Begini Peran 4 Tersangka Baru Kasus e-KTP
Berita

Begini Peran 4 Tersangka Baru Kasus e-KTP

KPK masih akan terus mengembangkan dan menyeret pihak lain yang diduga turut bertanggung jawab dalam perkara ini.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Korupsi. Ilustrasi BAS
Ilustrasi Korupsi. Ilustrasi BAS

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mengusut dugaan kasus korupsi pada proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun. Meski sudah ada 14 orang yang dijerat dan dihukum dalam kasus ini, lembaga antirasuah itu kembali menetapkan beberapa tersangka baru.    

 

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan setidaknya ada empat orang lagi yang menjadi tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Miriam S Hariyani (MSH) selaku anggota DPR RI 2014-2019; Isnu Edhi Wijaya (ISE) Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI; Ketua Konsorsium PNRI Husni Fahmi (HSF) selaku Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik; dan Paulus Tannos (PLS) selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra.

 

"Empat orang tersebut disangkakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP," kata Saut dalam konperensi pers di kantornya, Selasa (13/8/2019). Baca Juga: Hukuman Abang Lebih Ringan daripada Dinda

 

Saut membeberkan peran masing-masing tersangka sesuai hasil analisis penuntut umum dalam proses persidangan kasus ini. Miryam misalnya, pada Mei 2011 setelah RDP antara Komisi II DPR RI dan Kemendagri dilakukan, ia meminta AS$100 ribu kepada Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah. 

 

"Permintaan itu disanggupi dan penyerahan uang dilakukan di sebuah SPBU di Pancoran, Jakarta Selatan melalui perwakilan MSH. Tersangka MSH juga meminta uang denga kode ‘uang jajan’ kepada Irman," ujar Saut.

 

Kode “uang jajan” tersebut diatasnamakan rekan-rekannya selaku anggota DPR RI. Dan sepanjang 2011-2012, ia diduga menerima beberapa kali uang dari Irman dan Sugiharto. "Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dengan terdakwa Setya Novanto, MSH diduga diperkaya AS$1,2 juta," tutur Saut. 

 

Kemudian tersangka berikutnya, Isnu melakukan kongkalikong agar perusahannya terpilih mengerjakan proyek e-KTP. Kejadian ini bermula pada Februari 2011, setelah ada kepastian akan dibentuknya beberapa konsorsium untuk mengikuti lelang, ia menemui Irman dan Sugiharto selaku PPK agar salah satu dari konsorsium dapat memenangkan proyek tersebut. 

 

Atas permintaan tersebut, Irman menyetujui dan meminta komitmen pemberian uang kepada anggota DPR RI. Isnu bersama sejumlah vendor lain membentuk Konsorsium PNRI. Pada pertemuan selanjutnya, Anang Sugiana selaku bos PT Quadra Solution bersedia untuk bergabung di Konsorsium PNRI dan menyetujui syarat yang disampaikan yaitu memberikan fee kepada para pihak terkait termasuk anggota DPR dan Kemendagri. 

 

Kemudian Isnu bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp5.8 triliun. Pada 30 Juni 2011, konsorsium PNRI dimenangkan sebagai pelaksana pekerjaan proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2012.

 

“Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, Manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar terkait proyek e-KTP ini," terangnya. 

 

Sementara tersangka ketiga, Husni Fahmi diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor sebelum dimulainya proyek e-KTP. Padahal, ia dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang. Seperti pada Mei-Juni 2010, ia ikut dalam pertemuan di Hotel Sultan bersama Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus. Dalam pertemuan tersebut diduga terjadi pembahasan tentang proyek e-KTP yang anggaran dan tempatnya akan disediakan oleh Andi Agustinus. 

 

Dalam pertemuan tersebut, Husni diduga ikut mengubah spesifikasi, Rencana Anggaran Biaya, dengan tujuan mark up dan sering melapor kepada Sugiharto. Husni memang diberi tugas berhubungan dengan vendor dalam hal teknis proyek ini dan pernah diminta oleh Irman mengawal konsorsium yakni PNRI, Astragraphia, dan Murakabi Sejahtera serta ditugaskan untuk membenahi administrasi supaya dipastikan konsorsium tersebut memenuhi syarat. 

 

"Tersangka HFS diduga tetap meluluskan tiga konsorsium, meskipun ketiganya tidak memenuhi syarat wajib yakni mengintegrasikan Hardware Security Modul (HSM) dan Key Management System (KMS). Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, tersangka HFS diduga diperkaya AS$20 ribu dan Rp10 juta," ungkapnya. 

 

Dan tersangka keempat yaitu Paulus Tanos juga sudah melakukan pertemuan sebelum proyek e-KTP dimulai pada tahun 2011 termasuk di Ruko Fatmawati yang merupakan "markas" para vendor e-KTP. Dalam pertemuan yang berlangsung kurang lebih selama 10 bulan itu menghasilkan beberapa output diantaranya adalah Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang pada tanggal 11 Februari 2011 ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri.

 

Ia juga diduga melakukan pertemuan dengan sejumlah pengusaha lain seperti Andi Agustinus, Johannes Marliem dam Isnu untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat Kementerian Dalam Negeri. 

 

"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 miliar terkait proyek e-KTP ini," jelasnya.

 

Sebelumnya, KPK telah menetapkan 14 tersangka dalam perkara ini dan seluruhnya telah terbukti di persidangan dan dijatuhi hukuman sesuai tingkat kesalahannya. Mereka diantaranya Setya Novanto, Andi Agustinus, Irman, Sugiharto, hingga advokat Fredrich Yunadi, serta seorang dokter bernama Bimanesh Sutarjo.

Tags:

Berita Terkait