Begini Respons Panja atas Desakan Keterbukaan Draf RKUHP
Terbaru

Begini Respons Panja atas Desakan Keterbukaan Draf RKUHP

Disebabkan pemerintah belum siap menyerahkan draf RKUHP ke DPR.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Desakan sejumlah kalangan masyarakat sipil agar pemerintah dan DPR membuka draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHP) yang ditarget bakal diboyong dalam rapat paripurna sebelum masa reses pada Juli mendatang direspon DPR. Sebab, belum dibukanya draf RKUHP ke publik menjadi kegelisahan banyak kalangan. Sementara draf RKUHP yang menjadi usul insiatif pemerintah belum diserahkan ke DPR.

Jadi, kalau belum apa-apa lalu pemerintah dan DPR dituduh tidak terbuka, ya memang belum siap,” ujar anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHP Arsul Sani kepada wartawan di Komplek Gedung Parlemen, Senin (20/6/2022).

Arsul menepis tudingan sejumlah elemen masyarakat yang dialamatkan ke DPR atas ketidaktransparanan dalam pembahasan RKUHP. Ia berjanji bakal membuka draf RKUHP ke publik setelah pemerintah telah siap menyodorkan ke DPR. Arsul paham betul RKUHP menjadi perhatian banyak kalangan. Sebab, materi muatannya menyangkut semua elemen masyarakat.

Anggota Komisi III itu menegaskan pemerintah memang belum menyodorkan draf teranyar hasil menerima masukan dari 12 wilayah melalui konsultasi publik. Pemerintah memang sempat road show ke sejumlah daerah dalam rangka menyerap masukan untuk penyempurnaan draf RKUHP.  Kendatipun Panja terlibat dalam menyempurnakan draf yang pernah disetujui di tingkat pertama pada 2019 lalu, tapi soal substansi terbaru dalam draf terbaru DPR belum menerimannya.

Baca Juga:

Singkat cerita, Wamenkumham Prof Edward Omar Sharif Hiariej mewakili pemerintah menyampaikan 14 isu krusial dalam RKUHP melalui forum rapat dengan pendapat (RDP) pada 25 Mei 2022 lalu. Komisi III DPR menyetujui 14 isu krusial tersebut dan akan mengirimkan surat kepada Presiden.

“Jadi, jangan belum apa-apa dituduh Pemerintah dan DPR tidak transparan. Proses transparansi di DPR itu sudah dilakukan pada 2019 ketika kami menyetujui RKUHP di tingkat pertama. Kami mendapatkan masukan melalui proses sosialisasi di 12 tempat, mendengarkan masukan dari berbagai elemen masyarakat,” ujarnya.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) itu menerangkan bila pemerintah menyodorkan draf RKUHP ke DPR, Panja RKUHP Komisi III tak akan membahas dari awal lagi. Panja RKUHP Komisi III bakal melihat soal apakah masukan dari berbagai pihak dalam proses road show di 12 tempat telah terakomodir dalam draf RKUHP atau sebaliknya.

Yang pasti, kata Arsul, Panja RKUHP bakal membaca secara keseluruhan draf RKUHP. Meskipun pemerintah telah menyisir pasal-pasal mana saja yang dihapus. Seperti pasal yang mengatur profesi tukang gigi dan pasal advokat curang. Kemudian pasal yang mengatur kohabitasi, dan kumpul kebo. “Pemerintah mengusulkan mencoret pihak yang berhak mengadukan itu yaitu kepala desa," ujarnya.

Sebelumnya, Aliansi Nasional Reformasi KUHP yang terdiri dari sejumlah elemen masyarakat sipil melayangkan surat terbuka kepada pemerintah dan DPR. Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mengatakan Presiden Joko Widodo menginstruksikan penundaan rancangan KUHP (RKUHP) pada September 2019. Draf RKUHP ditarik dari pembahasan di DPR dan dilakukan pendalaman materi oleh pemerintah.

Namun, sejak September 2019 sampai pertengahan Mei 2022 tidak ada naskah terbaru RKUHP yang dibuka ke publik. Sampai 25 Mei 2022 pemerintah dan DPR kembali membahas draf RKUHP dengan menginformasikan matriks berisi 14 isu krusial RUU KUHP tanpa membuka draf terbaru RKUHP secara keseluruhan.

“Oleh karena itu Aliansi Nasional Reformasi KUHP menyerukan kepada pemerintah untuk membuka draft terbaru RKUHP kepada publik,” kata Isnur ketika dikonfirmasi Rabu (10/6/2022) lalu.

Dalam surat terbuka itu, Aliansi mencatat berdasarkan draft RKUHP per September 2019 aliansi menilai masih banyak catatan kritis yang perlu ditinjau dan dibahas bersama secara substansial. Untuk itu, Aliansi menyerukan kepada pemerintah dan DPR agar tidak langsung mengesahkan RKUHP karena publik berhak memastikan perubahan substansi tersebut.

“Sebagaimana seruan Aliansi Nasional Reformasi KUHP sebelumnya, kami menekankan bahwa proses penyusunan RKUHP harus dilakukan secara transparan dan inklusif sebelum pengesahan Rancangan KUHP menjadi undang-undang,” begitu sebagian kutipan surat terbuka.

Menurut Aliansi, pembahasan substansial RKUHP antara lain 24 poin masalah dalam DIM yang pernah Aliansi kirimkan dari draft RKUHP versi September 2019, bukan hanya terbatas pada 14 poin isu krusial berdasarkan versi pemerintah. Contohnya otoritas publik, pemerintah dan DPR berkewajiban untuk menjamin setiap penyusunan peraturan dan kebijakan publik dilakukan secara transparan. Khususnya RKUHP yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat luas.

“Alasan tidak membuka draft RKUHP terbaru untuk menghindari polemik publik bertentangan prinsip demokrasi yang dianut bangsa Indonesia,” ujar Aliansi.

Tags:

Berita Terkait