Begini Prosedur Pengamanan di Lapas Ketika Terjadi Gempa
Utama

Begini Prosedur Pengamanan di Lapas Ketika Terjadi Gempa

Ada beberapa langkah penyelamatan narapidana berdasarkan standar operational prosedur (SOP).

CR-25
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Gempa berkekuatan 6,1 skala richter (SR)yang berpusat di Samudera Hindia Selatan Jawa turut mengguncang Banten dan Jakarta pada Selasa, 23 Januari 2018 pada pukul 13;54 WIB. Warga yang berada di sekitar gedung-gedung tinggi sontak panik dan berhamburan ke jalanan untuk menyelamatkan diri. Situasi seperti ini mungkin sudah biasa kita lihat, setidaknya di balik layer televisi. Namun, kondisi ini jelas berbeda dengan para narapidana yang ‘terkurung’ di dalam penjara.  

 

Setiap orang yang tidak dibatasi hak kebebasannya memang dapat secara bebas menyelamatkan diri dari bahaya bencana, berbeda halnya dengan narapidana yang terkurung dalam sel tahanan atau lapas. Sebagai contoh, tak sedikit napi yang terkurung di dalam lapas menjadi korban tewas akibat bencana tsunami Aceh pada 26 Desember 2004.

 

Di samping itu, kaburnya narapidana seperti pembunuh, pemerkosa, pengedar ganja dan penjahat lainnya pasca bencana juga menimbulkan kekhawatiran besar bagi masyarakat terkait stabilitas keamanan lingkungan.

 

Berdasarkan riset hukumonline, sebanyak 53 napi dari Rutan Sigli berhasil melarikan diri pada saat Gempa Aceh 11 April 2012. Tidak sampai di situ, banjir yang menyebabkan ambruknya tembok lapas kelas IIA Jambi juga mengakibatkan kaburnya puluhan narapidana.

 

Lantas muncul pertanyaan publik terkait bagaimana nasib narapidana (napi) yang terkurung di Lapas ketika bencana alam terjadi? Bagaimana prosedur hukum mengatur terkait penyelamatan dan pengamanan para narapidana?

 

Berdasarkan Pasal 24 Permenkumham No.33 Tahun 2015 tentang Pengamanan Pada Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, bencana alam merupakan salah satu dari 4 kriteria “keadaan tertentu” yang berada di bawah tanggungjawab “tim tanggap darurat”.

 

Tim tanggap darurat terdiri dari petugas lapas dan rutan yang sudah mendapatkan pelatihan dan peralatan untuk melakukan evakuasi terhadap narapidana dan bertugas di bawah koordinasi kepala lapas atau rutan. Hal ini dijelaskan Kabag Humas Ditjen Pas, Kementerian Hukum dan HAM, Ade Kusmanto, bahwa dalam keadaan darurat bencana tim tanggap darurat sudah siap siaga melaksanakan tugasnya dalam pengawasan pimpinan.

 

Pasal 24

(1). Penindakan terhadap keadaan tertentu dilakukan oleh tim tanggap darurat.

(2).  Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan jika terjadi:

a. pemberontakan;

b. kebakaran;

c. bencana alam; dan/atau

d. penyerangan dari luar.

(3).  Tim tanggap darurat sebagaimana di maksud pada ayat (1) berada dibawah koordinasi Kepala Lapas atau Rutan.

 (4). Tim tanggap darurat terdiri atas petugas Lapas atau Rutan yang telah mendapatkan pelatihan dan peralatan

 

“Semua petugas yang bertugas saat bencana berada dalam komando komandan regunya dan melaporkan kepada kalapas, kemudian kalapas melaporkan kepada kadivpas dan kakanwil,” ujar Ade Kusmanto kepada hukumonline, Selasa (24/1) malam.

 

(Baca Juga: Terputusnya Jaringan Telekomunikasi Termasuk Force Majeure? Ini Penjelasan Hukumnya)

 

Menurut Ade, ada beberapa langkah penyelamatan narapidana berdasarkan standar operational prosedur (SOP). Pertama, memberikan informasi tanda bahaya kepada petugas dan warga binaan. Kedua, membuka dan mengeluarkan narapidana dan tahanan dari dalam kamar ke tempat terbuka dengan pengamanan terhadap napi dan dilanjutkan dengan penghitungan jumlah napi.

 

Ketiga, petugas lapas bertugas melaporkan hasil penghitungan dan pengamanan napi kepada Kalapas. Keempat, petugas lapas mengimbau para napi untuk duduk tenang, mengikuti aturan dan tidak melakukan upaya melarikan diri.

 

“Napi lari saat bencana alam biasa, karena memanfaatkan situasi saat keadaan darurat. Saat bencana petugas fokus pada keselamatan jiwa narapidana dan tahanan. Namun semua kejadian di lapas berada dalam tanggungjawab kalapas selaku pimpinan tertinggi, sejauhmana tanggungjawabnya menunggu hasil pemeriksaan tim divpas kanwil setempat, tim Ditjen Pas dan Inspektorat Kementerian Hukum dan HAM,” ujarnya.

 

Bila skala bencana alam meningkat, kata Ade, keadaan darurat ditetapkan. Pada saat itulah seluruh petugas dikerahkan untuk membantu melakukan evakuasi ke tempat yang aman sesuai dengan rencana evakuasi yang telah dibuat. Kesiagaan di setiap pos penjagaan ditingkatkan untuk mencegah kepanikan dan gangguan keamanan lainnya. Dalam hal terjadi banjir, tsunami atau dampak gunung meletus, para napi diamankan ke lokasi yang lebih tinggi.

 

Ade menambahkan bahwa dalam melakukan evakuasi terhadap narapidana dapat meminta bantuan kepada Polri, TNI dan BNPB. Polri bertugas melakukan pengamanan dan pengawalan narapidana dan tahanan serta turun mengamankan saat terjadi gangguan keamanan dan ketertiban (kamtib) dan bencana alam, sedangkan TNI bertugas membantu Polri jika terjadi gangguan kamtib dan bencana alam.

 

Ade menerangkan bahwa cedera, luka-luka, atau menjadi korban bencana alam bisa terjadi bahkan tidak hanya terhadap narapidana tetapi petugas dan keluarganya-pun turut merasakan. Untuk itulah berdasarkan SOP, Ditjen pas membentuk posko darurat yang di dalamnya terdapat layanan kesehatan dalam hal bencana merusak fasilitas lapas.

 

Pasca bencana alam, Kalapas membuat laporan atensi kronologis singkat kejadian dan seketika melapor kepada Divisi Pas Kakanwil Kemenkumham dan Dirkamtib Ditjenpas. Setelah itu, petugas lapas memeriksa sarana prasarana lapas, mengembalikan napi tahanan yang dievakuasi untuk menempati hunian dan melakukan pembersihan hunian lapas.

 

“Selanjutnya petugas melakukan pemeriksaan dampak bencana alam dan membuat laporan terkait bencana alam,” pungkas Ade.

 

Tags:

Berita Terkait