Begini Masukan HIPMI Terkait Praktik Monopoli Jasa Pengiriman Ekspor Benih Lobster
Berita

Begini Masukan HIPMI Terkait Praktik Monopoli Jasa Pengiriman Ekspor Benih Lobster

Banyak penyimpangan dalam pemenuhan persyaratan ekspor benih lobster. KPPU diminta segera mengungkap aktor yang melakukan praktik persaingan usaha tidak sehat dalam ekspor benih lobster secara transparan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Anggawira mengemukakan, kebijakan ekspor benih lobster tidak mampu mengangkat kesejahteraan pembudidaya lobster di Indonesia. Pembudidaya lobster justru kian kesulitan melanjutkan usaha pembesaran atau budidaya akibat benih sulit didapat dengan harga terjangkau. Keberpihakan negara terhadap pengembangan budidaya lobster di Indonesia dinilai sangat minim.

"Bekerjasama dengan ALFI terkait ini, bisa menekan biaya logistik dan itu dilakukan dengan transparan dan akuntabel," tuturnya.

Ia menambahkan, kebijakan ekspor benih sepatutnya menjamin ketersediaan benih lobster di dalam negeri dengan harga terjangkau. Dengan demikian, budidaya lobster bisa berkembang. "Jadi, praktik monopoli itu pada jasa pengiriman logistiknya. Dalam penentuan seperti ini harus ada policy yang melibatkan asosiasi terkait, sehingga tata kelolanya bisa kita kontrol dan bisa lebih efisien. ALFI bisa melibatkannya," imbuhnya.

Sebelumnya KPPU memutuskan untuk menyelidiki persoalan ekspor benih bening lobster (BBL). Kebijakan yang diambil KKP beberapa waktu lalu tersebut cukup menimbulkan pro dan kontra di ruang publik. Menyikapi permasalahan ekspor benih bening lobster, KPPU mengaku telah melakukan advokasi sejak Juli 2020 dan telah memanggil para pihak terkait, seperti Asosiasi Pengusaha Kelautan dan Perikanan Indonesia (APKPI), Asosiasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (ABILINDO), Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil (BKIPM), Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap dan Direktorat Jenderal Budidaya Perikanan (Kementerian Kelautan dan Perikanan) dan beberapa pelaku usaha kargo.

Dari hasil tersebut, KPPU menemukan bahwa tidak ada kebijakan dari pemerintah untuk menunjuk kepada satu pelaku usaha freight forwarding (ekspedisi muatan) untuk menangani jasa kargo ekspor benih bening lobster (BBL). Meskipun demikian, terjadinya struktur pasar monopoli dalam hal penyedia jasa freight forwarding merupakan sesuatu yang menjadi dasar bagi KPPU untuk melakukan penelitian.

“Jika ditemukan bukti pelanggaran terhadap persaingan usaha, KPPU akan melakukan tindak lanjut dalam ranah penegakan hukum,” kata Komisioner KPPU, Guntur Saragih, Kamis (12/11).

KPPU menilai persaingan bisnis jasa freight forwarding dalam pengiriman lobster haruslah dilakukan secara sehat. Sehingga menciptakan kemanfaatan yang sebesarbesarnya bagi masyarakat. Kondisi yang tidak sehat dapat menciptakan inefisiensi bagi pelaksanaan bisnis. Pengiriman BBL yang dilakukan melalui satu bandara, yakni Bandara Soekarno Hatta Jakarta dapat menciptakan inefisiensi bagi biaya pengiriman dan resiko yang harus ditanggung oleh pelaku usaha. Padahal, pilihan bandar udara yang dapat menjadi akses pengiriman tidak hanya Bandara Soekarno Hatta.

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan (BKIPM) Nomor 37 Tahun 2020 tentang Tempat Pengeluaran Khusus Benih Bening Lobster dari Wilayah Negara RI telah menetapkan adanya 6 (enam) bandara yang direkomendasikan untuk pengiriman BBL ke luar negeri, yakni Bandara Soekarno Hatta, Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Internasional Lombok, Bandara Kualanamu Medan dan Bandara Hasanuddin Makassar.

Secara praktek, seharusnya dengan memperhatikan sebaran lokasi pembudi daya lobster, maka biaya yang dikeluarkan eksportir akan lebih murah apabila keenam bandara yang direkomendasikan dapat difungsikan sebagai tempat pengeluaran BBL. Dengan biaya pengiriman domestik yang lebih rendah tersebut, maka harga BBL akan lebih bersaing di pasar.

 

Tags:

Berita Terkait