Begini Pengaturan Pemblokiran dan Penyitaan dalam RUU Perampasan Aset
Terbaru

Begini Pengaturan Pemblokiran dan Penyitaan dalam RUU Perampasan Aset

Pemblokiran aset bisa dilakukan setelah mendapat izin dari pengadilan negeri.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

RUU mengatur setiap orang yang merasa dirugikan haknya atas pemblokiran dan/atau penyitaan aset sebagaimana dimaksud Pasal 12 dan Pasal 15 berhak mengajukan keberatan bahwa aset yang diblokir dan/atau disita merupakan miliknya secara sah atau bukan merupakan aset tindak pidana. Keberatan itu dapat disertai permintaan ganti kerugian. Besaran ganti kerugian yang diminta tidak melebihi besaran aset tindak pidana yang diblokir atau disita berdasarkan penilaian aset tindak pidana.

Keberatan diajukan secara tertulis kepada atasan langsung penyidik yang mengeluarkan perintah pemblokiran dan/atau penyitaan, dalam waktu paling lama 14 hari sejak tanggal pemblokiran dan/atau penyitaan. Tapi perlu diingat keberatan itu tidak dapat diajukan oleh tersangka atau terdakwa yang melarikan diri dan/atau dengan status dalam daftar pencarian orang, terdakwa yang disidangkan secara in absentia, dan/atau kuasanya.

“Selama masa pemblokiran dan/atau penyitaan, aset tindak pidana tidak dapat dialihkan,”  begitu bunyi Pasal 20 RUU.

Sebelumnya, anggota Komisi III Taufik basari mengaku  belum mengetahui substansi RUU Perampasan Aset Terkait Dengan Tindak Pidana yang baru dikirim pemerintah. Menurutnya, yang menjadi diskursus terkait isu hukum perampasan aset adalah pengaturan mekanisme hukum perampasan aset. Misalnya, RUU akan menerapkan non-conviction based asset forfeiture (NCB-AF) atau perampasan aset tanpa tuntutan pidana atau tidak.

Taufik menegaskan perdebatan itu bukan berarti penolakan terhadap NCB-AF mendukung kejahatan korupsi dan tidak mendukung pemberantasan korupsi. Namun, hal itu terkait persoalan prinsip hukum dan HAM tentang jaminan terhadap proses hukum yang sesuai prinsip peradilan yang jujur dan adil, serta asas praduga tak bersalah.

“Apabila diterapkan, selain berpotensi melanggar prinsip-prinsip hukum ini juga jika tidak hati-hati dapat membuka kesempatan penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum ataupun dengan alasan politis,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait