Begini Pengetatan Pengawasan di Lingkungan PN Jakarta Pusat
Berita

Begini Pengetatan Pengawasan di Lingkungan PN Jakarta Pusat

PN Jakarta Pusat mengklaim pengawasan yang ketat ini merupakan bagian dari reformasi birokrasi, meskipun telah terjadi dugaan kasus gratifikasi yang menjerat aparaturnya belakangan ini.

CR20
Bacaan 2 Menit
Gedung PN Jakpus. Foto: RES
Gedung PN Jakpus. Foto: RES
Dua Peraturan Mahkamah Agung (Perma) terkait dengan pengawasan hakim dan pengawasan aparatur peradilan non-hakim, mulai diterapkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Dua Perma yang dimaksud adalah Perma No. 7 Tahun 2016 tentang Penegakan Disiplin Kerja Hakim pada MA dan Badan Peradilan yang Berada di Bawahnya. Serta Perma No. 8 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pembinaan Atasan Langsung di Lingkungan MA dan Badan Peradilan di Bawahnya.

Pengetatan pengawasan oleh PN Jakarta Pusat bukan tanpa alasan. Di dalam area PN Jakarta Pusat tersebut terdapat sejumlah peradilan yang potensi pihak berperkaranya besar, seperti Pengadilan Tipikor, Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Pengadilan HAM dan Pengadilan Niaga. Menyikapi hal tersebut, PN Jakarta Pusat mewajibkan para pengunjung yang datang untuk patuh pada aturan internal yang telah diterapkan.

Meski begitu, Humas PN Jakarta Pusat Jamaluddin Samosir menjelaskan, bahwa diperketatnya pengawasan di internal PN Jakarta Pusat tidak terkait dengan dugaan kasus gratifikasi yang terjadi di PN Jakarta Pusat beberapa waktu belakangan. Menurutnya, pengawasan yang ketat ini merupakan bagian dari reformasi birokrasi di internal badan peradilan di bawah MA. (Baca Juga: Cegah Penyimpangan, MA Terbitkan Aturan Pengawasan Aparatur Peradilan)

“Ini soal reformasi birokrasi. Agar semua aparatur disiplin, tidak melanggar kode etik dan SOP nya,” ujar Jamaluddin saat dihubungi hukumonline, Senin (8/8).

Ia menjelaskan, pengawasan yang ketat terkait tamu yang datang ke lingkungan pengadilan merupakan amanat dari Surat Edaran MA Nomor 3 Tahun 2010 tentang Penerimaan Tamu, kembali disosialisasikan di lingkungan PN Jakarta Pusat. Selain menyosialisasikan SEMA, pengawasan yang ketat juga menjadi bagian dari pelaksanaan Perma No. 7 Tahun 2016 dan Perma No. 8 Tahun 2016. (Baca Juga: MA Perbaharui Larangan Bagi Hakim Menerima ‘Tamu’)

Bagi pengunjung yang ingin datang ke PN Pusat dan menemui aparatur peradilan serta tengah memproses sebuah perkara, wajib mengikuti beberapa syarat yang telah ditetapkan. Mulai dari diwajibkan untuk mengisi buku identitas tamu, ingin berkunjung ke siapa dan selama berada di lingkungan pengadilan diharuskan menggunakan identitas berupa kartu visitor.

Berdasarkan ketentuan yang berlaku di PN Jakarta Pusat, visitor dibedakan dengan perbedaan warna kartu.
Kartu berwarna kuning untuk pengunjung di persidangan perdata
Kartu berwarna oranye untuk pengunjung di persidangan niaga
Kartu berwarna merah untuk pengunjung di persidangan pidana
Kartu berwarna hijau untuk pengunjung di persidangan tipikor
Kartu berwarna biru untuk pengunjung di persidangan PHI
Kartu berwarna pink untuk eksekusi
Kartu berwarna cokelat untuk hukum
Kartu berwarna putih untuk umum

Salah satu petugas administrasi di meja pengisian buku tamu di PN Jakarta Pusat menjelaskan, bagi pengunjung yang ingin bertemu ketua PN, wakil ketua PN, hakim dan panitera wajib memperoleh konfirmasi dari pejabat melalui ajudannya masing-masing. “Setelah di-acc, tamu baru boleh dipersilakan naik ke atas menemui pejabat yang bersangkutan,” ujar petugas yang enggan disebut namanya itu. (Baca Juga: Perma Pengawasan, Ketua MA Bisa Dijatuhi Sanksi)

Sedangkan bagi pihak yang berperkara, hanya dapat menemui hakim di ruangan terbuka yang telah dipasangi Closed Circuit Television (CCTV). Untuk panitera juga hanya dapat ditemui apabila sudah mendapatkan konfirmasi dari pihak yang bersangkutan, dan keperluannya tidak terkait dengan perkara yang ditangani.

Mengutip data Koalisi Masyarakat Pemantau Peradilan per April 2016, tercatat ada 27 kasus di KPK yang melibatkan personel MA dan pengadilan. Mengacu data Komisi Yudisial (KY), sejak Januari sampai Mei 2016 sudah sekitar 11 aparatur pengadilan yang terdiri dari tiga pejabat pengadilan dan delapan hakim yang kasusnya muncul ke publik atau media. Data ini belum termasuk yang belum terjangkau publikasi media. (Baca Juga: Sepanjang 2016 Tiap Bulan KPK Lakukan Operasi Tangkap Tangan)
Tags:

Berita Terkait