menceritakan Headquarter dari salah satu perusahaan terbesar Amerika yang merupakan kliennya bahkan akan mengusir jika memakai stelan jas berdasi. Pasalnya, bagi perusahaan tersebut pakaian seperti itu sudah tidak dikenakan lagi. “Hal-hal seperti itu harus kita perhatikan. Jadi kemasannya dalam hal ini penampilan harus disesuaikan,” tegasnya.

Bagi firma hukum HHP sendiri sebetulnya sempat terjadi pergeseran cara berpakaian advokat-advokatnya. Di masa awal-awal baru berdiri pada 1989, para advokatmasih memakai stelan jas berdasi. Namun selepas tahun 2000, mulai ada gaya berpakaian dengan dasi tanpa jas atau sebaliknya. Barulah setelah sekitar tahun 2005-2008, advokat HHP mulai tidak memakai jas dan dasi. Di saat-saat itu pula HHP mulai memperbolehkan para advokatnya untuk tidak mengenakan baju resmi tiap hari Jum’at sepanjang tidak mengenakan kaos oblong dan celana pendek.

Baca Juga:

Sekitar tahun 2010-an, kata dia, dengan maksud untuk membantu pemerintah dalam menggalakkan budaya dan aset bangsa, HHP mengubah setiap hari Jum’at menjadi batik day dimana para advokat mengenakan batik. Selama 10 tahun terakhir, HHP lebih meng-encourage advokat untuk memakai batik. Meski demikian, HHP tetap membebaskan advokat-advokatnya menentukan pakaiannya sendiri sebagai smart casual dengan memperhatikan kebiasaan dan pakem cara berpakaian klien.

Meskipun setiap hari Jum’at HHP meng-encourage penggunaan pakaian smart casual, tetapi Banu memandang ada bagusnya disediakan cadangan pakaian batik, jas, dan dasi. “Karena kita tidak pernah tahu ya, kita ke kantor smart casual. tidak ada agenda meeting. Tapi tau-tau klien minta siang meeting, atau dipanggil oleh pejabat pemerintah, jadi kita harus sediakan spare,” ucapnya.

“Pesan saya, junjung profesionalisme karena kita jasa dan profesi. Kita harus ingat kita harus tegakkan profesionalisme. Bukan hanya dalam bertindak, memberikan service ke klien, tapi juga cara kita menampilkan diri termasuk bagaimana cara kita berpakaian. Itu yang pertama. Kedua, ada bagusnya kita bangga atas produk kita sendiri, terutama batik.”

Hukumonline.com

Senior Partner HHP Law Firm Wimbanu Widyatmoko bersama rekan-rekannya mengenakan batik.

Banu mengaku senang jika dalam 5 hari seminggu paling tidak terdapat beberapa hari dimana advokat mengenakan batik. Bukan sebatas untuk menunjukkan identitas diri sebagai warga Indonesia yang bangga akan produknya, tetapi juga untuk membantu pemerintah menunjang pemasaran dari produk batik tidak hanya di Indonesia, tapi dipromosikan juga di luar negeri melalui para klien.

“Tapi yang paling penting profesionalisme. Selama kita profesional dalam memberi advice, dan kita juga profesional dalam segi berpakaian. Seharusnya itu menjadi hal yang utama,” pesannya.

Mengenai kebijakan gaya berpakaian advokat di firma hukum, bagi Tumbuan & Partners (T&P) tidak memberikan peraturan tertulis mengenai cara berpakaian advokat-advokatnya. Akan tetapi, mereka cenderung mengikuti “aturan” berpakaian advokat pada umumnya untuk bekerja yaitu dengan memakai pakaian rapih dan formal.

“Selain berpakaian rapih dan formal, pada saat-saat tertentu dimana ada signing ceremony atau rapat penting, maka akan berpakaian lebih formal mulai dari jas lengkap atau batik sesuai dress code, sepatu gelap bagi pria atau sepatu hak bagi wanita ditambah dengan perlengkapan seperti tas kerja. Bahkan koper apabila banyak dokumen, pulpen bagus pendukung tanda tangan, perangkat teknologi seperti laptop atau tablet,” jelas Junior Lawyer T&P Lintang Kusuma Sari kepada Hukumonline, Jum’at (20/5/2022).

Hukumonline.com

Junior Lawyer Tumbuan & Partners, Lintang Kusuma Sari.

Sebagai tambahan, lanjut Lintang, biasanya khusus untuk advokat wanita seringkali ditambah dengan dandanan, tata rambut atau hijab rapih dan asesories untuk mempercantik diri. Menurut Lintang, berpenampilan cantik bagi advokat bukan menjadi target utama, mengingat kecantikan itu sendiri bersifat relatif. Tetapi hal yang penting untuk ditonjolkan ialah bagaimana memberikan penampilan rapih, bersih, wangi, dan terlihat profesional.

Tanpa perlu menggunakan barang-barang bermerek, utamanya asalkan bagus untuk dipandang dan sopan dikenakan. Hal itu dimaksudkan untuk memberi kesan baik kepada klien serta orang-orang lain yang ditemui. “True style is not about having a closet full of expensive things, it is instead about knowing when, where, and how to utilize your collection to help you present a positive and professional image of your organization to others,” ujar Junior Lawyer T&P, Talita Priscilla Sirait.

Hukumonline.com

Junior Lawyer T&P, Talita Priscilla Sirait.

Menurut Talita, sebagai makhluk sosial, penampilan kerap menjadi perhatian serta daya tarik seseorang sebagai salah satu unsur dalam menentukan first impression kepada orang lain. Untuk itu, bagi seorang advokat yang mewakili klien, tentu penampilan penting untuk dapat menimbulkan kesan positif dan kepercayaan diri untuk diri sendiri ataupun klien.

Tags:

Berita Terkait