Begini Klarifikasi Pemerintah Terkait UU Cipta Kerja
Berita

Begini Klarifikasi Pemerintah Terkait UU Cipta Kerja

UU Ciptaker diklaim mengedepankan kepentingan masyarakat.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Persetujuan RUU Cipta Kerja di Paripurna DPR, Senin (5/10). Foto: RES
Persetujuan RUU Cipta Kerja di Paripurna DPR, Senin (5/10). Foto: RES

Pemerintah bersama DPR akhirnya sepakat untuk mengesahkan RUU Omnibuslaw Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker). Langkah tersebut menuai penolakan dari publik. Beberapa isu didalam UU Ciptaker, terutama terkait ketenagakerjaan menjadi sorotan lantaran dinilai merugikan kaum buruh.

Merespon informasi yang beredar, pemerintah memberikan klarifikasi. Dipimpin oleh Kementerian Koordinator dan Perekonomian (Kemenko) bersama dengan jajaran kementerian lainnya melakukan konferensi pers untuk meluruskan dan memberikan penjelasan terkait UU Ciptaker pada Rabu, (7/10).

Dalam pemaparannya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan tujuan UU Cipta Kerja sebagai upaya pemerintah memangkas birokrasi yang berbelit sehingga dapat mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih besar.

“Setiap tahunnya, ada sekitar 3 juta anak muda yang perlu pekerjaan. Apalagi di tengah pandemi Covid19 saat ini, kebutuhan atas penciptaan lapangan kerja baru sangat mendesak,” tutur Airlangga. (Baca: Polemik Pengaturan Pesangon dan JKP dalam UU Cipta Kerja)

Harapannya, UU Cipta Kerja dapat membawa Indonesia keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap). Apalagi Indonesia memiliki bonus demografi. Airlangga mengklain jika UU Cipta Kerja dibentuk dengan mengutamakan kepentingan rakyat, yang butuh kepastian dalam bekerja.

UU Cipta Kerja diharapkan dapat menggerakkan rakyat untuk membuka usaha sendiri, dengan memanfaatkan fasilitas yang diberikan pemerintah bagi pelaku usaha mikro dan kecil. Rakyat juga dapat membuka usaha baru dengan lebih mudah, karena perizinan bagi UMK telah dipermudah. (Baca: Argumen Himpasiling UI dan ICEL Tolak UU Cipta Kerja)

UU Cipta Kerja juga mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi yang telah menyederhanakan dan memotong model perizinan yang berbelit sehingga praktik pungli atau pungutan liar dapat dihilangkan.

Airlangga menyoroti klaster ketenagakerjaan yang banyak menjadi perbincangan di masyarakat, terutama terkait isu / hoaks yang terlalu banyak beredar sehingga menimbulkan persepsi yang salah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

“Kami tegaskan bahwa di UU Cipta Kerja, upah minimum tidak dihapuskan. Upah ditetapkan dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi, sehingga upah tidak akan turun. UU Cipta Kerja bahkan mengatur upah pekerja harus lebih tinggi dari upah minimum,” ujar Menko.

Airlangga juga menegaskan bahwa UU Cipta Kerja ini lebih mengutamakan kepentingan masyarakat, dengan memberikan berbagai macam kemudahan bagi pelaku usaha mikro dan kecil, terutama untuk mengembangkan usahanya. UU Cipta Kerja memberikan kemudahan perizinan tunggal bagi UMK melalui pendaftaran, dan memberikan insentif fiskal dan pembiayaan untuk pengembangan dan pemberdayaan UMKM.

Pemerintah (Pusat dan Daerah) dan BUMN/D wajib mengalokasikan penyediaan tempat promosi, tempat usaha atau pengembangan UMK pada infrastruktur publik (Terminal, Bandara, Pelabuhan, Stasiun, Rest Area Jalan Tol dan infrastruktur publik lainnya).

Terkait jaminan produk halal, UU Cipta Kerja menjamin percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal dengan memberikan pembatasan waktu proses penerbitan sertifikat halal, dan memperluas Lembaga Pemeriksa Halal yang dapat dilakukan juga oleh Ormas Islam dan Perguruan Tinggi Negeri. Bahkan bagi pelaku UMK, diberikan kemudahan tambahan berupa biaya sertifikasi yang ditanggung oleh pemerintah.

Penjelasan Klaster Ketenagakerjaan

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan bahwa pasca UU Ciptaker disahkan, banyak distorsi informasi terkait kluster tenaga kerja. Ida menegaskan dalam perumusan pasal-pasal terkait ketengakerjaan, pemerintah bersama DPR mematuhi putusan MK terkait UU Ketenagakerjaan.

“Beberapa informasi terjadi pemelintiran. Jadi ketentuan ketenagakerjaan tetap diatur sesuai UU Ketenagakerjaan, namun ada tambahan baru seperti tambahan perlindungan kepada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yaitu adanya konpensasi kepada pekerja atau buruh saat berakhirnya PKWT,” jelasnya.

Kemudian dalam kegiatan alih daya, kegiatan alih daya masih tetap dipertahankan dalan UU Ciptaker dengan memasukkan prinsip sesuai putusan MK. Bahkan kegiatan alih daya mengatur syarat perizinan terhadap perusahaan alih daya yang terintegrasi dalam Online Single Submission (OSS).

“Mengatur syarat-syarat perizinan perusahaan outsourching dalam OSS, sehingga pengawasan bisa dilakukan dengan baik dan perusahaan harus terdaftar dalam sistem OSS,” ungkapnya.

Ida kemudian menyoroti ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat yang banyak mengandung disinformasi. Terkait hal ini, Ida menegaskan pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat masih merujuk kepada UU Ketenagakerjaan dengan memambah pengaturan baru yakni ketentuan waktu kerja dan istirahat pada sektor usaha dan pekerjaan tertentu. Hal tersebut perlu diatur karena mempertimbangkan bentuk hubungan kerja dan sektor tertentu di era ekonomi digital yang saat ini berkembang sangat dinamis.

Terkait pengaturan upah minimum, UU Ciptaker tetap mengatur sesuai UU Ketenagakerjaan dan PP No.78 Tahun 2015 dan selanjutnya akan diatur oleh PP. Ida pun mengklaim bahwa UU Ciptaker juga memberikan perlindungan upah bagi pekerja dan buruh, termasuk mengatur pengupahan bagi usaha mikro dan kecil, sehingga kesempatan untuk bekerja terbuka di sektor UMKM.

“Sekali lagi memberikan perlindungan tidak hanya kepada pekerja formal, kita harus memastikan perlindungan bagi pekerja pada sektor UMKM. Tidak benar tata cara PHK dipangkas, tata cara PHK masih sesuai UU Ketengakerjaan. UU Ciptaker juga tetap memberikan ruang bagi serikat perkja dan serikat buruh untuk mengadvokasi pekerja yang dalam proses PHK, tidak menutup peran advokasi Ketika anggota mengalami persoalan PHK dengan pengusahanya. UU Ciptaker mempertegas persoalan upah,” paparnya.

Selain itu, UU Ciptaker tetap memberikan jaminan sosial, bahwa UU Ciptaker menambahkan jaminan kekhilangan pekerjaan. UU ini, lanjut Ida, memberikan kepastian bahwa hak pesangon diterima pekerja buruh dengan adanya skema selain pesangon dari pengusaha. Pekerja mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan yang sebelumnya tidak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan berupa cash benefit, vocation skilling seperti upgrade skill, dan memberikan update pasar kerja.

Ida juga membantah bahwa sanksi pidana dalam sektor Ketenagakerjaan dihapuskan. Semua dikembalikan kepada UU Ketenagakerjaan. “Dari penjelasan ini kita bisa tahu distorsi yang jauh dari kenyataanya,” tegasnya.

Selain itu, UU Cipta Kerja juga tidak menghapuskan hak cuti haid dan cuti melahirkan. Pekerja outsourcing tetap mendapatkan jaminan perlindungan upah dan kesejahteraan. Hak pekerja juga harus tetap dilindungi apabila terjadi pergantian perusahaan outsourcing.

Terkait isu tenaga kerja asing (TKA) bebas masuk ke Indonesia, Airlangga menjelaskan, dalam UU Ciptaker diatur Tenaga Kerja Asing yang dapat bekerja di Indonesia hanya untuk jabatan tertentu, waktu tertentu dan harus punya kompetensi tertentu. Kemudian, perusahaan yang memperkerjakan TKA wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).

Klaster Lingkungan Hidup

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK), Siti Nurbaya menegaskan bahwa UU Ciptaker memberikan jawaban dalam menyelesaikan masalah yang menahun seperti konflik Kawasan hutan, kriminalisasi masyarakat lokal di sekitar hutan, masalah hukum adat, dan persoalan terkait perkebunan di kawasan hutan.

Dia menjelaskan bahwa UU Ciptaker menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat dimana mengedepankan restoratice justice, dan perizinan berusaha dibuka untuk perhutanan sosial. “Dan ini baru pertama masih ke UU,” imbuhnya.

Kemudian jika UMKM membutuhkan Amdal, pemerintah memberikan fasilitas untuk memperoleh Amdal. Fasilitas dimaksud dapat pengurusan secara teknis dan biaya yang nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Siti Nurbaya juga menegaskan tak terjadi kemunduran dalam perlindungan lingkungan karena prinsip dasar dalam UU Ciptaker tidak mengalami perubahan. Yang berubah hanya kebijakan dan prosedur dalam pengurusan Amdal. Proses pengurusan Amdal disederhanakan sesuai tujuan dari UU Ciptaker.

“UU ini bukan menghapus izin lingkungan tetapi mengintegrasikan izin lingkungan ke perizinan berusaha. Jadi dalam rangka memangkas perizinan, untuk sistem perizinan dan hukum tanpa mengurangi funsgsinya. Sekarang lebih kuat, karena kalau ada masalah lingkungan, karena dia menjadi dasar perizinan usaha digugat perizinan usaha itu bisa langsung kena ke perizinan usaha. Dan tidak benar UU ini melemahkan perlindungan llingkungan. Dan tidak benar bahwa tidak ada gugatan terhadap persoalan lingkungan krena bisa digugat kepada perizinan usaha dgn segala alasannya. Ini jadi makin kuat karena dalam UU ini perizinan usaha dapat dibatalkan jika dalam proses mendapatkan izin terjadi salah guna seperti pemalsuan data dokumen, penerbitan tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam kelayakan lingkungan hidup, dan atau kewajiban amdal tidak dilaksanakan,” jelasnya.

Kemudian UU Ciptaker mengatur perizinan berusaha yang menwajibkan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang mengandung enforcement. Selain itu, UU Ciptaker juga mengatur tentang pengawasan. Siti Nurbaya membantah jika pengawasan daerah ditarik. UU Ciptaker juga secara sistematis mengatur sanksi administratif dan pidana. Bahkan dalam konteks ini, korporasi dapat dikenai sanksi, baik administrasi dan pidana, yang lebih besar.

Tags:

Berita Terkait