Begini Proyeksi Tantangan Sektor Perpajakan di Tahun 2023
Terbaru

Begini Proyeksi Tantangan Sektor Perpajakan di Tahun 2023

Pemerintah harus bergegas melakukan antisipasi dan jika diperlukan dapat mengambil extraordinary measure untuk menjaga pertumbuhan pajak tetap positif di tahun 2023.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Sehingga pemerintah harus bergegas melakukan antisipasi dan jika diperlukan dapat mengambil extraordinary measure untuk menjaga pertumbuhan pajak tetap positif di tahun 2023. Extra effort yang dilakukan oleh DJP akan menjadi kunci kinerja penerimaan pajak di tahun 2023. DJP juga harus mengoptimalkan reformasi perpajakan melalui UU HPP.

Sementara itu terkait evaluasi implementasi UU HPP, UU omnibus law ini mampu mendorong penerimaan pajak tahun 2022. Namun, masih banyak “pekerjaan rumah” dalam implementasi UU HPP. Salah satunya adalah adanya potensi yang belum digali dan sulit untuk diukur, terutama dari kebijakan yang bersifat administratif. Mengukur dampak dari kebijakan tersebut menjadi sulit karena akan sangat bergantung pada praktik/kondisi di lapangan.

“Dan belum adanya aturan turunan dari UU HPP menjadi salah satu penyebab belum optimalnya penggalian potensi penerimaan pajak melalui UU HPP. Namun, kami akui bahwa merumuskan aturan turunan UU HPP bukanlah hal yang mudah dan membutuhkan waktu,” ujarnya.

Fajry melihat bahwa dalam beberapa minggu terakhir, pemerintah akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang merupakan aturan turunan dari UU HPP. Namun demikian, sebagian besar ketentuan dalam PP tersebut masih membutuhkan aturan setingkat Menteri (Peraturan Menteri Keuangan) dan teknis terlebih untuk dapat menggali potensi penerimaanya.

Dalam PP No. 50 tahun 2022 misalnya, meski telah merincikan ketentuan pelaksanaan hak dan kewajiban wajib pajak yang berkewajiban membayar pajak karbon, masih banyak ketentuan teknis yang belum diatur. Mekanisme carbon trading sendiri baru saja disahkan melalui UU PP2SK dan diatur kembali melalui peraturan ESDM.

Maka untuk menjawab tantangan penerimaan pajak tahun 2023, Fajru berpendapat pemerintah sudah seharusnya lebih cepat menerbitkan aturan turunan UU HPP, apalagi mengingat aturan turunan UU HPP sendiri sudah di luar timeline semula. Hal ini menimbulkan ketidakpastian bagi wajib pajak, salah satunya mengenai ketentuan pajak atas natura yang sampai kini belum keluar.

Di sisi lain, melalui PP No.49 tahun 2022 yang baru diterbitkan, pemerintah masih memberikan fasilitas PPN terhadap banyak barang kebutuhan atau jasa yang merupakan kebutuhan primer. Sebagai contoh, barang kebutuhan pokok masih mendapat fasilitas PPN. Jasa tertentu seperti jasa kesehatan medis, sosial, dan pendidikan juga masih mendapatkan fasilitas PPN.

Melihat pengaturan dalam PP No. 49 tahun 2022, dia menilai pemerintah tidak terlalu berani mengurangi objek yang mendapatkan fasiltias PPN untuk meningkatkan keadilan. Namun, kami menyadari bahwa secara politis kebijakan ini tidaklah populer.

Selanjutnya kinerja penerimaan PNBP dan kepabeanan di tahun 2023 akan terkontraksi sejalan dengan moderasi harga komoditas. Kontribusi penerimaan PNBP untuk tahun ini sendiri cukup besar. Berdasarkan proyeksi kami, kontribusi PNBP terhadap pendapatan negara di tahun 2022 sebesar 24,06%. Pelemahan harga komoditas akan meningkatkan risiko adanya shortfall penerimaan.

“Namun pemerintah juga telah mengantisipasi risiko shortfall dengan menerapkan target penerimaan PNBP tahun 2023 moderat yakni sebesar Rp426,3 atau jauh lebih rendah dibandingkan potensi realisasi tahun 2022 yakni sebesar Rp610,72,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait