Begini Implikasi UU PPSK terhadap LAPS SJK dan Industri Fintech
Utama

Begini Implikasi UU PPSK terhadap LAPS SJK dan Industri Fintech

Penguatan lembaga yang berwenang sebagai pengatur dan pengawas sektor keuangan patut dilakukan untuk menjaga kestabilan industri sektor keuangan dan peningkatan kepercayaan masyarakat.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

"LAPS-SJK masuk dalam Pasal 232 UU PPSK, bukan LAPS SJK, tapi LAPS SK. Nah, Pasal 233 ayat (2) huruf d mengatur penyelesaian sengketa sektor keuangan di luar pengadilan melalui badan atau lembaga penyelesaian sengketa. Ini yang diatur dalam UU kita,” terangnya.

Lebih lanjut dalam Pasal 244 UU PPSK, perihal LAPS SK bakal diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Sektor Keuangan (OJK). Dalam hal ini, Himawan memiliki dugaan adanya kemungkinan perubahan pada POJK No.61 Tahun 2020 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan. Patut diketahui, kedudukan LAPS SJK setelah UU PPSK terbit kini memiliki cakupan sengketa yang bertambah jenis dan jumlahnya.

“Jadi sekedar informasi, Fintech itu sebelumnya diatur oleh POJK dan hanya POJK saja yang mengatur Fintech sebelumnya yaitu POJK No.1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Kemudian POJK No.10 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Dengan adanya UU PPSK ini, Fintech itu mendapat kejelasan,” ungkap Wakil Sekretaris Jenderal II Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), Firlie Ganinduto dalam kesempatan yang sama.

Kejelasan terhadap eksistensi industri fintech di level UU yang terakomodir melalui UU PPSK ini dapat dijumpai dalam BAB XVI UU PPSK yang mengatur terkait Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK). Ke depan, berbagai peraturan turunan sebagai pelaksana dari UU PPSK yang relevan akan diterbitkan sehubungan dengan itu. Utamanya, aturan pelaksana tersebut jelas bakal relevan bagi anggota AFTECH yang terdiri atas berbagai model bisnis.

Hukumonline.com

Wakil Sekretaris Jenderal II Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Firlie Ganinduto. 

Kemudian Penguatan Asosiasi Penyelenggara ITSK, dengan kondisi dewasa ini tengah dilakukan upaya integrasi AFPI kepada AFTECH. Terhadap perubahan struktur pengaturan dan pengawasan terhadap Fintech, dilakukan antisipasi dalam menimbulkan hak dan kewajiban baru bagi perusahaan fintech ke depan. Seperti ketentuan batasan modal minimum, keamanan siber, spesifikasi model bisnis, dan hal-hal lainnya baik operasional maupun korporasi.

“AFTECH terus mengimbau anggota kami untuk dapat menjaga dan meningkatkan kualitas praktik Governance, Risk dan Compliance (GRC) pada perusahaan masing-masing. AFTECH juga terus memposisikan diri menjadi mitra strategis pemerintah dalam hal-hal seperti pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan yang relevan bagi fintech, maupun membantu meningkatkan edukasi dan literasi,” kata Firlie.  

Sebagai informasi, AFTECH telah menetapkan Kode Etik/Pedoman Perilaku terkait penyelenggaraan fintech yang bertanggung jawab sebelum UU PPSK diundangkan. Namun, kini dalam Pasal 215 ayat (3) UU PPSK telah mengatur bahwa Tata Kelola dan Manajemen Risiko merupakan salah satu prinsip yang diwajibkan dalam UU PPSK untuk diterapkan oleh penyelenggara ITSK. Hal yang perlu selalu diperhatikan penyelenggara fintech diatur selengkapnya dalam Pasal 231 UU PPSK.

Tags:

Berita Terkait